Perusahaan energi asal Malaysia, Petronas, sedang mempersiapkan perlindungan hukum di tengah perselisihan dengan ahli waris kesultanan abad ke-19.
Dunia

Petronas Siapkan Langkah Perlindungan Aset Global di Tengah Kasus Ahli Waris Kesultanan

  • Di tengah perselisihan dengan ahli waris mendiang Sultan Sulu, perusahaan energi asal Malaysia Petronas bersiap melindungi aset globalnya secara hukum.

Dunia

Fadel Surur

KUALA LUMPUR - Di tengah perselisihan dengan ahli waris mendiang Sultan Sulu, perusahaan energi asal Malaysia Petronas bersiap melindungi aset globalnya secara hukum. 

Sebelumnya, dua anak perusahaannya di Luksemburg menerima pemberitahuan penyitaan terkait kasus tersebut. 

Beberapa waktu terakhir, sultan terakhir dari ahli waris Sulu sedang berusaha menyita aset pemerintah Malaysia di seluruh dunia. 

Langkah ini merupakan upaya untuk menegakkan putusan arbitrase yang diserahkan kepada mereka oleh pengadilan Prancis pada Februari lalu.

Dalam putusan itu, pemerintah Malaysia diwajibkan membayar US$14,9 miliar atau setara Rp223,2 triliun (asumsi kurs Rp14.980 per dolar AS). 

"Petronas menentang keabsahan tindakan penegakan ini terhadap dua anak perusahaannya dan mengambil seluruh tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan posisi hukumnya," bunyi pernyataan melalui email pada hari Senin, 18 Juli 2022, seperti dikutip dari Reuters.

Menurut pernyataan itu, langkah-langkah yang akan diambil mencakup keterlibatan penasihat hukum. 

Pembayaran ini dimaksudkan untuk menghormati kesepakatan penggunaan tanah antara Sultan Sulu dengan perusahaan perdagangan Inggris pada tahun 1878 lalu. Wilayah itu kini bernama negara bagian Sabah di Malaysia. 

Sejak merdeka dari Inggris, pengaturan diambil oleh pihak Malaysia yang membayar sejumlah uang kepada ahli waris setiap tahunnya. 

Tetapi pembayaran dihentikan pada 2013, dengan Malaysia yang menganggap tidak ada orang lain yang berhak atas negara kaya minyak itu yang juga merupakan bagian dari wilayahnya.

Pengadilan banding Prancis memerintahkan penundaan kasus itu pada Selasa, 12 Juli lalu. Tetapi pengacara untuk ahli waris mengatakan penghargaan itu tetap dapat dilaksanakan di luar Prancis, di bawah perjanjian arbitrase PBB yang diakui di 170 negara.