Pertemuan Jokowi dan Prabowo di rumah pribadi Jokowi, di Sumber, Solo
Nasional

Prabowo Mulai Panggil Calon Menteri, Apa Kabar Zaken Kabinet?

  • Yang jelas Prabowo sudah merangkul semua pihak yang kemarin berkontes baik 01 atau 03.

Nasional

Ilyas Maulana Firdaus

JAKARTA — Pemanggilan kepada tokoh-tokoh penting yang diyakini sebagai pembentukan kabinet Prabowo-Gibran periode 2024-2029 mulai dilakukan pada 14 Oktober 2024. 

Kesan pertama dari tokoh-tokoh yang dipanggil adalah Prabowo membentuk koalisi besar. Tidak hanya diisi oleh partai Koalisi Indonesia Maju yang mengusungnya jadi calon Presiden, tetapi juga dari partai lain di luar koalisi.

Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang pada Pilpres lalu menjadi rival ketika menjadi Cawapres berpasangan dengan Anies Baswedan juga dipanggil . Tidak hanya PKB yang merapat, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga ikut merapat dibawah kekuasaan setelah pertemuan Prabowo dan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh pada April 2024.

Pada 26 April 2024, Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden juga menegaskan bahwa Prabowo sudah bertemu dengan partai yang berada diluar dari koalisi mereka. Langkah tersebut membawa kabinet dan pemerintahan Prabowo-Gibran didukung serta disokong dengan kekuatan partai lainnya, Putra sulung Presiden Jokowi itu juga mengatakan “Yang jelas Pak Prabowo sudah merangkul semua pihak yang kemarin berkontes baik 01 atau 03.”

Karena mengadopsi banyak partai, maka nama-nama yang dipanggil hampir semuanya terkait partai. Hanya segelintir sosok profesional yang dipanggil. Masih harus dilihat apakah pada akhirnya Prabowo benar-benar mampu mewujudkan kabinet Zaken yang dia inginkan. Kabinet yang diisi oleh orang-orang yang ahli di bidangnya.

Lemahnya Lembaga Eksekutif

Melansir Libago: Journal of Constitutional Law, tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran mencerminkan apa yang selama ini menjadi kelemahan dari sistem multipartai dalam pemerintahan presidensial di Indonesia. 

Koalisi yang "gendut" sering kali menimbulkan masalah karena terlalu banyaknya kepentingan politik yang harus diakomodasi. Hal ini berpotensi mengganggu stabilitas dan efektivitas pemerintahan, sebagaimana yang dikaji dalam penelitian tentang sistem multipartai oleh Oga Hivasko Geri dan Syamsir dari Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Sistem multipartai, meskipun memberikan ruang bagi keragaman aspirasi politik, sering kali membuat jalannya pemerintahan terhambat oleh konflik kepentingan antar partai yang bergabung dalam koalisi. 

Pemerintahan yang dihasilkan oleh koalisi besar cenderung kesulitan untuk mengambil keputusan secara cepat dan efektif, karena setiap kebijakan harus mempertimbangkan berbagai kepentingan partai yang ada di dalamnya. Inilah yang disebut sebagai koalisi "gendut", di mana banyaknya partai yang bergabung menyebabkan pembagian kekuasaan menjadi rumit.

Dalam kasus kabinet Prabowo-Gibran, meskipun mereka telah berhasil merangkul banyak partai, termasuk yang sebelumnya menjadi lawan politik, tantangan sebenarnya terletak pada bagaimana menjaga stabilitas dan efektivitas pemerintahan. 

Gibran sendiri telah menyatakan bahwa Prabowo telah merangkul semua pihak, termasuk partai-partai yang sebelumnya berkompetisi dalam Pilpres. Namun, hal ini juga berarti bahwa pemerintahan harus menghadapi berbagai kepentingan yang saling bertentangan, yang berpotensi memperlambat pengambilan keputusan.

Studi dari jurnal Limbago juga menunjukkan bahwa di Indonesia, sistem multipartai sering kali memperumit jalannya pemerintahan presidensial. Dengan banyaknya partai yang terlibat dalam pemilihan umum, sulit bagi satu partai untuk memperoleh mayoritas di parlemen. Hal ini memaksa presiden untuk membentuk koalisi besar, yang sering kali tidak efektif karena perbedaan kepentingan antar partai.

Dalam sistem presidensial yang diadopsi Indonesia, stabilitas politik sangat tergantung pada sejauh mana koalisi yang dibentuk dapat bekerja secara harmonis. Jika koalisi terlalu longgar dan penuh konflik, pemerintahan cenderung tidak efektif dan berisiko menghadapi krisis politik. 

Oleh karena itu, meskipun Prabowo telah berhasil membentuk koalisi besar, tantangan ke depan adalah memastikan bahwa koalisi ini tidak menjadi beban, tetapi justru menjadi kekuatan yang mendukung pemerintahan yang stabil dan efektif.