PPN Naik: Insentif Pemerintah Dinilai Hanya Solusi Jangka Pendek
- Pemerintah telah meluncurkan berbagai stimulus ekonomi untuk mengantisipasi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Namun, efektivitas insentif tersebut menuai perdebatan, khususnya dalam konteks penguatan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Makroekonomi
JAKARTA - Pemerintah telah meluncurkan berbagai stimulus ekonomi untuk mengantisipasi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Namun, efektivitas insentif tersebut menuai perdebatan, khususnya dalam konteks penguatan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk menjaga daya beli masyarakat di awal tahun, pemerintah menawarkan sejumlah stimulus, termasuk bantuan beras sebesar 10 kg per bulan dan diskon tarif listrik sebesar 50% yang berlaku selama Januari hingga Februari 2025. Langkah ini diklaim efektif untuk memberikan dukungan langsung kepada masyarakat.
Stimulus tersebut juga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas, penciptaan lapangan kerja, dan konsumsi domestik. Bantuan langsung untuk rumah tangga dan pekerja, ditambah insentif untuk sektor UMKM dan industri padat karya, menjadi fokus utama untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Namun, ekonom Josua Pardede menilai bahwa durasi stimulus yang singkat membuatnya kurang mampu mengatasi dampak kenaikan PPN secara menyeluruh. Menurut Josua, bantuan ini lebih bersifat mitigasi awal, tetapi untuk menjaga momentum konsumsi hingga akhir tahun, perlu ada langkah tambahan.
- Cium Aroma Penyelewengan Dana CSR, KPK Geledah Kantor BI
- Bocoran MDKA Soal Lapkeu Kuartal III-2024 dan Proyek Emas Pani, Ini Prospek Sahamnya
- Mulai Wagyu Sampai Pendidikan Premium Kini Kena PPN
Selain itu, keberhasilan kebijakan ini juga bergantung pada implementasi yang tepat serta respons dari masyarakat dan dunia usaha. Stimulus PPN, meski efektif dalam jangka pendek, dinilai kurang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Stimulus tersebut efektif sebagai mitigasi jangka pendek, tetapi untuk mempertahankan momentum konsumsi hingga akhir 2025, perlu evaluasi apakah kebijakan serupa perlu diperpanjang atau diimbangi dengan langkah lain seperti subsidi energi atau insentif pajak tambahan,” terang Josua, di Jakarta, dikutip Antara, Sealsa, 17 Desember 2024.
Josua merekomendasikan perpanjangan stimulus atau alternatif kebijakan seperti subsidi energi dan insentif pajak tambahan. Langkah ini dianggap mampu memberikan dampak jangka panjang bagi konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.
Selain itu, dukungan bagi sektor strategis perlu diperluas untuk memperkuat kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. "Dampak positif dari stimulus terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi RI akan sangat tergantung pada efektivitas implementasi kebijakan serta respon masyarakat dan dunia usaha terhadap perubahan tarif pajak," tambah Josua.
- Cium Aroma Penyelewengan Dana CSR, KPK Geledah Kantor BI
- Bocoran MDKA Soal Lapkeu Kuartal III-2024 dan Proyek Emas Pani, Ini Prospek Sahamnya
- Mulai Wagyu Sampai Pendidikan Premium Kini Kena PPN
Stimulus untuk Sektor Strategis
Pemerintah menargetkan stimulus pada sektor strategis, meliputi:
Rumah Tangga:
- Bantuan pangan.
- PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk tiga komoditas utama.
- Diskon tarif listrik sebesar 50%.
Pekerja:
- Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
UMKM:
- Perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5% untuk UMKM dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun.
Industri Padat Karya:
- Insentif PPh 21 DTP untuk pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan.
- Subsidi bunga sebesar 5%.
- Jaminan kecelakaan kerja ditanggung hingga 50% selama enam bulan.
Mobil Listrik dan Hibrida:
- Insentif PPN dan PPnBM DTP.
- Bea masuk 0% untuk kendaraan impor CBU.
Properti:
- PPN DTP untuk rumah dengan harga hingga Rp5 miliar.
- Diskon 100% pada PPN rumah seharga hingga Rp2 miliar (Januari–Juni 2025) dan 50% (Juli–Desember 2025).