Ilustrasi cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT). Grafis: Deva Satria/TrenAsia
Nasional

Polemik Anies Surati Bloomberg, Mantan Menperin: Jangan Biarkan Asing Pengaruhi Kebijakan

  • Polemik Anies surati Bloomberg, Mantan Menperin: Jangan Biarkan Asing Pengaruhi KebijakanJAKARTA. Jagat maya belakangan ramai memperbincangkan isu rokok yang di
Nasional
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA - Jagat maya belakangan ramai memperbincangkan isu rokok yang dipicu dugaan keterkaitan antara terbitnya Seruan Gubernur DKI Jakarta 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok dengan Bloomberg Philanthropies yang erat kaitannya dengan kelompok anti tembakau.

Dugaan tersebut muncul ditengarai beredarnya surat dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kepada Michael Bloomberg, inisiator Bloomberg Philanthropies sekaligus miliuner asal New York, Amerika Serikat. Pada surat tertanggal Juli 2019 tersebut, Anies menyampaikan pihaknya menunggu kerja sama lanjutan dengan Bloomberg Philanthropies dalam rangka menciptakan kawasan tanpa rokok di Jakarta hingga 90%.

Dalam suratnya, Anies turut berterima kasih kepada Bloomberg Philanthropies yang telah mendukung kebijakan Pemda DKI Jakarta untuk bebas iklan rokok di luar ruang (outdoor) selama ini.

Buntut dari kerja sama ini diluncurkan oleh Pemda DKI Jakarta pada akhir tahun lalu melalui program Jakarta Clean Air Partnership yang didanai oleh Vital Strategies dan Bloomberg Philanthropies yang dikenal sangat anti terhadap tembakau. Tak lama berselang, Sergub 8/21 terbit Juni lalu dan berimbas pada pelarangan minimarket memajang rokok dalam etalasenya.

Politisi senior Partai Golkar Fahmi Idris menilai Bloomberg Philanthropies memang telah lama menjadi pendonor buat gerakan-gerakan anti tembakau secara global. Meskipun mantan Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Perindustrian ini enggan mengaitkan Sergub 8/21 dengan Bloomberg Philanthropies, namun ia menilai kebijakan-kebijakan seperti itu bakal menghambat industri hasil tembakau (IHT).

“Pemerintah sejatinya memang tidak perlu mengeluarkan seperti Sergub itu, atau tidak menerbitkan regulasi dalam upaya menghambat industri hasil tembakau. Apalagi industri kretek merupakan industri asli Indonesia,” ungkapnya Rabu, 6 Oktober 2021.

Beberapa tahun ke belakang, penetrasi Bloomberg Philanthropies terhadap kebijakan industri hasil tembakau nasional disinyalir semakin dalam. Tak cuma disalurkan kepada lembaga swadaya masyarakat, para penentu kebijakan di sejumlah negara juga terbukti menerima dana Bloomberg buat menerbitkan kebijakan anti tembakau.

Di Filipina misalnya, otoritas kesehatan dan badan pengawas kesehatan mereka terbukti menerima dana dari Bloomberg untuk meloloskan regulasi anti tembakau. Merespons hal tersebut, Parlemen Filipina menilai dana Bloomberg merupakan bentuk suap kepada penyelenggaraan negara yang mencederai kedaulatan ekonomi dan politik. Langkah hukum juga telah ditempuh Parlemen Filipina.

Sementara di Indonesia, jejak kucuran dana Bloomberg telah terjadi sejak lama, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, lembaga keagamaan, dan organisasi profesi, sampai pemerintah daerah telah menadah dana dari Bloomberg Philanthropies.

Secara terpisah, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) AB Widyanta menyuarakan hal yang sama. Ia menilai kian masifnya gerakan anti tembakau yang dimotori Bloomberg ini akan merugikan seluruh rantai industri tembakau dalam negeri.

Pasalnya, lebih dari 6 juta tenaga kerja mendapat penghasilan dari industri ini. Ia memang tak memungkiri kebijakan publik sejatinya memang tak akan bebas kepentingan bisnis dan politik. Menurutnya, kebijakan yang hanya mengakomodasi segelintir kepentingan tak bijak dikeluarkan pejabat publik.

Hal tersebut yang dinilainya dilakukan oleh Anies Baswedan lewat Sergub 8/21. Terlepas dari intervensi Bloomberg Philanthropies, beleid yang tercantum dalam seruan tersebut akan jadi pukulan bagi pelaku ritel, warung kecil, dan kelompok marjinal lainnya di Jakarta.

"Terlepas dari kepentingan yang melatarbelakanginya, konteksnya ada banyak pedagang, ritel, dan orang-orang di Jakarta yang menggantungkan hidupnya dari industri tembakau,” jelasnya. Widyanta menuturkan di pandemi ini sudah memukul ekonomi masyarakat dan hendaknya pemerintah jangan semakin mempersulit.

"Kebijakan pemerintah memang tidak akan bebas nilai, karena harus berpihak terhadap publik. Seharusnya, pemda DKI melihat urusan pertembakauan lebih holistik, tak hanya menggeber kepentingan tunggal, mesti ingat ada jutaan petani tembakau, cengkih, para pekerja pabrik rokok yang bergantung terhadap IHT," tutupnya.