Preseden Buruk Asabri, Moeldoko Janjikan Transparansi Program Tapera
- Moeldoko janjikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana Tapera untuk menghindari kejadian seperti kasus Asabri
Nasional
JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, membandingkan program pungutan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), pekerja swasta, hingga pekerja mandiri, dengan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).
Sebelum menyampaikan pandangannya itu, Moeldoko mengungkapkan bahwa pihaknya menyadari adanya kekhawatiran dan kebingungan di kalangan masyarakat mengenai Tapera.
"Pemerintah memahami kekhawatiran dan kegelisahan masyarakat Indonesia tentang program Tapera ini. Bahkan kita juga tahu ada yang marah dan seterusnya," ujarnya dalam konferensi pers Kantor Staf Presiden tentang Program Tapera, Jumat, 31 Mei 2024.
Menurut Moeldoko, hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi yang masif tentang program Tapera, yang menyebabkan kesalahpahaman di masyarakat.
- Berapa Hadiah Uang Real Madrid dan Dortmund jika Juara Liga Champions?
- Rp300 Triliun Korupsi Timah Bisa Buat Bayari UKT 30 Juta Mahasiswa
- Pertumbuhan Industri Asuransi Jiwa Melesat, Uang Pertanggungan Capai Rp5.495,9 Triliun
Latar Belakang Program Tapera
Moeldoko menjelaskan bahwa sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, berbagai reformasi di sektor jaminan kesejahteraan sosial telah dijalankan.
Berbagai program seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah diterapkan. Tapera pun dikatakan Moeldoko sebagai salah satu program yang diinisiasi sebagai bagian dari upaya reformasi tersebut.
Dasar Hukum dan Tujuan Tapera
Moeldoko menyebutkan, dasar hukum Tapera berasal dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Tapera merupakan kelanjutan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum), yang sebelumnya hanya dikhususkan untuk ASN (Aparatur Sipil Negara). Kini, Tapera diperluas untuk pekerja mandiri dan swasta.
Moeldoko menyatakan bahwa perluasan ini dilakukan karena adanya backlog atau kekurangan pasokan perumahan yang cukup besar.
"Problem backlog yang dihadapi oleh pemerintah sampai dengan saat ini ada 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah. Ini data dari BPS ya, bukan ngarang ya," tegasnya.
Skema dan Manfaat Tapera
Pemerintah memahami bahwa kenaikan gaji tidak sebanding dengan tingkat inflasi di sektor perumahan, sehingga masyarakat kesulitan untuk membeli rumah.
"Untuk itu maka harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya nanti bisa walaupun terjadi inflasi tetapi masih bisa punya tabungan untuk membangun rumahnya," jelas Moeldoko.
Tapera menggunakan skema yang melibatkan pemberi kerja, termasuk pemerintah untuk PNS, di mana pemerintah memberikan kontribusi setengah persen untuk ASN.
Baca Juga: Kadin Jakarta Minta Tapera Dibatalkan: Beban Perusahaan
Pemerintah Siapkan Pengawasan Ketat
Moeldoko menekankan bahwa Tapera bukan pemotongan gaji atau iuran, melainkan tabungan yang diwajibkan oleh undang-undang. Bagi mereka yang sudah memiliki rumah, tabungan ini bisa ditarik dalam bentuk uang pada saat pensiun.
"Nanti pada ujungnya, kalau pada usia pensiun selesai, itu bisa ditarik dalam bentuk uang yang fresh dengan pemupukan yang terjadi," katanya.
Untuk menjamin dana Tapera dikelola dengan baik, pemerintah akan membangun sistem pengawasan yang ketat. "Kita hadirkan dari OJK. Di situ ada Komite, tapi OJK juga punya fungsi pengawasan," ujarnya.
Komite Tapera yang akan melakukan pengawasan terdiri dari Menteri PUPR sebagai ketua, dengan anggota Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, Komisioner OJK, dan profesional lainnya. Moeldoko optimis bahwa dengan terbentuknya komite ini, pengelolaan Tapera akan lebih transparan dan akuntabel.
Perbandingan dengan Asabri
Moeldoko menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk berkomunikasi dan berdialog dengan masyarakat serta dunia usaha hingga tahun 2027. "Kita masih ada waktu sampai tahun 2027. Jadi ada kesempatan untuk konsultatif. Tidak usah khawatir," tuturnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana Tapera untuk menghindari kejadian seperti kasus Asabri.
“Asabri waktu saya menjadi Panglima TNI, saya nyentuh saja nggak bisa. Nempatkan orang saja nggak bisa. Ini uang rakyat, uang prajurit saya, masa saya nggak tahu gimana sih ini? Bayangkan itu. Panglima TNI punya anggota 500 ribu prajurit, nggak boleh nyentuh Asabri. Akhirnya kejadian seperti kemarin itu kita nggak ngerti. Dengan terbentuknya Komite ini saya yakin nanti akan pengelolanya akan lebih transparan, akuntabel, nggak bisa macem-macem," katanya.
- Ekonomi Lesu, Inilah 4 Perusahaan Sepatu yang Gulung Tikar
- Saham Raksasa Telekomunikasi Tertekan, Apakah Efek Starlink?
- Nasib Pekerja Makin Sulit, Gajinya Kini Bakal Dipotong Tapera
Respons Masyarakat Terhadap Tapera Menurut Pencarian Google
Moeldoko menyampaikan bahwa menurut data dari Google Trends, pencarian terkait Tapera cukup tinggi, menunjukkan minat besar dari masyarakat untuk memahami program ini.
Masyarakat ingin tahu lebih banyak tentang cara kerja Tapera, kepesertaan, dan bagaimana mencairkan saldo Tapera. Moeldoko berpendapat bahwa hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi lebih lanjut sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat.