PLN Gunakan “Pengganti Matahari” untuk Genjot Produksi Tanaman Hidroponik
JAKARTA – Sejak akhir tahun lalu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN memanfaatkan sinar lampu UV untuk menggantikan matahari dalam upaya menggenjot produktivitas tanaman hidroponik. Teknologi ini diterapkan di kawasan Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet, yang berlokasi di Desa Betet, Kabupaten Nganjuk. “Teknik hidroponik dengan memanfaatkan sinar lampu UV sebagai pengganti cahaya matahari […]
Industri
JAKARTA – Sejak akhir tahun lalu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN memanfaatkan sinar lampu UV untuk menggantikan matahari dalam upaya menggenjot produktivitas tanaman hidroponik.
Teknologi ini diterapkan di kawasan Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet, yang berlokasi di Desa Betet, Kabupaten Nganjuk.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Teknik hidroponik dengan memanfaatkan sinar lampu UV sebagai pengganti cahaya matahari di malam hari membuat pertumbuhan tanaman lebih optimal. Sebab, tanaman akan tetap berfotosintesis dengan bantuan sinar lampu UV, meskipun di malam hari,” kata Asrori sebagai salah satu penggagas, mengutip dari Indonesia.go.id, Sabtu, 6 Februari 2021.
Menurut Asrori, teknik ini membuat nutrisi yang dibutuhkan tanaman terus terjaga serta mendapatkan cukup sinar selama 24 jam penuh.
Dengan sistem pengairan yang stabil dan penerangan dengan lampu UV, sayur organik ini dapat dipanen hanya dalam waktu 30-35 hari. Itu lebih cepat dari waktu normalnya, yakni 45 hari.
Berat tanamannya pun bisa mencapai 200-250 gram untuk setiap batang tanamannya. Tentunya lebih berat dari hidroponik biasa yang hanya mencapai 150 gram per batang tanamannya.
Lampu yang digunakan merupakan lampu khusus yang biasa disebut grow led, yang memancarkan spektrum cahaya ultraviolet. Jarak antarlampu pun harus menyesuaikan, yakni idealnya satu lampu untuk dua meter persegi dengan tinggi 150 cm dari tanaman.
Asrori bercerita, dari segi kualitas, tanaman yang menggunakan sistem ini memiliki daun yang lebih cerah, akar yang putih cerah, di mana hal ini merupakan indikator bahwa tanaman tersebut sehat.
“Dari segi rasa juga tidak perlu khawatir, karena tidak pahit, ini sekaligus aman untuk langsung dikonsumsi,” imbuhnya.
Bisnis Menjanjikan
Sistem hidroponik dengan sinar lampu UV memberikan prospek yang menjanjikan. Untuk 40 lubang, memerlukan modal untuk starter kit hidroponik dengan sinar lampu UV sekitar Rp1,8 juta dengan biaya operasional setiap kali tanam sebesar Rp100 ribu.
Berat hasil panen untuk setiap lubang berkisar di angka 200-250 gram. Artinya, untuk 40 lubang, pelaku hidroponik model itu dapat memperoleh hasil kurang lebih 10 kg dalam satu kali masa panen dengan harga per kilogramnya di pasaran mencapai Rp25 ribu.
Dalam 1 tahun, dengan memanfaatkan sinar lampu UV, pelaku hidroponik dapat melakukan 9-12 kali masa tanam, berbanding lurus dengan frekuensi masa panen. Hal itu berbeda dengan sistem hidroponik biasa yang masa tanamnya berkisar antara 6-9 kali dengan sistem rotari.
Sementara itu, untuk skala hobi dan industri, sistem hidroponik dengan sinar lampu UV ini juga tidak kalah menjanjikan. Sebut saja untuk skala hobi 200 lubang, investasi yang dikeluarkan untuk starter kit Rp7,5 juta dengan biaya operasional setiap kali tanam Rp465 ribu.
Dari skala ini, pelaku hidroponik dapat menghasilkan 50 kg tanaman hidroponik dalam satu kali masa panen atau sekitar Rp1.250.000.
Atau kalau skala industri, investasi yang diperlukan meliputi starter kit hidroponik NFT 2000 lubang dengan sinar lampu UV dan juga green house berukuran 8×20 m.