Ilustrasi ekonomi digital.
Makroekonomi

PPN Naik, Ekonomi Digital Diperkirakan Melambat di 2025

  • Pada akhir tahun 2024, nilai transaksi e-commerce diperkirakan mencapai Rp468,6 triliun, naik 3% dibandingkan 2023 yang sebesar Rp453,7 triliun. Namun, pada tahun 2025, pertumbuhan diproyeksikan melambat menjadi hanya 0,5%, dengan nilai transaksi mencapai Rp471 triliun.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Celios memproyeksikan kinerja sektor e-commerce di Indonesia akan mengalami pertumbuhan moderat dalam dua tahun ke depan. Pada akhir tahun 2024, nilai transaksi e-commerce diperkirakan mencapai Rp468,6 triliun, naik 3% dibandingkan 2023 yang sebesar Rp453,7 triliun. 

Namun, pada tahun 2025, pertumbuhan diproyeksikan melambat menjadi hanya 0,5%, dengan nilai transaksi mencapai Rp471 triliun. Penurunan daya beli masyarakat dan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) disebut sebagai faktor utama yang menghambat pertumbuhan.

“Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat dan potensi kenaikan tarif PPN yang membuat masyarakat menahan daya beli,” terang Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda, di Jakarta, dikutip Jumat, 20 Desember 2024.

Sementara itu, sektor pembayaran digital diproyeksikan terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Pada tahun 2025, nilai transaksi pembayaran digital diperkirakan mencapai Rp2.908,6 triliun, meningkat 16,73% dari tahun sebelumnya. Hal ini mencerminkan semakin meluasnya adopsi pembayaran nontunai di kalangan masyarakat.

Pinjaman daring (Online Lending) juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Pada tahun 2025, nilai pinjaman daring berpotensi mencapai Rp365,7 triliun. Sektor ini terus menarik perhatian sebagai salah satu solusi pembiayaan cepat, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sektor transportasi daring diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan yang stabil, dengan nilai transaksi yang diperkirakan mencapai Rp12,6 triliun pada 2025. Proyeksi ini mencerminkan pemulihan yang berkelanjutan setelah dampak pandemi.

Hal itu di mana semakin banyak konsumen kembali memanfaatkan layanan ride-hailing untuk kebutuhan sehari-hari, baik untuk perjalanan pribadi maupun pekerjaan. “Sektor transportasi daring menunjukkan pemulihan yang konsisten, dengan peningkatan bertahap," tambah Huda.

Selain itu, sektor ini membuka peluang penciptaan lapangan kerja baru, tidak hanya bagi pengemudi tetapi juga di berbagai bidang terkait, seperti teknologi, manajemen, dan logistik. Dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya permintaan, sektor ini diperkirakan akan semakin menguat, mendukung ekonomi digital secara keseluruhan.

Sementara itu, sektor perjalanan daring (online travel) juga menunjukkan kinerja yang positif. Diperkirakan akan meningkat hingga mencapai Rp12,37 triliun pada 2025, mengalami kenaikan 5,10% dibandingkan dengan Rp11,77 triliun pada 2024. 

Kenaikan tersebut mencerminkan pemulihan yang semakin solid di industri pariwisata, seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat dan minat untuk melakukan perjalanan setelah pandemi. 

Hal ini didorong oleh kemudahan akses, pilihan destinasi yang lebih banyak, serta semakin berkembangnya platform digital yang menawarkan berbagai layanan perjalanan, seperti tiket pesawat, hotel, dan paket wisata. 

Industri ini diprediksi akan terus berkembang pesat, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup yang semakin mengarah pada digitalisasi.

Tantangan Ekosistem Digital Indonesia

Meskipun proyeksi pertumbuhan untuk kedua sektor tersebut tampak positif, Celios juga menggarisbawahi beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam ekosistem ekonomi digital Indonesia. 

Salah satunya adalah penurunan investasi, di mana investor kini cenderung lebih selektif dalam menanamkan modal, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih belum stabil. Ketidakpastian ini membuat banyak investor lebih berhati-hati dalam memilih sektor atau perusahaan untuk dijadikan tempat investasi.

Tantangan lainnya adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM), di mana kurangnya tenaga kerja terampil di bidang teknologi menjadi hambatan utama bagi perkembangan ekonomi digital. 

Meskipun permintaan akan tenaga kerja di sektor teknologi terus meningkat, banyak perusahaan yang kesulitan mencari tenaga kerja yang memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan industri. Hal ini menunjukkan pentingnya program pelatihan dan pendidikan yang lebih terfokus untuk mengatasi kesenjangan keterampilan yang ada.

Selain itu, masalah kejahatan siber juga menjadi tantangan besar yang harus dihadapi seiring dengan pesatnya perkembangan aktivitas daring. Ancaman terhadap keamanan digital, mulai dari pencurian data pribadi hingga serangan siber yang lebih kompleks, terus meningkat. 

Keamanan siber yang lebih baik dan perlindungan data yang lebih ketat sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan pengguna dan kelangsungan industri ekonomi digital di Indonesia.