<p>Presiden Rusia Vladimir Putin/TASS</p>
Dunia

Presiden Putin Disinyalir akan Terapkan “Skenario Korea” di Ukraina

  • Kepala intelijen Ukraina menyampaikan kemungkinan militer Rusia yang akan membelah Ukraina menjadi dua, seperti yang terjadi pada Korea.

Dunia

Fadel Surur

KYIV - Kepala intelijen Ukraina menyampaikan kemungkinan militer Rusia yang akan membelah Ukraina menjadi dua, seperti yang terjadi pada Korea.

Brigadir Jendral Kyrylo Budanov, kepala Badan Intelijen Pertahanan Ukraina, mengatakan bahwa operasi Rusia di Ukraina sejauh ini telah gagal, seperti dikutip dari CNN pada 28 Maret 2022.

Rusia sampai sekarang belum mampu merebut kota-kota besar Ukraina setelah invasi yang telah berjalan selama empat pekan terakhir. 

Menurutnya pasukan Rusia juga tidak akan mungkin mampu menggulingkan pemerintahan Ukraina. Kini, Presiden Vladimir Putin sedang memfokuskan invasi di bagian utara dan selatan negara. 

“Ada alasan meyakini bahwa ia sedang mempertimbangkan ‘skenario Korea’ bagi Ukraina. Artinya, pasukan Rusia akan mencoba menerapkan garis pemisah antara wilayah negara yang telah diduduki dan belum,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa rencana itu yang paling mungkin bisa dilakukan Rusia karena ia percaya Putin tidak akan mampu merebut keseluruhan bagian Ukraina.

Rusia tetap berencana membangun koridor dari perbatasan Rusia ke semenanjung Krimea. Ia juga melihat kemungkinan menggabungkan wilayah yang telah dikuasai menjadi satu. 

“Kami telah melihat upaya menciptakan otoritas ‘paralel’ di daerah yang telah dikuasai dan memaksa penduduknya untuk tidak menggunakan mata uang Ukraina lagi,” katanya. 

Seorang pemimpin dari Republik Rakyat Luhansk yang telah memisahkan diri mengatakan bahwa mereka mungkin akan mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia, seperti dikutip dari Al-Jazeera

Kejadian ini sama seperti yang terjadi pada Krimea di semenanjung Ukraina yang berhasil dikuasai Rusia pada 2014. 

Meski begitu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina menepis pembicaraan mengenai referendum itu. 

“Segala referendum palsu di wilayah yang sementara sedang dikuasai akan tidak berlaku dan tidak akan memiliki validitas hukum,” ujar Oleg Nikolenko kepada Reuters.