Sekjen AFPI Sunu Widyatmoko (kiri) dan Direktur Eksekutif AFPI (kanan) Kuseryansyah dalam diskusi virtual PressClub, Jumat, 22 Juli 2022
Fintech

POJK Baru Dinilai Perkuat Posisi Fintech Lending, AFPI: Kami Siap Patuhi

  • Peraturan baru ini dinilai telah sesuai dengan ekspetasi para penyelenggara yang dalam dua tahun terakhir telah berpartisipasi dalam diskusi dan memberikan masukan kepada OJK untuk merancang aturan di dalam POJK Nomor 10.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berkomitmen untuk memenuhi ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 yang baru saja diterbitkan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) AFPI yang merangkap sebagai CEO dan co-founder PT Indo Fin Tek (Dompet Kilat) Sunu Widyatmoko menyampaikan seluruh penyelenggara fintech lending yang jumlahnya mencapai 102 platform itu menyambut baik kehadiran POJK terbaru.

Peraturan baru ini dinilai telah sesuai dengan ekspetasi para penyelenggara yang dalam dua tahun terakhir telah berpartisipasi dalam diskusi dan memberikan masukan kepada OJK untuk merancang aturan di dalam POJK Nomor 10.

Menurut Sunu, para anggota AFPI berkomitmen untuk memenuhi seluruh ketentuan dalam POJK terbaru yang dirancang untuk memperkuat industri fintech lending yang pada gilirannya dapat turut menyukseskan fokus G20 terkait transformasi ekonomi digital.

"Pelaku industri maupun asosiasi bahkan jauh-jauh hari sudah melakukan penyesuaian. Dalam POJK terbaru, ada klausul yang mana pemenuhannya diberikan ruang penyesuaian hingga tiga tahun ke depan pasca diberlakukannya," ujar Sunu dalam diskusi PressClub yang diselenggarakan secara virtual, Jumat, 22 Juli 2022.

Perkuat Kolaborasi Fintech

Sunu menambahkan, POJK terbaru ini jelas mendukung kerja sama fintech lending dengan lembaga jasa keuangan seperti perbankan, multifinance, dan sebagainya dalam bentuk channeling.

POJK baru ini memberikan legitimasi bagi pelaku fintech lending untuk menjalin kemitraan yang lebih kuat dibanding sebelumnya.

"Jadi, kita sangat melihat positif bahwa penyaluran kredit untuk menjawab credit gap sebesar Rp1.600 triliun itu saya rasa bisa kita penuhi dengan cepat. Mungkin tidak dalam waktu dekat, tapi secara gradual kita menuju ke arah sana," ungkap Sunu.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI yang juga menjabat sebagai CEO PT Mekar Investama Sampoerna mengungkapkan bagaimana keunggulan industri fintech lending sejauh ini.

Dikatakan oleh Pandu, penyelenggara fintech lending menggunakan algoritma kecerdasan buatan yang dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit untuk mengukur risiko dari peminjaman yang belum memiliki riwayat peminjaman.

"Inilah keunggulan dari praktik bisnis fintech pendanaan yang menerapkan teknologi digital untuk menyalurkan pembiayaan kepada borrower (pengaju pinjaman) maupun untuk menerima dana dari lender (peminjam)," tutur Pandu.

Dengan keunggulan tersebut, industri fintech lending dapat lebih fleksibel dalam menjangkau masyarakat yang selama ini belum terlayani akses keuangan konvensional seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya sehingga fintech lending dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan inklusi keuangan.

Ditopang oleh keunggulan ini, penyelenggara fintech lending pun telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan, termasuk bank.

Menurut data OJK per Mei 2022, fintech lending telah menjalin kerja sama dengan lembaga jasa keuangan senilai Rp2,58 triliun melalui 234 rekening pemberi pinjaman. Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencatat angka Rp1,12 triliun dari 54 rekening pemberi pinjaman.

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah pun turut menyampaikan bahwa dalam rangka memperkuat industri fintech lending di Indonesia, para penyelenggara telah melakukan berbagai langkah, termasuk beradaptasi dengan aturan-aturan AFPI.

Salah satu aturan yang harus dipenuhi anggota AFPI adalah seluruh penyelenggara fintech lending hanya boleh mengakses data peminjam berupa CAMILAN (camera, microphone, and location). Penyelenggara yang memiliki akses melebihi batasan tersebut bisa dipastikan sebagai penyelenggara ilegal.

Selain itu, AFPI juga menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi untuk penyelenggara fintech, khususnya untuk komisaris, direksi, dan pemegang saham.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi, sertifikasi pun akan diterapkan secara bertahap pada tenaga penagihan, customer service, dan jabatan-jabatan lainnya.

"Kondisi terkini, total akumulasi peserta sertifikasi yang sudah dijalankan AFPI itu ada 1.255 peserta," kata Kuseryansyah.

Kusersyansyah pun menambahkan, ada sekitar 300 orang agen yang harus disertifikasi untuk mencapai target, dan AFPI optimis target itu akan dipenuhi karena dalam proses sertifikasi yang sedang berjalan sejauh ini, terhitung ada 500 peserta yang berpartisipasi.

"Sertifikasi ini menjadi suatu langkah dari industri fintech lending untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga semakin hari, kredibilitasnya semakin baik, dan semakin membuat nyaman pengguna untuk secara intensif berhubungan dengan fintech peer-to-peer lending," ujar Kuseryansyah.

Pelatihan sertifikasi ini pun sudah memperlihatkan dampak positifnya bagi industri. Dari data pengaduan yang masuk ke AFPI, terlihat adanya penurunan tren pengaduan.

Pada Mei 2022, pengaduan terverifikasi tercatat sebanyak 165, lebih kecil dari bulan April yang mencatat 182 pengaduan, dan Maret sebanyak 221 pengaduan.

Sementara itu, AFPI juga telah mengembangkan Fintech Data Center (DFC) yang mengintegrasikan data antarpenyelenggara fintech lending.

Data center dapat digunakan untuk menghindari potensi penipuan, mencegah pinjaman berlebih, untuk mengetahui status kelancaran pinjaman saat ini dan kualitas pembayaran sebelumnya, dan mengantisipasi kredit macet.

"Industri fintech pendanaan akan terus berkolaborasi mendukung fokus penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia 2022, yakni transformasi ekonomi digital. Peran nyata para anggota AFPI adalah meningkatkan akses keuangan secara digital kepada masyarakat yang underbanked dan underserved sehingga ke depannya turut mempercepat pemulihan ekonomi nasional pascapandemi," pungkas Kuseryansyah.