Karyawan beraktifitas di dekat logo berbagai asuransi jiwa di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin, 13 Desember 2021 . Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

Premi Industri Asuransi Jiwa Turun jadi Rp45,6 Triliun per Kuartal I-2023, Unit Link Biang Keroknya

  • AAJI mencatat pendapatan premi asuransi jiwa mencapai Rp45,6 triliun pada kuartal I-2023.
Industri
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

JAKARTA - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat pendapatan premi asuransi jiwa mencapai Rp45,6 triliun pada kuartal I-2023, turun 6,9% dibandingkan dengan periode tahun lalu yang tercatat sebesar Rp48,99 triliun.

Ketua Bidang Hubungan Kerja Sama Antar Lembaga, Regulator, Stakeholder Dalam Negeri & Internasional AAJI Shadiq Akasya mengungkapkan penurunan premi asuransi jiwa turut dipengaruhi oleh produk asuransi yang dikaitkan dengan asuransi (PAYDI) atau unit link. 

Premi unit link terkontraksi sebesar 20,9% yoy, dari Rp29,07 triliun pada kuartal I-2022 menjadi Rp22,98 triliun pada kuartal I-2023.

"Penerapan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) PAYDI secara berkala sejak awal tahun 2022 dan mulai berlaku penuh pada Maret 2023 ini menyebabkan adanya perubahan penempatan dana investasi asuransi jiwa," jelas Shadiq, saat konferensi pers, dikutip Kamis, 25 Mei 2023.

AAJI juga mencatat total aset industri asuransi jiwa mencapai Rp611,52 triliun pada kuartal I-2023, atau turun Rp5,5 triliun dari capaian kuartal I-2022 sebesar Rp617,02 triliun.

Shadiq mengungkapkan, sebesar 87,4% komposisi aset industri asuransi jiwa berasal dari investasi yang tercatat senilai Rp534,33 triliun. Jumlah itu turun sebesar 2,1% yoy bila dibandingkan dengan kuartal I-2022 yang mencapai Rp545,79 triliun.

Shadiq menjelaskan penurunan total investasi industri asuransi jiwa disebabkan oleh penurunan pada total pendapatan premi asuransi jiwa.

Sementara itu, penempatan investasi jangka panjang pada instrumen saham, reksa dana, dan sukuk koperasi tercatat sebesar Rp301,75 triliun.

Secara rinci, jumlah tersebut terdiri atas instrumen saham sebesar Rp159,55 triliun, reksa dana Rp97,36 triliun, dan sukuk koperasi Rp44,85 triliun.

Adapun investasi pada instrumen surat berharga negara (SBN) tercatat meningkat 23,3 persen yoy, menjadi Rp151,7 triliun dari Rp123,03 triliun.

"Seiring dengan berlakunya SEOJK PAYDI yang mengatur porsi penempatan investasi, kami berharap ke depannya akan semakin banyak instrumen investasi yang sesuai dengan kebutuhan industri sehingga para pemegang polis bisa mendapatkan manfaat produk secara maksimal," ujar Shadiq.