<p>Penaikkan cukai rokok dapat mempengaruhi gerak saham emiten rokok. Dua dari lima emiten rokok yang melantai di bursa efek telah masuk dalam Indeks LQ45 yakni PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Sedangkan, tiga emiten lain yang tidak masuk LQ45 adalah PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), PT Bentoel International Tbk (RMBA), dan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC). / Rokokindonesia.com</p>
Nasional

Pro-Kontra Penaikan Cukai Rokok 19 Persen di Gedung DPR

  • Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok sebesar 17% hingga 19% pada tahun 2021. Kabar inipun menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak.

Nasional
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok sebesar 17% hingga 19% pada tahun 2021. Kabar inipun menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak.

Anggota Komisi XI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hendrawan Supratikno mengatakan, terdapat urgensi untuk mendapatkan penerimaan negara yang tinggi di masa pandemi dan resesi saat ini.

Ia bilang, industri rokok yang selama ini sudah jadi andalan, akan semakin diandalkan untuk menambah penghasilan negara. Perokokpun yang saat ini setengah “dimusuhi” diharapkan jadi penolong.

“Semua pihak harus ikut berbagi beban. Industri kretek, industri dalam negeri yang sering dicemooh, dalam keadaan sulit memang kembali jadi penyelamat,” ujarnya kepada TrenAsia.com, Kamis 12 November 2020.

Sementara itu, rekan Hendrawan di Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin menjelaskan bahwa, industri sigaret kretek tangan (SKT) Tanah Air saat ini hanya dikuasai oleh perusahaan besar.

Ia pun memastikan bahwa kenaikan tarif cukai hasil tembakau jangan sampai menguntungkan industri rokok putih. Selain itu, Didi menilai perlu adanya upaya penyerapan hasil tembakau ke industri lain selain rokok, misalnya produk kecantikan.

Menurutnya, pemerintah juga harus mulai mengupayakan peralihan dari tanaman tembakau, khususnya yang sudah tidak produktif, ke tanaman lain. Meskipun begitu, ia mengaku hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan instan, mengingat proses alih profesi bukanlah hal mudah.

“Hal lain yang perlu dicermati, sebenarnya berapa banyak kebun tembakau milik pabrik sendiri untuk mengamankan supply-nya. (Ini) agar tak juga salah subsidi,” tutup Didi.

Ilustrasi perkebunan tembakau / Foto: Balittas.litbang.pertanian.go.id

Kenaikan Cukai Tak Tepat

Masih di Komisi XI, Anis Byarwati dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan rencana kebijakan kenaikan cukai tembakau perlu ditimbang matang. Sebab, baginya kebijakan tersebut tidak sejalan dengan tren jumlah perokok usia dini dalam beberapa tahun terakhir.

“Di saat terjadi penurunan volume produksi rokok dan penurunan jumlah pabrikan rokok yang signifikan, ternyata jumlah perokok usia dini meningkat dari 7,2 persen di tahun 2013, menjadi 9,1 persen di tahun 2018,” tuturnya.

Lebih lanjut, Anis menuturkan bahwa industri hasil tembakau (IHT) memiliki peran penting dalam menyumbang penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau. IHT yang bersifat padat karya pun mampu menyerap jutaan tenaga kerja dalam rantai produksi maupun distribusi.

“Karena itu, kenaikan cukai tak tepat dilakukan di tengah masyarakat, sedangkan banyak yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Sementara kebijakan ini berpotensi terjadinya PHK karyawan,” pungkasnya. (SKO)