Pierre Cardin Tutup Usia, Desainer Pertama yang Jual Kemewahan secara Massal
PARIS – Perancang busana Prancis Pierre Cardin meninggal dunia pada Selasa, 29 Desember 2020, di usia 98 tahun. Nama Cardin terkenal karena menjual pakaian rancangan disainer secara massal. Nama Pierre Cardin lantas tidak hanya melekat pada pakaian, tetapi juga pada parfum hingga mobil. Dalam karirnya selama lebih dari 60 tahun, Cardin mendapat cemoohan dan kekaguman […]
Gaya Hidup
PARIS – Perancang busana Prancis Pierre Cardin meninggal dunia pada Selasa, 29 Desember 2020, di usia 98 tahun.
Nama Cardin terkenal karena menjual pakaian rancangan disainer secara massal. Nama Pierre Cardin lantas tidak hanya melekat pada pakaian, tetapi juga pada parfum hingga mobil.
Dalam karirnya selama lebih dari 60 tahun, Cardin mendapat cemoohan dan kekaguman dari sesama perancang busana karena naluri bisnisnya yang tidak biasa. Reuters menulis rancangan Cardin mempengaruhi catwalk dengan gaun gelembung futuristik zaman ruang angkasa serta potongan dan pola geometris.
Cardin, yang pernah menjadi mentor untuk desainer seperti Jean Paul Gaultier, aktif di lingkaran mode hingga usia tuanya, masih membimbing desainer muda, menghadiri pesta dan acara, dan secara teratur mengunjungi kantornya di Paris dengan Jaguar.
“Terima kasih Tuan Cardin karena telah membukakan saya pintu menuju mode dan mewujudkan impian saya,” tulis Gaultier di Twitter.
Cardin adalah desainer pertama yang menjual koleksi pakaian di department store pada akhir 1950-an. Ia juga desainer pertama yang memasuki bisnis perizinan untuk parfum, aksesori, dan bahkan makanan, yang kemudian mendatangkan keuntungan bagi banyak rumah mode lainnya.
“Itu semua sama bagi saya, apakah saya membuat lengan baju untuk gaun atau kaki meja,” demikian kutipan di situsnya.
Sulit dibayangkan beberapa dekade kemudian, cokelat Armani, hotel Bulgari, dan kacamata hitam Gucci semuanya didasarkan pada kesadaran Cardin bahwa pesona merek fesyen memiliki potensi perdagangan yang tidak ada habisnya.
Selama bertahun-tahun, namanya dicap pada silet, peralatan rumah tangga, dan aksesori norak, bahkan celana pendek boxer yang murah.
Dia pernah berkata tidak terganggu ketika inisialnya, PC, terukir di gulungan kertas toilet, dan menjadi inspirasi untuk botol parfum berbentuk seperti lingga.
Para pengkritiknya menuduhnya merusak nilai mereknya dan gagasan kemewahan secara umum. Namun, dia tidak terpengaruh kritik itu.
“Saya memiliki sense untuk memasarkan nama saya,” kata Cardin kepada surat kabar Sueddeutsche Zeitung Jerman pada 2007.
“Apakah uang merusak ide seseorang? Saya sama sekali tidak memimpikan uang, tetapi sementara saya bermimpi, saya menghasilkan uang. Ini tidak pernah tentang uang.”
Dia menegaskan bahwa dia membangun kerajaan bisnisnya tanpa pernah meminta pinjaman dari bank.
“Cardin-lah yang pertama kali menyetarakan desain fesyen dengan massa, dan dia membuat gagasan kemewahan bagi semua orang menjadi mata uang internasional,” kata penulis fesyen Elisabeth Langle, dikutip Bloomberg.
Lahir di desa San Biagio di Callalta, dekat Venesia pada 2 Juli 1922, dari orang tua Prancis keturunan Italia, Cardin dididik di kota Saint Etienne, Prancis, yang tidak terlalu glamor. Ia bungsu dari 11 bersaudara.
Dia bekerja untuk seorang penjahit di dekat Vichy pada usia 17 tahun. Dia juga pernah sesaat menjadi seorang aktor, melakukan beberapa pekerjaan di atas panggung serta menjadi model dan menari secara profesional.
Fantasi Zaman Antariksa
Ketika Cardin datang ke Paris pada 1945, dia membuat topeng teater dan kostum untuk film Jean Cocteau, “Beauty and the Beast”, dan setahun kemudian bergabung dengan Christian Dior yang saat itu tidak dikenal.
Usaha komersial besar pertamanya, ketika dia bekerja sama dengan department store Printemps pada akhir 1950-an, membuatnya dikeluarkan sebentar dari serikat perancang busana Prancis, Chambre Syndicale de la Couture.
Couturier di klub tersebut pada saat itu dilarang menunjukkan karya di luar salon mereka di Paris, apalagi di toko departmet.
Gaun gelembung balon Cardin memberinya pujian abadi setelah dikenalkan pada medio 1950-an. Pada 1960-an ia memposisikan diri sebagai desainer futuristik yang selaras dengan fantasi Zaman Antariksa. Dia menghiasi pakaiannya dengan bentuk geometris, vinil, resleting besar, kacamata, bahkan helm.
“Gaun yang saya sukai adalah yang saya ciptakan untuk kehidupan yang belum ada: dunia masa depan,” katanya.
Cardin juga merintis jejak di luar Prancis jauh sebelum perusahaan mode multinasional lainnya mencari pasar baru. Dia mempresentasikan koleksi di Komunis China pada 1979 ketika sebagian besar masih tertutup dunia luar. Ia menjadi salah satu perusahaan barat pertama yang melakukan bisnis di China.
Hanya dua tahun setelah Tembok Berlin runtuh, pada 1991, peragaan busana Cardin di Lapangan Merah Moskow menarik 200.000 penonton.
Dia menargetkan pasar Jepang setelah berkunjung ke sana pada 1957 dan menandatangani perjanjian produksi dengan Uni Soviet pada 1978.
Cardin juga berekspansi ke bisnis baru, membeli restoran terkenal di Paris, Maxim’s, pada 1980-an dan membuka gerai replika di seluruh dunia.
Dia memanfaatkan investasinya lebih jauh dengan meluncurkan Minim’s, rantai kedai makanan cepat saji mewah yang mereproduksi dekorasi Belle Epoque dari tempat makan asli Paris yang eksklusif.
Kerajaan bisnisnya mencakup parfum, makanan, desain industri, real estat, hiburan, dan bahkan bunga segar.
Sesuai dengan selera desainnya yang futuristik, Cardin juga memiliki Palais des Bulles, atau Bubble Palace, tempat kediaman sekaligus acara yang dijalin ke tebing di salah satu jalur paling eksklusif di riviera Prancis.
Tidak terlalu jauh, ada juga sebuah puri di desa Lacoste yang dulunya adalah milik Marquis de Sade. Februari tahun ini dia bekerja sama dengan seorang desainer yang tujuh dekade lebih muda darinya.
Pierre Courtial, 27, meluncurkan koleksi di studio Cardin di Rue Saint-Honore Paris yang apik, dengan karya-karya yang menggemakan beberapa estetika geometris desainer veteran.
Cardin mengatakan dia masih menilai orisinalitas di atas segalanya.
“Saya selalu berusaha untuk menjadi berbeda, menjadi diri saya sendiri. Apakah orang suka atau tidak, bukan itu yang penting.”