Direktorat Jenderal Pajak (pajakku)
Nasional

PPN Mau Naik 12 Persen, INDEF: Tertinggi di Asia Tenggara

  • Sebagai informasi, Filipina saat ini memiliki PPN tertinggi di Asia Tenggara.
Nasional
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi INDEF, Ahmad Heri Firdaus mengatakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% menjadikan Indonesia dengan PPN tertinggi di Asia Tenggara.

Sebagai informasi, Filipina saat ini memiliki PPN tertinggi di Asia Tenggara.

“Artinya kalau (PPN) kita jadi di 12 persen, akan jadi yang tertinggi. Apalagi kalau menggunakan skema single tarif ya, ini yang tentu akan memberatkan konsumen yang 95% pendapatannya digunakan untuk membeli kebutuhan pokok,” ujar Ahmad, dikutip dari Antara, pada Jumat, 22 Maret 2024.

Single tarif adalah penerapan tarif PPN yang berlaku untuk semua jenis barang atau jasa. Saat ini, Filipina memiliki PPN tertinggi di Asia Tenggara, yakni 12%.

Baca Juga: PPN Industri Otomotif Naik 12 Persen, Bos Toyota Kritik Keras

Sementara negara lain memiliki tarif yang berbeda, seperti Kamboja dan Laos sebesar 10%, Vietnam dengan two tier system sebesar 10% dan 5%, serta Malaysia yang menggunakan sistem pajak barang dan jasa (good and service tax/GST) sebesar 6%.

Ahmad menyatakan, kenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat mengakibatkan penurunan daya saing industri karena biaya produksi yang meningkat. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mempertimbangkan penggunaan skema multi tarif.

Kenaikan PPN Akan Turunkan Daya Beli

Secara makro, peningkatan PPN dapat menyebabkan penurunan daya beli di tengah lonjakan pangan yang cenderung lebih tinggi. Dengan melemahnya daya beli masyarakat, ini akan berdampak pada penurunan penjualan dan utilisasi industri.

Selain itu, dampak lain dari kenaikan PPN adalah penerimaan pajak penghasilan (PPh) yang terancam menurun.

Dengan kenaikan PPN, peningkatan biaya di saat permintaan melambat, yang dapat menyebabkan penyesuaian dalam penggunaan sumber daya produksi, termasuk penyesuaian tenaga kerja. Kenaikan PPN ke 12% bertujuan mengoptimalkan pendapatan negara.

Sementara, menurut Ahmad, pemerintah perlu melakukan kalkulasi yang matang. Karena efek jangka panjang dan pendek juga perlu dipertimpangkan.

“Saya sepakat, bagaimana pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara, tapi juga harus mengedepankan prinsip keberlanjutan, keadilan dan juga bagaimana memerhatikan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah,” ujarnya.

Baca Juga: Siap-Siap! Pemerintah Tetapkan Kenaikan Tarif PPN Jadi 12 Persen pada 2025

Pemerintah Diminta Optimalisasi Penerimaan Pajak

Ahmad juga menilai, pentingnya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui ekstensifikasi, termasuk ekstensifikasi cukai, serta optimalisasi penerimaan negara non-pajak.

Perlu dicatat, kenaikan PPN menjadi 12% adalah salah satu bagian dari rencana penyesuaian pajak pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Menurut Pasal 7 Ayat 1 dari UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya 10% telah ditingkatkan menjadi 11% sejak 1 April 2022, dan dijadwalkan akan naik lagi menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025. Sementara dalam Pasal 7 Ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan yang paling tinggi 15%.