Aksi menyambut World Press Freedom Day di Indonesia.
Nasional

Perusakan Mobil Wartawan Tempo dan Rentannya Kerja Reporter

  • Kasus kekerasan pada jurnalis cenderung meningkat pada era pemerintahan Joko Widodo. Puncaknya terjadi tahun lalu saat jumlah kekerasan terhadap jurnalis mencapai 87 kasus.
Nasional
Chrisna Chanis Cara

Chrisna Chanis Cara

Author

JAKARTA—Kasus penyerangan dan teror terhadap jurnalis kembali terulang di Indonesia. Kali ini, mobil milik jurnalis Tempo, Hussein Abri Dongoran, dirusak orang tak dikenal pada Senin, 5 Agustus 2024. 

Kasus itu membuat jumlah kekerasan pada wartawan yang dilaporkan pada Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tahun ini menjadi 40 kasus (per 7 Agustus 2024). Jumlah ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kasus kekerasan wartawan pada 2021. Saat itu, jumlah kekerasan pada jurnalis yang dilaporkan sepanjang tahun sebanyak 43 kasus. 

AJI dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers pun mendesak polisi menangkap pelaku teror terhadap jurnalis Tempo. Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, mengatakan pelaku dapat dijerat dengan delik pidana, Pasal 170 ayat (1) atau Pasal 406 ayat (1) KUHP. 

“Jika terbukti terkait dengan peliputan, maka penyidikan harus merujuk Pasal 18 ayat (1) UU Pers No 40 Tahun 1999. Polisi juga perlu mengungkap motif teror dengan merusak mobil jurnalis Tempo,” ujar Irsyan dalam keterangannya, Rabu, 7 Agustus 2024. 

AJI Jakarta juga meminta Dewan Pers menerjunkan Satgas anti-Kekerasan guna memastikan kepolisian mengusut kasus ini dengan tuntas. “Dewan Pers juga perlu memantau dan menuntaskan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang selama ini luput dalam pendataan,” imbuh Irsyan. 

Usai Bertemu Narasumber

Informasi yang dihimpun TrenAsia, perusakan mobil jurnalis Tempo bermula saat Hussein melintasi Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin malam. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 21.50 WIB ketika pengisi siniar Bocor Alus Politik itu dalam perjalanan pulang ke rumah usai bertemu narasumber di mal Senayan City.

Lokasi kejadian berada di sekitar belakang Mabes Polri atau depan kantor Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat. Ketika itu, Hussein tengah memutar balik kendaraannya ke arah jalan layang Antasari. Tak lama kemudian, ia mendengar bunyi keras di belakang mobilnya. 

Setelah dilihat ternyata kaca mobil bagian belakang pecah. Meski demikian, ia tidak melihat ada satupun kendaraan di belakang mobilnya. Saat itu juga ia hanya melihat ada dua orang berboncengan mengendarai sepeda motor ke arah Senayan. Ketika itu jalanan gelap, Hussein tidak langsung menghentikan mobilnya. 

Dia baru memarkir kendaraannya di jalan Senjaya dekat Museum Polri. Ia sempat memutuskan kembali ke lokasi kejadian untuk mencari kamera pemantau atau CCTV yang mungkin merekam kejadian itu. Namun petugas keamanan di Kementerian PUPR mengklaim tak ada CCTV yang merekam ke lokasi kejadian.

Kepada TrenAsia, Hussein mengonfirmasi dugaan teror yang dialamatkan kepadanya tersebut. Selama ini Hussein memang dikenal kritis dan vokal dalam karya jurnalistiknya, termasuk di Bocor Alus Politik. Hussein tidak mengalami cedera meski kaca mobilnya pecah. “Insya Allah aman,” ujarnya, Selasa, 6 Agustus 2024, malam.  

Pada Selasa, Hussein didampingi tim legal Kelompok Tempo Media langsung melaporkan perusakan mobilnya oleh orang tak dikenal itu  ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan. 

