Kabel bawah laut membantu memastikan konektivitas internet super cepat di seluruh dunia. (BORIS HORVAT/AFP)
Nasional

Pro-Kontra Ekspor Pasir Laut: Dihentikan Zaman Mega, Dibuka Kembali oleh Jokowi

  • Pengerukan pasir laut juga dapat mempercepat proses erosi pantai. Ketika pasir diambil dari dasar laut, garis pantai kehilangan perlindungan alami dari gelombang dan badai.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Sebanyak 66 perusahaan saat ini tengah mengajukan izin untuk memanfaatkan pasir laut hasil sedimentasi yang bisa diekspor sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023. 

Bila izin sudah keluar, nantinya perusahaan tersebut akan mengeruk pasir laut yang diperoleh melalui proses sedimentasi untuk diekspor guna mendukung kebutuhan industri di berbagai sektor.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah melakukan evaluasi dan verifikasi ketat terhadap seluruh perusahaan yang mengajukan izin. KKP mengklaim proses tersebut rinci dilakukan untuk memastikan setiap perusahaan memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.

Untuk mengajukan izin tersebut, perusahaan diharuskan mematuhi 66 persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) No. 33/2023. Selain itu, izin ekspor hanya akan diberikan untuk pasir laut yang berasal dari hasil sedimentasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Dari 66 perusahaan yang mendaftar, kita teliti, semua aspek kita lihat, belum bicara ekspor, ini masih di dalam negeri. Masih kita lihat sesuai dengan bidding yang kita lakukan di bulan Mei," terang Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Kusdiantoro di Kantor KKP, Selasa, 30 juli 2024 yang lalu.

Sebelumnya, sejak tahun 2003 atau selama 20 tahun, pemerintah telah melarang aktivitas pengerukan pasir laut dan ekspor pasir laut ke luar negeri. Namun, Presiden Jokowi kini mengizinkan ekspor pasir laut dengan alasan untuk keperluan pembersihan atau pengendalian sedimentasi.

Berpotensi Hancurkan Ekosistem

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menanggapi kebijakan pemerintah Jokowi yang membuka kembali ekspor pasir laut dengan emoticon menangis di akun X-nya, @susipudjiastuti, ketika membagikan ulang berita mengenai kebijakan yang pernah dilarang tersebut.

Saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengidentifikasi tujuh lokasi prioritas untuk pembersihan sedimentasi laut yang tersebar di beberapa wilayah, mulai dari Jawa hingga Selat Makassar dan Laut Natuna. 

Lokasi-lokasi tersebut meliputi Kabupaten Demak di Jawa Tengah, Kota Surabaya di Jawa Timur, Kabupaten Cirebon, Indramayu, dan Karawang di Jawa Barat, perairan di sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan di Kalimantan Timur, serta perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan di Provinsi Kepulauan Riau.

Pengerukan pasir laut memiliki potensi besar untuk merusak lingkungan alam. Salah satu dampak utama adalah kerusakan ekosistem laut, terutama bagi habitat alami organisme seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove.

Selain itu, pengerukan pasir dapat menurunkan kualitas air laut. Proses pengerukan sering kali menyebabkan peningkatan kekeruhan air karena partikel-partikel pasir yang terangkat ke permukaan. 

Air yang keruh akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke dasar laut, yang sangat penting bagi kehidupan tanaman laut seperti lamun. Akibatnya, organisme yang bergantung pada air bersih dan cahaya untuk fotosintesis, seperti lamun dan terumbu karang, dapat terganggu.

Pengerukan pasir laut juga dapat mempercepat proses erosi pantai. Ketika pasir diambil dari dasar laut, garis pantai kehilangan perlindungan alami dari gelombang dan badai. 

Hal ini dapat menyebabkan hilangnya daratan di daerah pesisir, yang berdampak pada ekosistem pantai dan bahkan infrastruktur manusia yang ada di sepanjang pesisir. Erosi yang berkelanjutan dapat memperburuk bencana alam seperti banjir dan longsor di wilayah pesisir.

Terakhir, pengerukan pasir laut juga berpotensi mengubah pola arus laut, yang pada gilirannya dapat mengganggu siklus alami sedimentasi dan distribusi nutrisi di perairan. 

Perubahan arus laut bisa memengaruhi distribusi plankton dan ikan, yang sangat bergantung pada arus untuk distribusi makanan. Jika siklus ini terganggu, maka produktivitas laut dan kelangsungan hidup spesies tertentu dapat terancam.