<p>Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung / Istimewa</p>
Industri

Potensi Baru Dimanfaatkan 2,5 Persen, Pemerintah Dorong Pengembangan EBT Skala Besar

  • Hingga saat ini, potensi energi baru dan terbarukan (EBT) Indonesia baru dimanfaatkan sebesar 10 Gigawatt (GW) atau 2,5% dari total cadangan yang mencapai lebih dari 400 GW.
Industri
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Hingga saat ini, potensi energi baru dan terbarukan (EBT) Indonesia baru dimanfaatkan sebesar 10 Gigawatt (GW) atau 2,5% dari total cadangan yang mencapai lebih dari 400 GW.

Porsi EBT pada bauran energi pun masih rendah, yaitu baru mencapai 11,2% hingga saat ini. Padahal, pemerintah menargetkan bauran EBT dapat mencapai 23% pada 2025.

Untuk mengatasi itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah terus berusaha untuk menaikkan porsi EBT pada bauran energi, khususnya pada sektor ketenagalistrikan.

“Saat ini Kementerian ESDM telah menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) yang diharapkan mampu membuahkan solusi untuk tantangan ketahanan dan kemandirian energi nasional,” ujar Arifin dalam peluncuran HSBC Energy Transition Project di Indonesia, Selasa, 10 Agustus 2021.

Katanya, GSEN juga dapat menjadi jawaban tantangan yang saat ini dihadapi, antara lain keterbatasan pengembangan EBT dan tuntutan pembangunan infrastruktur yang lebih masif dan tepat guna.

Dalam GSEN tersebut, Kementerian ESDM memetakan rencana penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 38 GW, hingga tahun 2035, melalui upaya percepatan substitusi energi primer/final, konversi energi primer fosil, penambahan kapasitas EBT, dan pemanfaatan EBT non listrik/non BBN.

Langkah ini juga sejalan dengan usaha pemerintah mencapai target Paris Agreement, yakni penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan nationally determined contributions (NDC) pada 2030 sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan bantuan internasional.

“Untuk mencapai target tersebut Pemerintah memprioritaskan pengembangan energi surya karena biaya investasinya yang sekarang semakin kompetitif, semakin murah, dan waktu pelaksanaannya bisa lebih cepat, dan memiliki sumber yang cukup banyak,” tutur Arifin.

Dalam memprioritaskan pengembangan PLTS, Indonesia bertumpu pada tiga program yang tengah berjalan, yakni PLTS Rooftop (atap), PLTS Skala Besar di area bekas tambang dan lahan non-produktif, serta PLTS Terapung.

Untuk PLTS atap, Arifin menyebut Indonesia punya potensi dari gedung pemerintah, bangunan dan fasilitas milik BUMN, industri dan bisnis rumah tangga. Pemerintah menargetkan sudah memasang PLTS atap sampai 3,6 GW pada 2030.

“Sementara untuk pengembangan PLTS Skala Besar, Pemerintah telah menetapkan target sebesar 5,34 GW,” tambah Arifin.

Saat ini, Indonesia juga tengah membangun PLTS Terapung berkapasitas 145 MW di Waduk Cirata yang ditargetkan dapat beroperasi pada November 2022. PLTS ini dapat menghasilkan 12 GW di 28 PLTA eksisting dan di waduk atau danau dengan potensi 28 GW di 375 lokasi.

Pengembangan EBT skala besar juga dilakukan melalui program Renewable Energy-Based Industry Development (REBID) dengan total potensi 50 GW. Program REBID ini dicanangkan melalui integrasi antara sisi suplai dan sisi demand untuk menciptakan pertumbuhan industri.