PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) adalah perusahaan smelter nikel yang berada di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Nasional

Perusahaan China Disebut Cenderung Asal-asalan Kelola Tambang di Indonesia

  • Perusahaan China memiliki pendekatan yang berbeda. Perusahaan China kurang memperhatikan dampak karbon dan bahkan tidak begitu peduli terhadap kesejahteraan tenaga kerjanya.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Dewan Pakar Dewan Pakar Koalisi Kawali Indonesia Lestari, gerakan lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia, Dodo Sambodo, mengungkapkan perbedaan signifikan antara pendekatan perusahaan China dan Eropa dalam hal manajemen lingkungan pada pengelolaan tambang di Indonesia. 

Menurut Dodo, perusahaan Eropa lebih berhati-hati dan memperhitungkan dampak lingkungan, sementara perusahaan China cenderung kurang peduli terhadap aspek lingkungan, termasuk emisi karbon.

"Kalau perusahaan pertambangan Eropa, mereka masih berhitung, mereka tidak mau nanti dibebani hutang karbon. Eropa sangat berhati-hati dan tidak mau merusak lingkungan," jelas Widodo.

Widodo menambahkan, perusahaan Eropa sangat memperhatikan dampak lingkungannya dan tidak mau meninggalkan jejak karbon yang besar tanpa perhitungan matang. 

Meskipun perusahaan-perusahaan besar seperti Chevron memiliki emisi yang signifikan, Menurut Dodo mereka tetap menghitung dan membayar pajak karbon yang sesuai dengan emisi mereka.

"Dari situ bisa kita lihat, walaupun tambang besar seperti Chevron dan perusahaan Barat lainnya besar emisinya, tapi mereka hitung. Jadi walaupun besar pajak karbonnya, mereka tetap bayar," kata Dodo.

Di sisi lain, perusahaan China memiliki pendekatan yang berbeda. Dodo mengungkapkan, perusahaan China kurang memperhatikan dampak karbon dan bahkan tidak begitu peduli terhadap kesejahteraan tenaga kerjanya.

"Kalau China tidak peduli amat dengan karbon. Jangan kan karbon, kalau bisa orang China datang ke sini saja dan tidak balik ke China, jadi WNI saja. orangnya sendiri tidak diperhatikan, apalagi karbon," tambahnya.

Perbedaan pendekatan ini mencerminkan perbedaan filosofi dan kebijakan perusahaan dari dua kawasan dunia yang berbeda dalam menghadapi tantangan lingkungan. 

Perusahaan Eropa yang lebih memperhitungkan dampak lingkungan dan berusaha memenuhi standar emisi karbon menunjukkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan. 

Sementara itu, perusahaan China yang lebih fokus pada efisiensi dan produksi seringkali mengabaikan dampak lingkungan yang lebih luas.

Kecelakaan Kerja di Morowali

Perbedaan pendekatan ini berdampak signifikan pada industri pertambangan nikel di Indonesia. Perusahaan China, dengan pendekatan yang lebih agresif dan kurang memperhatikan dampak lingkungan, seringkali menghadapi kritik dan protes dari masyarakat serta aktivis lingkungan. 

Kebijakan yang kurang peduli terhadap emisi karbon dan lingkungan ini bisa menyebabkan kerusakan ekosistem yang lebih besar dan memperburuk masalah polusi.

PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) merupakan kawasan industri yang dikelola oleh konsorsium perusahaan, termasuk Tsingshan Holding Group, sebuah perusahaan besar asal China yang bergerak di bidang produksi stainless steel dan logam dasar lainnya. 

Selain Tsingshan, IMIP juga melibatkan perusahaan lokal Indonesia, seperti PT Bintang Delapan Group, yang berkolaborasi dalam mengembangkan dan mengelola kawasan industri ini. 

IMIP merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia, yang berfokus pada pengolahan nikel dan industri terkait lainnya.

Kecelakaan kerja di Morowali menjadi perhatian serius dalam beberapa tahun terakhir. 

Berikut beberapa kecelakaan kerja yang terjadi di Morowali:

20 Januari 2024: Tungku smelter di PT IMIP meledak, menyebabkan 51 korban, 13 meninggal dan 38 luka-luka.

23 Desember 2023: Kecelakaan pikap vs truk di PT IMIP menyebabkan 6 pekerja mengalami patah tulang.

16 November 2023: Ledakan di tungku smelter PT GNI Morowali Utara menewaskan 2 pekerja dan melukai 6 lainnya.

22 Juli 2023: Tabrakan forklift di PT OSS Morowali menyebabkan 1 pekerja meninggal.

Dodo menekankan pentingnya evaluasi dan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia. 

"Pejabat kita harus lebih aktif mengevaluasi dampak lingkungan dan memastikan bahwa perusahaan-perusahaan ini mematuhi standar yang telah ditetapkan," ujarnya.

Pandangan Dodo Sambodo ini memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana kebijakan lingkungan dan manajemen tambang nikel di Indonesia dipengaruhi oleh asal perusahaan. 

Dengan meningkatnya tekanan untuk mengurangi emisi karbon dan menjaga kelestarian lingkungan, perbedaan pendekatan antara perusahaan China dan Eropa ini dapat menjadi indikator penting dalam menentukan masa depan industri pertambangan di Indonesia.