Bos Saratoga Menang Lawan Proyek Ratusan Miliar Kedubes India
- Kedubes India nantinya digadang-gadang menjadi gedung kedubes tertinggi di Jakarta.
Hukum Bisnis
JAKARTA – Pemilik sekaligus Presiden Komisaris PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, Edwin Soeryadjaya dan 23 orang penggugat lainnya berhasil memenangkan gugatan menolak proyek kantor Kedutaan Besar (Kedubes) India bernilai Rp334 miliar.
Gugatan dengan nomor perkara 93/G/2024/PTUN.JKT ini menuntut tergugat yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta /DPMPTSP PROV DKI Jakarta untuk membatalkan proyek. Hasilnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan untuk menunda izin pembangunan Gedung Kedutaan Besar India pada (29/8).
Dalam amar putusannya, PTUN membatalkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Nomor: SK-PBG-317402-01092023-001 tanggal 1 September 2023. Selain itu, DPMPTSP PROV DKI Jakarta juga diwajibkan membayar membayar biaya perkara sejumlah Rp2.526.000.
Sebagai akibat dari putusan tersebut DPMPTSP PROV DKI Jakarta harus menunda pelaksanaan Persetujuan Bangunan Gedung Kedutaan India. Artinya, seluruh aktifitas Pembangunan Gedung Kedutaan India harus dihentikan oleh kontraktor dalam hal ini PT Waskita Karya karena.
“Kami meminta DPMPTSP PROV DKI Jakarta untuk segera mencabut PBG Kedubes India dan menghormati Putusan Hakim karena jelas jelas melanggar hukum dan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) dalam proses administrasi pemerintahan,” kata Kuasa Hukum warga dalam keterangan resmi, dikutip Jumat 30 Agustus 2024.
David meminta DPMPTSP PROV DKI Jakarta menunjukkan kenegarawanannya dengan mematuhi perintah PTUN Jakarta walaupun dalam hal ini menyangkut pembangunan gedung kedutaan negara asing. Menurutnya, semua negara harus patuh terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia demikian pula sebaliknya sehingga untuk proses perizinan pembangunan gedung kedutaanpun tidak bisa melanggar hukum.
“Kami mengapresiasi Putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta karena menunjukan supremasi hukum di Indonesia dan menjamin kedudukan seluruh warga negara Indonesia sama dihadapan hukum,” tegas David.
Keganjilan Proyek
1. Partisipasi Publik Fiktif
David menjelaskan, sejak semula proses perizinan pembangunan Kedubes India ini sangat tertutup. Ada juga dugaan memanipulasi pelibatan warga sekitar dengan mengundang pihak-pihak yang bukan warga dalam rapat. Sementara warga sekitar yang terdampak langsung justru tidak dilibatkan.
2. ‘Terlalu Mewah’ untuk Gedung Kedutaan Besar
Gedung kedutaan India ini juga dinilai David sangat berbeda dengan kedutaan negara asing lainnya karena memiliki hunian setinggi 18 lantai.
“Sepanjang pengetahuan kami tidak ada gedung kedutaan yang memiliki hunian 18 lantai dan ini harus diperiksa seluruh rangkaian perizinannya.”
3. Tanpa AMDAL
Selain itu, proyek jumbo ini tidak dilengkapi dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Surat Keputusan PBG pun terbit tanpa persetujuan tertulis dari warga di formulir yang dipersyaratkan terutama untuk pengurusan ijin AMDAL.
4. Pemalsuan Tanda Tangan Perizinan
Muncul dugaan beberapa manipulasi data lainnya yakni, penandatangan di barcode papan PBG bukanlah tanda tangan Kepala Dinas PMPTSP Prov DKI Jakarta, melainkan Kepala Unit Pengelolaan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Perbedaan pejabat yang bertanda tangan juga terdapat di salinan PBG yaitu pada kolom tanda tangan dan yang berada di sebelah barcode.
5. Langgar UU IKN
Warga sebagai penggugat juga keberatan karena pembangunan Kedubes India melanggar UU IKN. Dalam hal ini pemerintah sudah mencanangkan untuk pembangunan perkantoran kementerian dan juga termasuk pembangunan kantor-kantor kedutaan akan dibangun di Ibu kota Nusantara. Sehingga pembangunan Kedubes India di Jakarta dinilai tidak tepat.
Sebagai informasi, Waskita Karya mengelola proyek Kedubes India dengan nilai pembangunan Rp334 miliar. Kedubes India nantinya digadang-gadang menjadi gedung kedubes tertinggi di Jakarta. Proyek itu dibangun di tanah seluas 6.916 m2 dengan total project area 25.006 m2.
Proyek terdiri dari 4 lantai gedung Main Chancery, ASEAN Office, Consular seluas 4.379 m2, 4 lantai gedung Jawaharlal Nehru Indian Culture Centre (JNICC) seluas 3.084 m2 dan 18 lantai gedung Residences dan Consular seluas 16.183 m2. Gedung yang mulai dibangun akhir 2023 itu memakan waktu pekerjaan selama 27 bulan.