Capai Puncaknya pada 2023

Kasus kekerasan pada jurnalis memang cenderung meningkat pada era pemerintahan Joko Widodo. Puncaknya terjadi tahun lalu saat jumlah kekerasan terhadap jurnalis mencapai 87 kasus. 

Angka itu meningkat 42,62% dibandingkan tahun 2022 yakni sebanyak 61 kasus. Menurut data AJI, jumlah kekerasan pada wartawan pada 2023 bahkan menjadi yang tertinggi sejak 2013. Bentuk kekerasan terhadap jurnalis pun beragam.

Hal itu mulai kekerasan fisik, serangan digital, ancaman, teror serta intimidasi, larangan liputan, kekerasan seksual, perampasan alat liputan, penghapusan hasil liputan, penuntutan hukum hingga pembunuhan. Pelakunya pun beragam mulai dari polisi, warga, orang tak dikenal, aparat pemerintah, TNI hingga ormas. 

Salah satu kasus yang mencolok belakangan ini adalah pembakaran rumah jurnalis Tribata TV, Sempurna Pasaribu yang bertugas di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, 27 Juni 2024. Akibat pembakaran tersebut, Sempurna beserta istri, anak dan cucunya meninggal dunia. 

Hasil investigasi Komite Keselamatan Jurnalis Sumatra Utara (Sumut) menemukan sejumlah fakta bahwa kasus kebakaran yang menewaskan jurnalis Tribrata TV dan keluarganya terjadi setelah korban memberitakan perjudian di Kabupaten Karo. Berita yang ditulis korban menjelaskan ada keterlibatan oknum aparat TNI.

Baca Juga: Intimidasi Masih jadi Ancaman Jurnalis Peliput Isu Lingkungan

Jumlah kekerasan pada jurnalis tahun ini dikhawatirkan terus bertambah menyusul adanya Pilkada pada akhir tahun. AJI menyebut angka kekerasan pada wartawan biasanya semakin meningkat menjelang pemilu. Hal itu juga terjadi pada Pilpres 2024 lalu. 

“Hampir setiap tahun kasus ancaman, serangan terhadap jurnalis, dan media meningkat. Di tahun politik kejadiannya semakin masif, khususnya saat peliputan pemilu,” kata Ketua Divisi Advokasi AJI, Erick Tanjung, dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu. 

Hasil riset TIFA Foundation dan Populix menguatkan kerentanan pada kerja jurnalis hari-hari ini. Riset mereka menunjukkan 45% responden jurnalis pernah mengalami kekerasan saat bekerja. Kekerasan ini lebih banyak dialami jurnalis perempuan. Berdasarkan bentuk kekerasannya, jurnalis paling banyak mendapatkan pelarangan liputan, yakni 46% dari total responden atau 112 jurnalis. 

Menyusul urutan kedua, yakni pelarangan pemberitaan yang dialami 41% responden. Ketiga, teror dan intimidasi yang dialami 39% responden jurnalis. Keempat, 31% jurnalis pernah diminta untuk menghapus hasil liputannya. Selebihnya ada ancaman pembunuhan (24%), kekerasan fisik (21%). perusakan atau perampasan alat (19%), dan serangan digital (17%).

Ancaman jurnalis terutama datang dari negara dan ormas. Rinciannya, jurnalis menilai potensi ancaman keselamatan berasal dari ormas (29%); negara melalui polisi (26%); pejabat pemerintah (22%); aktor politik (14%); hingga perusahan media itu sendiri (7%). Sisanya, 4%, menyebut aktor lainnya. “Keselamatan jurnalis Indonesia masih belum sepenuhnya terjamin,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan TIFA, Oslan Purba.

Jumlah Kekerasan Terhadap Jurnalis di RI (2013-2024)

2013: 40 kasus

2014: 40 kasus

2015: 42 kasus

2016: 81 kasus

2017: 66 kasus

2018: 64 kasus

2019: 58 kasus

2020: 84 kasus

2021: 43 kasus

2022: 61 kasus

2023: 87 kasus

2024: 40 kasus

Keterangan: Kasus 2024 terhitung hingga 7 Agustus 2024.

Sumber: Aliansi Jurnalis Independen (AJI).