Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di perairan Banten. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Pasar Modal

Perusahaan Dilarang Ekspor Batu Bara, HRUM dan ADRO Tetap Perkasa

  • Larangan ekspor batu bara dinilai memberikan sentimen negatif bagi sejumlah emiten komoditas, kecuali Harum Energy dan Adaro Energy.
Pasar Modal
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Adanya kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor batu bara dinilai memberikan sentimen negatif bagi sejumlah emiten komoditas itu. Namun, terdapat beberapa saham emiten batu bara yang justru menunjukan pergerakan optimistis di tengah aturan tersebut.

Pada pembukaan perdagangan sesi kedua, Senin, 3 Januari 2022, saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) mengalami peningkatan 2,18% ke level Rp10.550 per lembar, menunjukkan adanya resiliansi terhadap sentimen larangan ekspor.

Padahal, mayoritas pendapatan HRUM berasal dari ekspor batu bara. Pada kuartal III-2021, pendapatan eskpor perseroan mencapai US$194,93 juta. Nilai itu setara dengan 95% dari seluruh pendapatan perseroan.

Selain itu, saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga melesat 5,33% menuju harga Rp2.370 per lembar setelah sempat mengalami koreksi pada awal perdagangan hari ini. Sama seperti HRUM, sebagian besar pendapatan Adaro juga berasal dari ekspor batu bara.

Hingga akhir September 2021, perseroan membukukan pendapatan ekspor sebesar US$1,96 miliar atau sekitar 76% dari seluruh pendapatan perseroan selama Sembilan bulan pertama tahun lalu.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan larangan ekspor batu bara pada awal tahun ini. Beleid ini berlaku pada periode 1 – 31 Januri 2022.

Larangan ekspor sementara dilakukan pemerintah sebagai langkah untuk mengamankan sistem kelistrikan nasional. Pasalnya, persediaan batu bara nasional disebut-sebut mulai menipis.

Pemerintah sendiri memberikan penugasan untuk memenuhi 5,1 juta metrik ton (MT) batu bara untuk kebutuhan nasional. Namun, hingga 1 Januari 2022, baru sekitar 35.000 MT batu bara yang telah dipenuhi, atau kurang dari 1% dari target tersebut.

Di sisi lain, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai pemerintah terburu-buru dalam mengambil langkah ini. Pihaknya merasa keberatan dengan adanya aturan yang diambil secara pihak tersebut.

Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir mengungkapkan pemerintah belum melakukan diskusi dengan pelaku usaha batu bara dalam mengambil kebijakan itu. Oleh sebab itu, ia meminta Menteri ESDM untuk mencabut aturan larangan ekspor. 

“Untuk mengatasi kondisi kritis persediaan batu bara PLTU grup PLN termasuk IPP ini seharusnya dapat didiskusikan terlebih dahulu dengan para pelaku usaha untuk menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak," ujarnya beberapa waktu lalu.

Keponakan Luhut Binsar Panjaitan ini menyebut larangan ekspor akan memberikan dampak yang besar bagi penerimaan negara. Menurutnya, Indonesia berpotensi kehilanggan devisa mencapai US$3 miliar hanya dalam sebulan.