logo
Kawasan Pembangkit Listrik Panas Bumi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).
Korporasi

PGEO Raup Pendapatan 2024 Rp6,79 Triliun, Ditopang Penjualan Uap dan Listrik

  • PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatat pendapatan US$407,12 juta pada 2024, naik 0,20%. Namun, laba bersih turun 1,89% menjadi US$160,49 juta akibat kenaikan beban pokok pendapatan dan beban langsung.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Emiten panas bumi pelat merah, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), membukukan pendapatan sebesar US$407,12 juta atau setara Rp6,79 triliun sepanjang 2024 (Kurs Rp16.666 per dolar AS). Raihan ini tumbuh tipis 0,20% dibandingkan US$406,28 juta pada 2023, yang ditopang oleh penjualan uap dan listrik.

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis pada Selasa, 25 Maret 2025, pendapatan PGEO sebagian besar berasal dari penjualan uap dan listrik yang mencapai US$390,53 juta. Dari total tersebut, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyumbang US$240,51 juta, sementara PT PLN Indonesia Power berkontribusi sebesar US$150,01 juta.

Selain itu, PGEO juga memperoleh pendapatan lain dari production allowances pihak ketiga senilai US$16,58 juta. Kinerja ini menunjukkan peran entitas PT Pertamina (Persero) itu sebagai salah satu pemain utama dalam industri energi terbarukan di Indonesia.

Tekanan Laba dan Kondisi Keuangan

Meskipun pendapatan mengalami kenaikan, laba bersih PGEO justru mengalami penurunan. Sepanjang 2024, laba bersih tercatat sebesar US$160,49 juta atau sekitar Rp2,67 triliun (kurs Rp16.666 per dolar AS), turun 1,89% dari posisi laba pada 2023 yang mencapai US$163,59 juta.

Penurunan laba ini disebabkan oleh meningkatnya beban pokok pendapatan dan beban langsung yang naik 4,13% menjadi US$164,88 juta dibandingkan US$158,35 juta pada tahun sebelumnya. Beban terbesar berasal dari penyusutan yang mencapai US$113,33 juta, serta beban upah dan tunjangan sebesar US$25,08 juta.

Alhasil, laba bruto PGEO turun dari US$247,93 juta menjadi US$242,23 juta, sementara EBITDA juga mengalami penurunan dari US$332,41 juta menjadi US$324,06 juta. Rasio profitabilitas pun tertekan, dengan Return on Assets (ROA) turun dari 0,06 menjadi 0,05.

Dari sisi neraca keuangan, total liabilitas PGEO pada akhir 2024 mencapai US$988,65 juta, terdiri dari liabilitas jangka pendek US$227,29 juta dan jangka panjang US$761,35 juta. Sementara itu, total ekuitas naik menjadi US$2 miliar dari sebelumnya US$1,97 miliar.

Total aset PGEO mencapai US$2,99 miliar, terdiri dari aset lancar US$828,55 juta dan aset tidak lancar US$2,16 miliar. Kenaikan ekuitas ini mencerminkan upaya perusahaan dalam menjaga keseimbangan antara modal dan kewajiban di tengah tekanan laba.

PLTP Baru Ditargetkan Beroperasi Mei 2025

Di tengah tekanan laba, PGEO mencatat pencapaian operasional positif di Area Lumut Balai, dengan produksi listrik mencapai 482,06 juta KWh, lebih tinggi 13,33% dari target 2024 dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

General Manager PGEO Area Lumut Balai, Catur Hendro Utomo, menegaskan bahwa keberhasilan ini mendukung transisi energi hijau nasional. Ia menyebut pencapaian ini sebagai hasil kerja sama solid, pemeliharaan optimal, serta dedikasi pekerja dalam memastikan efisiensi operasional.

Saat ini, PGEO mengoperasikan PLTP Unit 1 berkapasitas 55MW sejak 2019. Sebagai bagian dari ekspansi energi bersih, PGEO sedang membangun PLTP Unit 2 dengan kapasitas tambahan 55MW, yang ditargetkan mulai beroperasi pada Mei 2025.

Sementara itu, dari lantai bursa, pada penutupan perdagangan hari ini, saham PGEO ditutup melesat 1,96% ke level Rp780 per saham. Akan tetapi, saham tersebut sepanjang tahun tercatat mengalami tekanan 17,02%.