<p>Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid. / nu.or.id</p>
Nasional

Pimpinan Jaringan Gusdurian Alissa Wahid: SKB 3 Menteri Penting untuk Ekosistem Pendidikan

  • Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang belum lama ini dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) penting untuk menjamin keberagaman di ekosistem pendidikan.

Nasional
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang belum lama ini dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) penting untuk menjamin keberagaman di ekosistem pendidikan.

“Regulasi SKB 3 Menteri penting, di sini sekolah negeri harus mempunyai perspektif sebagai wakil negara,” ungkapnya dalam diskusi daring Sekolah sebagai Penyemai Toleransi: Respons terhadap SKB 3 Menteri, Senin, 8 Februari 2021.

Oleh sebab itu, kata dia, penting bagi pengelola sekolah negeri untuk melakukan pendekatan pada anak di ruang pendidikan. Ia pun menilai, pemaksaan seragam sekolah yang terjadi di Padang, Sumatra Barat beberapa waktu lalu merupakan salah satu kasus yang selama ini sudah sering terjadi di Indonesia.

Alissa bilang, penyelesaiannya tidak bisa dilihat kasus per kasus. Terdapat beberapa faktor yang terkait, seperti dinamika otonomi daerah, perkembangan paham keagamaan, penegakan hukum, dan mayoritarianisme.

Pada kenyataannya, lanjut dia, selama ini masih sering terjadi kasus pewajiban maupun pelarangan pakaian khusus keagamaan, kecenderungan favoritisme atas agama, dan intimidasi serta tekanan sosial di dalam ekosistem sekolah.

“Masih ada diskriminasi secara halus maupun terang,” tuturnya. Terkait hal ini, pengelola termasuk guru diharapkan bisa menjembatani dengan perspektif toleransi dan keberagaman. Menurutnya, penting untuk mengerti bahwa paham keagamaan adalah bukan yang ekslusif ataupun ekstremis.

Sikap Negara atas Pandangan Agama

Terkait SKB 3 Menteri, Alissa mengatakan  regulasi tersebut masih seturut dengan kebijakan Kementerian Agama (Kemeng) tahun 2014-2019 yang menjelaskan sikap negara atas keyakinan atau pandangan agama.

Pertama, dalam hal nilai-nilai agama yang fundamental, seperti keadilan dan kemanusiaan, negara harus hadir secara penuh. Kedua, dalam hal syariat agama misalnya haji, negara hadir untuk memfasilitasi teknis dengan tetap tidak mencampuri peribadatannya individu.

Selanjutnya dalam hal pandangan agama yang masih diperdebatkan, negara tidak bisa mengaturnya secara sepihak karena terkait dengan tafsir yang beragam.

Di sini, SKB 3 Menteri secara prinsipnya berperan sebagai landasan bagi sekolah untuk tidak memaksakan penggunaan atribut keagamaan tertentu kepada murid dan guru di sekolah negeri.

Misinformasi SKB 3 Menteri

Pada kesempatan yang sama, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengapresiasi kebijakan pemerintah atas Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri mengenai aturan seragam bagi siswa di sekolah.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan, meskipun terjadi banyak penafsiran atas aturan tersebut, SKB 3 Menteri tidak perlu dicabut.

“Mari kalau ada yang memberi masukan, jadi tidak perlu ditentang. Justru dibenahi bersama-sama,” ungkapnya.

Selama melakukan diskusi dengan sejumlah pihak, lanjut Retno, pihaknya menemukan beberapa catatan misinformasi terkait aturan tersebut. Ia bilang, banyak orang tua yang khawatir terutama yang menyekolahkan anaknya di madrasah, akan dikenakan aturan tidak menggunakan jilbab.

“Para orang tua beranggapan bahwa penggunaan jilbab dilarang sama sekali,” kata dia. Selain itu, anggapan lainnya, yakni siswa diberi hak sebebas-bebasnya untuk menentukan bentuk dan jenis seragam sekolah.

Menurut Retno, SKB 3 Menteri ini secara prinsipnya merupakan kelanjutan dari Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 yang mengatur tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Di dalam regulasi itu, disebutkan bahwa pakaian seragam sekolah terdiri dari pakaian seragam nasional, kepramukaan, dan pakaian khas sekolah. Sementara itu secara khusus, pada Pasal 3 Ayat 4 Poin D dinyatakan bahwa pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah, dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.

“Larangan untuk mewajibkan ataupun melarang menggunakan seragam khas tertentu sesuai dengan agama yang diyakini, sudah ada sejak Permendikbud ini hadir,” tambahnya. (SKO)