<p>Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. / Pixabay</p>
Pasar Modal

Potensi Saham-Saham Emiten Perkebunan Sawit di Tengah Kenaikan Pungutan Ekspor CPO

  • Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama mengatakan bahwa harga CPO berpotensi melesat dalam beberapa waktu ke depan.
Pasar Modal
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Pemerintah Indonesia resmi menaikkan batas pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Hal ini diperkirakan akan berdampak pada industri perkebunan kelapa sawit dan emiten CPO.

Harga rata-rata ekspor CPO di atas US$1.500 per ton bakal dikenakan tarif pungutan ekspor sebesar US$375 per ton. Sementara itu, batas paling bawah berada di harga US$750 per ton akan dikenakan tarif ekspor US$55 per ton.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama mengatakan bahwa harga CPO berpotensi melesat dalam beberapa waktu ke depan. Apalagi jika harga CPO kembali dinormalisasi.

Hal ini juga berkaitan dengan adanya faktor mitigasi dari Malaysia dalam rangka menanggulangi penyebaran COVID-19. Ia berharap Negeri Jiran itu tidak melakukan pengetatan mobilitas.

“Nanti kalau misalkan kebijakan pembatasan tidak diperketat, saya pikir ini akan membuat tingkat produksi CPO mengalami kenaikan dan itu membuat harganya mengalami normalisasi,” ujarnya kepada TrenAsia.com, Senin, 21 Maret 2022.

Menurutnya, terdapat sejumlah katalis positif yang berasal dari dalam negeri untuk mendongkrak produktivitas minyak sawit mentah domestik, seperti komitmen pemerintah dalam program B30 dan B40.

Selain itu, adanya La Nina yang membuat musim penghujan akan mengganggu produksi kebun kelapa sawit. Namun, kondisi tersebut menyebabkan harga CPO bisa mengalami kenaikan, karena adanya keterbatasan produksi. 

Sejalan dengan hal tersebut, Nafan memperkirakan kinerja emiten CPO akan memiliki prospek yang baik. Terutama emiten big caps seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). 

“Selama emiten big caps saya pikir investor masih menarik perhatian karena dua perusahaan ini lebih sustain,” tutur dia.

Melansir data RTI, saham AALI terkoreksi 0,83% ke level Rp11.900 per lembar pada akhir perdagangan Senin, 21 Maret 2022. Dalam jangka waktu sebulan, saham AALI telah naik 8,18% dan 25,26% sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd).

Pada kesempatan yang sama, saham LSIP turun cukup dalam sekitar 1,79% menuju harga Rp1.375 per lembar. Dalam sebulan, saham LSIP naik 1,48% dan 16,03% secara ytd.