Portugal Sahkan UU Larang Bos Hubungi Karyawan Setelah Jam Kerja
Gaya Hidup

Portugal Sahkan UU Larang Bos Hubungi Karyawan Setelah Jam Kerja, Bagaimana dengan Indonesia?

  • Serangkaian undang-undang telah disahkan di Portugal yang melarang atasan atau bos untuk menghubungi karyawan atau pekerja jarak jauh usai jam kerja
Gaya Hidup
Justina Nur Landhiani

Justina Nur Landhiani

Author

JAKARTA - Baru-baru ini, serangkaian undang-undang telah disahkan di Portugal yang melarang atasan atau bos untuk menghubungi karyawan atau pekerja jarak jauh setelah jam kerja. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja atau work life balance di era kerja jarak jauh atau remote, yang berkembang yang dipicu oleh pandemi virus COVID-19.

Seperti yang dilansir dari laman The Washington Post, aturan baru ini juga memberlakukan denda pada pelanggar, yang berlaku untuk perusahaan dengan lebih dari 10 karyawan.

Mereka juga mengamanatkan bahwa bos atau atasan membayar staf untuk biaya terkait pekerjaan yang dikeluarkan saat bekerja di rumah, seperti biaya listrik atau internet. Undang-undang juga menetapkan bahwa dalam pekerjaan di mana pekerjaan jarak jauh dimungkinkan, pekerja yang juga sebagai orang tua dapat memilih untuk bekerja dari jarak jauh, tanpa membuat pengaturan sebelumnya, hingga anak mereka berusia 8 tahun.

Menteri Tenaga Kerja Portugal, Ana Mendes Godinho mengatakan pada sebuah acara konferensi teknologi Web Summit di Lisbon mengatakan bahwa ini adalah momen penting untuk menetapkan aturan baru. Pandemi mempercepat kebutuhan untuk mengatur apa yang perlu diatur.

Namun, tidak semua perubahan yang diusulkan berhasil melalui legislatif. Ada juga yang tidak mendapatkan persetujuan akhir dari anggota parlemen seperti hak hukum untuk mematikan perangkat kerja setelah hari kerja selesai.

Jumlah pekerjaan Portugal telah pulih ke tingkat pra-pandemi, dan pada bulan Juli, negara tersebut mencapai jumlah tertinggi orang yang dipekerjakan sejak tahun 1998, menurut angka resmi. 

Upaya Partai Sosialis yang berkuasa di Portugal untuk mengatur realitas baru pekerjaan jarak jauh, yang dipercepat oleh pandemi, datang ketika negara-negara lain juga mempertimbangkan inisiatif untuk meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja. Spanyol dan Jepang baru-baru ini meluncurkan rencana untuk bereksperimen dengan empat hari kerja dalam seminggu. Sebuah studi inovatif di Islandia menemukan bahwa empat hari kerja dalam seminggu adalah keberhasilan yang luar biasa, baik dalam kepuasan dan produktivitas karyawan.

Di Indonesia, persoalan mengenai waktu kerja dan lembur dan persoalan pekerjaan telah diatur dalam undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 77, waktu kerja yang diatur adalah sebagai berikut.

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan juga diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 

Sedangkan peraturan mengenai pekerjaan lembur mengikuti Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 78, yaitu untuk melakukan pekerjaan lembur maka harus ada persetujuan pekerja atau buruh yang bersangkutan, dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja juga wajib untuk membayar upah kerja lembur.

Perusahaan atau pengusaha juga wajib untuk memberikan waktu istirahat dan cuti, yaitu:

  • Istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
  • Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu

Pengusaha juga wajib memberikan cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

Oleh karena itu, jika Anda merasa bahwa apa yang Anda alami tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebaiknya komunikasikan kembali dengan atasan Anda agar work life balance bisa tercapai.