Power Wheeling Berisiko Menggerus APBN
- Skema ini bertujuan untuk mempercepat pengembangan energi bersih dan mampu meningkatkan efisien pengguna dan disebut tidak membebankan PLN sebagai penyedia ketenagalistrikan.
Energi
JAKARTA - Pemerintah tengah mengusulkan beberapa skema pembentukan bersama jaringan transmisi (Power wheeling) melalui Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Skema ini bertujuan untuk mempercepat pengembangan energi bersih dan mampu meningkatkan efisien pengguna dan disebut tidak membebankan PLN sebagai penyedia ketenagalistrikan.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, skema power wheeling atau sewa jaringan bisa menjadi beban bagi APBN mendatang. Membengkaknya pengeluaran APBN untuk kompensasi PLN sudah pasti akan menggerus APBN yang berpotensi mengurangi anggaran APBN untuk membiayai program strategis Presiden terpilih Prabowo Subiyanto, termasuk program makan bergizi gratis.
"Mengizinkan IPP menjual listrik secara langsung kepada konsumen sesungguhnya merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan yang bertentangan dengan konstitusi,” kata Fahmy kepada TrenAsia.com pada Selasa, 10 September 2024.
Pelanggaran terhadap konstitusi itu, di antaranya: UU No.30/2009 tentang ketenagalistrikan dan Keputusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015. Selain itu Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
- Profil Iwan Budi Buana, Bos Kompor Quantum yang Perusahaannya Dinyatakan Pailit
- Lima Tipe Obligor BLBI, Dari yang Siap Tanggung Jawab Sampai Ogah Bayar
- Malaysia Punya Setengah Juta Warga Menganggur, Bagaimana Indonesia?
Adapun Power wheeling merupakan mekanisme yang mengizinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik EBET sekaligus menjual secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN. Di mana Harga sewa penggunaan jaringan transmisi dan distribusi ditentukan oleh pemerintah.
Fahmy menyoroti, membuka akses power wheeling ke wilus baik ke PLN maupun non-PLN industri, justru akan menggerus pendapatan PLN lantaran 90% pendapatan PLN berasal dari pelanggan industri.
Selain menggerus pendapatan PLN, skema power wheeling akan meningkatkan biaya operasional PLN untuk membiayai pembangkit cadangan, yang dibutuhkan menopang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) bersifat intermittent yang dipengaruhi matahari dan angin.
Peningkatan biaya operasional itu akan memperbesar harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Kalau tarif listrik ditetapkan di bawah HPP, maka negara harus merogoh APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN.
"Berhubung power wheeling melanggar konstitusi, mengurangi pendapatan PLN, dan menggerus APBN, maka pasal power wheeling harus didrop dari RUU EBET sebelum disahkan,"tandasnya.