<p>Luhut Binsar Panjaitan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

PMA Q1 Turun Jadi Rp93 Triliun, Pemerintah Genjot Investasi Setelah Pandemi

  • Sepanjang Januari-Maret 2020 atau Triwulan I-2020, Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk turun 9,2% menjadi Rp98,3 triliun dari Rp107,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) naik 29,3% dari sebelumnya Rp87,2 triliun menjadi Rp112,7 triliun.

Industri

Sukirno

Sukirno

Author

Pandemi COVID-19 yang terus meluas, termasuk ke Indonesia, rupanya cukup mempengaruhi arus investasi masuk ke dalam negeri.

Sepanjang Januari-Maret 2020 atau Triwulan I-2020, Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk turun 9,2% menjadi Rp98,3 triliun dari Rp107,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) naik 29,3% dari sebelumnya Rp87,2 triliun menjadi Rp112,7 triliun.

Kendati demikian, realisasi investasi sepanjang triwulan pertama 2020 mencapai Rp210,7 triliun, tumbuh 8% dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp195,1 triliun.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai turunnya PMA lantaran COVID-19 baru masuk ke Indonesia sekitar Maret 2020 sehingga belum berdampak signifikan terhadap realisasi investasi.

Akan tetapi, potensi penurunan realisasi investasi pada Triwulan II-2020 cukup menjadi catatan pemerintah karena bertepatan dengan terus meningkatnya kasus COVID-19 di Tanah Air.

“Triwulan kedua itu April, Mei, Juni. April ini kita tahu kondisinya seperti sekarang. Kalau melihat tren realisasi investasi pada triwulan pertama, maka tren realisasi investasi triwulan kedua menurun. Terutama PMA akan turun,” kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam keterangan secara daring, dilansir Antara, Sabtu, 16 Mei 2020.

Guna menyiasati potensi penurunan laju investasi, BKPM dengan kerja sama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) di provinsi dan kabupaten/kota akan memastikan investasi bisa terus berjalan, baik yang sudah eksisting maupun yang baru memulai.

Khusus PMDN, ia mengatakan akan terus melakukan komunikasi dengan para investor itu. BKPM juga akan mengelompokkan investasi berdasarkan tiga klaster yakni investasi yang sudah jalan; investasi yang baru jalan; serta investasi yang baru akan berjalan.

Selain itu, mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu bertekad untuk bisa menyelesaikan investasi mangkrak senilai Rp708 triliun.

Komunikasi dengan AS

Seiring dengan langkah BKPM, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai salah satu “panglima” penjaga masuknya investasi ke Indonesia juga bergerak cepat untuk bisa menarik investasi sebesar-besarnya setelah pandemi berakhir.

Luhut mengatakan pihaknya tengah menjalin komunikasi intens dengan Amerika Serikat, selama pandemi berlangsung.

Menurut dia, pemerintah tengah mencari waktu yang tepat untuk bisa melakukan komunikasi dengan AS serta Uni Emirat Arab. Mantan Menko Polhukam itu menyebut AS pun sedang membangun kerja sama dengan Abu Dhabi di bidang investasi.

Tentu saja, Indonesia menjadi salah satu bidikan investasi mengingat kawasan Asia Tenggara dinilai masih begitu potensial dibanding kawasan lainnya kelak setelah berakhirnya pandemi.

“Jadi walaupun dengan COVID-19 begini, tetap Indonesia seksi buat orang lain untuk investasi di sini. Tinggal bagaimana kita buat iklimnya mendukung,” katanya.

Luhut juga menuturkan komunikasi intens telah dilakukan sendiri oleh Presiden Donald Trump dengan Presiden Joko Widodo.

Namun, ia belum bisa mengungkap secara rinci investasi yang akan dimasuki AS. Yang pasti, baik AS maupun Uni Emirat Arab akan ikut menanamkan modalnya dalam Sovereign Wealth Fund (SWF) yang akan dibentuk pemerintah.

“Selesai COVID-19 ini, kita sepakat Sovereign Wealth Fund jadi. Kita tunggu Omnibus Law-nya, kemudian mereka taruh duit. Semua chip in, nanti mau bangun apa. Infrastruktur misalnya Tol Sumatra, itu jadi salah satu pilihan,” katanya.

Perlu Atasi Hambatan

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) memprediksi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) global akan turun 30%-40% tahun ini.

Oleh karena itu, Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta menilai pemerintah perlu terus menjaga iklim investasi untuk membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi masuknya FDI.

Upaya yang sudah dibangun di dalam negeri, seperti lewat implementasi Online Single Submission (OSS), penyederhanaan regulasi di berbagai tingkat pemerintahan hingga RUU Cipta Kerja Omnibus Law harus tetap diteruskan.

Andree menambahkan, meski Indonesia bisa meraup peluang karena tren Asia yang jadi kawasan penting bagi perusahaan global, peraturan yang kompleks cukup menghalangi investor asing.

“Ini menunjuk pada banyaknya peraturan menteri dan daerah dan banyak ketidakkonsistenan yang ditimbulkannya. Jika aturan yang terlalu banyak ini tidak diatasi, Indonesia akan terus mengalami kesulitan menarik investor asing,” katanya.

Regulasi yang rumit dan banyak itulah yang kerap diklaim sebagai faktor yang berkontribusi pada terhambatnya investasi di Indonesia.

“Investor akan dihadapkan pada peraturan di tingkat pusat dan kemudian pada peraturan di tingkat provinsi dan daerah, tergantung di mana investor berinvestasi. Seringkali peraturan satu dan lainnya bertentangan, hal ini kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum yang membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia,” terang Andree.

Sementara itu, Research Director The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya memaparkan perlunya pemerintah mendorong sektor manufaktur saat ini guna mendorong penciptaan tenaga kerja.

Selain itu, BKPM dinilai perlu mengubah strategi dan target investasi di tengah kondisi pandemi COVID-19. Pasalnya, banyak perusahaan sudah keluar dari China, yang merupakan potensi bagi Indonesia untuk menangkap peluang tersebut, bersaing dengan Malaysia dan Vietnam.

“Yang paling penting PR (Pekerjaan Rumah) bukan hanya di BKPM saja, tapi juga di daerah. Seperti pengurusan izin IMB (izin mendirikan bangunan), pembangungan infrastruktur, upgrading skill pekerja, kepastian hukum, dan penanganan korupsi,” kata Berly.

Gerak cepat pemerintah memang dibutuhkan untuk bisa mempersiapkan diri menarik investasi baru ke Tanah Air demi kesejahteraan rakyatnya.

Investasi yang masuk diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja berkualitas bagi masyarakat, terlebih dengan banyaknya kasus pekerja yang harus dirumahkan hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak pandemi.

Namun, demi kesejahteraan masyarakat pula pemerintah perlu terus berupaya keras menangani pandemi agar investasi yang masuk nanti bisa benar terasa manfaatnya bagi rakyat. (SKO)