Konferensi pers Talk Show P3RSI dengan tema “IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN?” pada Selasa, 30 Juli 2024, di Hotel Bidakara Jakarta.
Properti

Praktisi Perpajakan: Iuran Pengelolaan Lingkungan Apartemen/Rusun Bukan Objek PPN

  • IPL adalah suatu kegiatan atau jasa di bidang pelayanan sosial mengenai pengelolaan lingkungan bagian bersama yang dilakukan pada suatu kawasan rumah susun oleh Perkumpulan Penghuni. 

Properti

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Praktisi Perpajakan Budi Hermawan mengatakan bahwa iuran pengelolaan lingkungan (IPL) bukan objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Pasalnya, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.33/1998 disebutkan bahwa “Pengelolaan rumah susun yang dilakukan oleh Perhimpunan Penghuni atau Badan Pengelola yang dibentuk oleh Perhimpunan Penghuni yang merupakan unit di bawah Perhimpunan Penghuni sebagaimana pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh Perhimpunan Penghuni. Oleh karena kegiatan Perhimpunan Penghuni diserasikan dengan kegiatan RT/RW yang bergerak di bidang kemasyarakatan, maka atas jasa pengelolaan tersebut termasuk dalam pengertian jasa di bidang pelayanan sosial yang tidak terutang PPN.”

Berdasarkan Surat Edaran tersebut, Budi pun menegaskan bahwa IPL yang diberdayakan untuk keamanan, kebersihan, dan sebagainya, bukanlah objek PPN karena biaya tersebut termasuk ke dalam kepentingan untuk pelayanan sosial. 

“Dalam SE 1998 dinyaatkan bahwa kegiatan pelaksanaan IPL adalah layanan sosial yang tidak dikenakan sebagai objek PPN,” ujar Budi dalam  acara konferensi pers Talk Show P3RSI dengan tema “IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN?” pada Selasa, 30 Juli 2024, di Hotel Bidakara Jakarta. 

Budi menjelaskan bahwa substansi dana IPL apartemen dapat diartikan sebagai dari, oleh, dan untuk kepentingan pemilik unit rumah susun. 

IPL adalah suatu kegiatan atau jasa di bidang pelayanan sosial mengenai pengelolaan lingkungan bagian bersama yang dilakukan pada suatu kawasan rumah susun oleh Perkumpulan Penghuni. 

Kesamaan dengan Pengelolaan Lingkungan di RT/RW 

Budi juga berpendapat bahwa kegiatan pengelolaan lingkungan oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun  (PPPSRS) sama dengan kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan di dalam unit rumah susun. Untuk bagian bersama perlu dikelola secara bersama dalam bentuk Perhimpunan Penghuni. 

“Dalam hal IPL sebagai objek pajak, maka IPL akan masuk sebagai objek pajak jasa pelayanan sosial sebagaimana dalam SE 01/PJ33/1998 yang diserasikan dengan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh RT/RW, sehingga sewajarnya jika IPL itu tak perlu dikenakan PPN,” kata Budi. 

Penarikan IPL sebagai Aktivitas Nirlaba 

Budi juga mengingatkan bahwa PPPSRS menarik IPL tidak bertujuan mencari laba untuk dibagikan kepada anggotanya. Tidak ada kepemilikan anggota dalam PPPSRS yang dapat diperjualbelikan sebagaimana kepemilikan saham dalam suatu perseroan terbatas. 

“Karena itu, kita berharap pemerintah tidak menambah beban dengan mengenakan PPN IPL kepada PPPSRS sebagai penanggung jawab pengelola rumah susun sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang. Malah sebaliknya harus mendukung, sebab dampak ekonomi dari pengelolaan rumah susun itu sangat signifikan terhadap perekonomian nasional,” ujar Budi.

Manfaat Pengelolaan oleh PPPSRS 

Budi merinci beberapa manfaat dari kegiatan pengelolaan oleh PPPSRS, di antaranya: membantu pemerintah dalam menyediakan kebutuhan dasar yang layak huni karena dikelola dengan baik; salah satu unsur pertumbuhan ekonomi adalah belanja rumah tangga, yaitu penghuni rusun; menyerap tenaga kerja untuk pengelolaan lingkungan; menjaga nilai aset melalui pengelolaan aset yang baik; membantu pemerintah melalui penerimaan PBB; dan membantu pemerintah mencegah konversi lahan. 

