PLTU Cirebon
Energi

PLTU Cirebon-1 Berhenti Operasi 2035, Transaksi Selesai Semester I-2024

  • Skema yang digunakan untuk mengeksekusi rencana itu menggunakan energy transition mechanism (ETM) dengan rencana transaksi diharapkan selesai pada semester I-2024.

Energi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Asian Development Bank (ADB), bersama dengan PT PLN, PT Cirebon Electric Power (CEP), dan Indonesia Investment Authority (INA), telah menandatangani perjanjian kerangka kerja tidak mengikat mengenai pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU Cirebon-1) dalam rangkaian acara COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada Minggu, 3 Desember 2023. 

Dalam kesepakatan tersebut, semua pihak sepakat untuk mengurangi umur operasional PLTU Cirebon-1 menjadi 7 tahun lebih awal, sehingga pembangkit ini hanya akan beroperasi hingga Desember 2035, dibandingkan dengan jadwal sebelumnya yang mencakup periode sampai Juli 2042. 

Skema yang digunakan untuk mengeksekusi rencana itu menggunakan energy transition mechanism (ETM) dengan rencana transaksi diharapkan selesai pada semester I-2024. Penghentian PLTU Cirebon-1 yang memiliki kapasitas 660 MegaWatt (MW) itu diperkirakan akan memangkas emisi gas rumah kaca yang signifikan.

Presiden ADB Masatsugu Asakawa menyatakan, perjanjian kerangka kerja itu merupakan perkembangan penting dalam transaksi pemensiunan dini PLTU Cirebon-1 dan transisi energi di Indonesia. Lewat pemangkasan umur pembangkit batubara tentu akan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan 

“Kami berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia dan Cirebon Electric Power atas ketekunan dan kepemimpinan mereka dalam transisi energi,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Senin, 04 Desember 2023.

Asakawa menegaskan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan mitra-mitra di Indonesia dan kawasan lainnya dalam upaya menunjukkan bahwa pembangkit listrik berbasis batu bara dan bahan bakar fosil lainnya dapat dinonaktifkan secara adil dan terjangkau. Baginya, ini merupakan sebuah kemenangan baik bagi lingkungan iklim maupun bagi para investor.

Presiden Direktur Cirebon Electric Power, Hisahiro Takeuchi menyatakan, skema pendanaan ETM memberikan pendekatan inovatif bagi perusahaan untuk melakukan transisi dari batu bara ke energi ramah lingkungan sekaligus menyediakan listrik yang andal dan terjangkau untuk infrastruktur energi Indonesia. 

“Perjanjian kerangka kerja ini merupakan langkah signifikan menuju penyelesaian transaksi ini. Kami bangga bisa bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB), PLN, dan INA,” terangnya. 

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menambahkan, pihaknya berkomitmen untuk menjadi pemimpin dalam transisi energi Indonesia menuju emisi nol bersih dengan cara yang adil dan terjangkau. 

“PLN telah berupaya keras dalam melakukan dekarbonisasi dengan membatalkan rencana PLTU sebesar 13,3 GW, mengakhiri perjanjian pembelian listrik PLTU 1,3 GW, dan menghentikan pengembangan baru PLTU,” jelasnya. 

Chief Executive Officer (CEO) INA, Ridha D. M. Wirakusumah menyampaikan, mandat INA adalah berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia dan membangun kesejahteraan bagi generasi masa depan. 

“Kami berkomitmen untuk meningkatkan upaya mitra kami dalam meningkatkan kegiatan ETM. Perjalanan menuju pengurangan emisi karbon adalah kunci transisi kita menuju energi terbarukan, yang penting bagi ketahanan dan kesejahteraan Indonesia,” kata Ridha. 

Asal tahu saja, skema ETM adalah inisiatif kolaboratif dan terukur yang memanfaatkan pendekatan berbasis pasar untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil ke energi ramah lingkungan. Skema pendanaan ini akan menggunakan penandaan konsesional dan komersial. 

Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti total dana yang dibutuhkan. Namun, dalam dokumen rencana investasi dan kebijakan yang komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dari program Just Energy Transition Partnership (JETP) memproyeksikan bahwa biaya pensiun dini PLTU Cirebon-1 diperkirakan mencapai US$300 juta atau setara dengan Rp4,6 triliun.