PMI Manufaktur Kontraksi 5 Bulan Berturut-turut, Kebijakan Pro Industri Dibutuhkan
- Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia masih menunjukkan posisi kontraksi pada November 2024, yaitu sebesar 49,6, sedikit meningkat dari PMI manufaktur Oktober 2024 sebesar 49,2. Posisi kontraksi ini telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut sejak Juli 2024.
Nasional
JAKARTA - Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia masih menunjukkan posisi kontraksi pada November 2024, yaitu sebesar 49,6, sedikit meningkat dari PMI manufaktur Oktober 2024 sebesar 49,2. Posisi kontraksi ini telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut sejak Juli 2024.
Berdasarkan rilis S&P Global, skor PMI Indonesia naik sedikit sebesar 0,4 dibanding bulan sebelumnya. Walaupun masih kontraksi, ternyata posisi Indonesia masih lebih baik dibanding negara ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Vietnam yang mengalami penurunan dari bulan sebelumnya masing-masing sebesar 0,3 dan 0,4.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, kondisi PMI manufaktur sudah diprediksi yang cenderung stagnan di bawah 50.
- PTBA hingga GOTO jadi Saham Tercuan LQ45 Pagi Ini
- IHSG Hari Ini Turun 3,48 Poin ke 7.323,28
- 8.000 Rekening Sudah Diblokir, Indonesia Masih Darurat Judi Online
“Masih banyak regulasi yang belum mendukung industri dalam negeri, padahal regulasi tersebut dibutuhkan oleh manufaktur. Bahkan, regulasi yang ada saat ini malah mempersulit ruang gerak industri untuk meningkatkan utilisasi produksinya,” ujarnya di Jakarta dilansir Kamis, 5 Desember 2024.
Selain itu Febri menyebut, gempuran produk jadi impor, baik legal maupun ilegal, ditengarai masih menjadi penyebab kontraksinya PMI manufaktur Indonesia pada November 2024. Pasar domestik dibanjiri produk impor tersebut dan telah menekan permintaan atas produk dari industri dalam negeri.
Hal ini juga dipengaruhi oleh pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang telah berkonsekuensi terbuka pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor dan telah membanjiri pasar Indonesia.
Anak buah Agus Gumiwang Kartasasmita ini mengungkapkan, perbandingan instrumen trade measures yang dimiliki Indonesia dengan negara lain menunjukkan bahwa betapa telanjangnya pasar domestik Indonesia. Sebagaimana diketahui, trade measures adalah instrumen kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara WTO untuk menghambat masuknya produk impor ke pasar domestik mereka.
Indonesia memiliki 207 jenis instrumen ini untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik. Sementara anggota WTO lain seperti RRT dan Amerika berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures. Bahkan di negara-negara ASEAN, instrumen trade measures Indonesia jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand, Philipina, dan Singapura yang memiliki instrumen trade measure masing-masing sebesar 661, 562, dan 216.
Febri mengatakan, selama ini Kemenperin terus mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan terhadap Industri Dalam Negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor yang sejalan dengan aturan World Trade Organization (WTO) berupa trade remedies, di antaranya adalah Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Jubir Kemenperin menyatakan, permintaan dan peningkatan penjualan harus dikawal dan dijaga, agar dalam kondisi pasar yang sedang lemah, industri dalam negeri bisa dipastikan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.