Resah Akibat Imbauan Kantor Pajak 

Beberapa waktu lalu, sejumlah anggota Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) telah menerima surat dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang mengimbau mereka untuk melaporkan usahanya dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 

Setelah berdiskusi dengan pihak kantor pajak, tampaknya ada niat untuk menarik dana IPL sebagai objek yang dikenai PPN. 

“Ini membuat pengurus PPPSRS resah karena mencukupi pendanaan pengelolaan dan perawatan gedung apartemen yang sangat tinggi itu tidak mudah. Kenyataannya, seringkali biaya pengelolaan apartemen mengalami defisit anggaran setiap tahunnya, diperbesar oleh tunggakan IPL pemilik dan penghuni yang cukup besar,” jelas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI Adjit Lauhatta dalam kesempatan yang sama. 

Baca Juga: Insentif PPN DTP Tak Bangkitkan Pasar Apartemen yang Kian Lesu

Kenaikan Tarif IPL yang Kontroversial 

Untuk mengatasi defisit anggaran pengelolaan, salah satu solusi adalah menaikkan biaya urunan IPL, yang harus disetujui oleh Rapat Umum Tahun Anggota (RUTA). 

Namun, keputusan untuk menaikkan tarif IPL ini sering mendapat penolakan dari pemilik dan penghuni yang merasa keberatan. 

“Beberapa pemilik dan penghuni yang ekonominya sedang tidak baik-baik saja, malah merasa berat bayar IPL tarif lama. Apalagi jika ditambah beban PPN 11%, pasti mereka merasa makin terbebani,” kata Adjit.

Dampak Negatif PPN pada IPL 

Adjit menekankan bahwa penerapan PPN pada IPL akan menempatkan pengurus PPPSRS dalam posisi dilematis dan otomatis menurunkan kinerja pengelolaan dan perawatan sehari-hari. 

“Sehingga apa kabarnya jika pemerintah memaksakan PPPSRS yang kerjanya melakukan pelayanan sosial untuk keamanan, ketertiban, dan kenyamanan di lingkungan rumah susun atau apartemen dikenakan pajak PPN,” tuturnya. 

Kesetaraan Penerapan UU Perpajakan 

Adjit menekankan bahwa penerapan UU Perpajakan seharusnya setara untuk seluruh warga negara, tanpa diskriminasi. Jika pengelolaan lingkungan rumah susun ingin dikategorikan sebagai jasa yang terutang PPN, aturan ini harus berlaku untuk seluruh hunian, baik rumah susun/apartemen maupun rumah tapak. Artinya, iuran yang ditagih oleh pengurus RT/RW dalam lingkup perumahan pun seharusnya terutang PPN. 

Contoh Kesulitan Pengelolaan Rumah Susun 

Ketua PPPSRS di salah satu apartemen di Jakarta Pusat, Kian Tanto, mengungkapkan bahwa dana IPL di apartemennya tidak mencukupi untuk biaya operasional. 

“Kami hampir tak punya dana cadangan yang mencukupi, sehingga ketika harus dilakukan pengecatan gedung atau perbaikan-perbaikan yang butuh biaya besar, maka biaya harus dibagi rata dengan pemilik dan penghuni apartemen,” jelas Kian. 

Kesulitan di Masa Pandemi dan Krisis Ekonomi 

Kian juga mengeluhkan bahwa PPPSRS mengalami kesulitan mencukupi biaya operasional pengelolaan apartemen, terutama sejak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global. Banyak pemilik dan penghuni mengalami kesulitan ekonomi, sehingga tidak sedikit yang menunggak kewajiban bayar IPL. 

“Kami tak dapat bayangkan kalau pemerintah menambah beban pemilik dan penghuni apartemen. Jika IPL dibebankan PPN, hampir dipastikan pengelolaan dan perawatan gedung terancam, dan akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni,” ungkap Kian.