<p>Gedung laboratorium PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) / Prodia.co.id</p>
Gaya Hidup

Prodia Layani Pemeriksaan Spike RBD untuk Ukur Respons Antibodi terhadap COVID-19

  • Layanan ini bisa dimanfaatkan oleh seseorang yang pernah didiagnosis positif COVID-19, pasien pascavaksinasi, dan terapi plasma konvalesen (skrining pendonor dan pemantauan resipien).

Gaya Hidup

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) kini melayani pemeriksaan Anti SARS-CoV-2 Kuantitatif atau Spike-Receptor Binding Domain/Spike-RBD untuk mengukur titer antibodi terhadap virus COVID-19.

Layanan ini bisa dimanfaatkan oleh seseorang yang pernah didiagnosis positif COVID-19, pasien pascavaksinasi, dan terapi plasma konvalesen (skrining pendonor dan pemantauan resipien).

Pada pasien yang pernah divaksin, umumnya pemeriksaan ini dilakukan 14 hari setelah dosis terakhir diberikan. Bisa pula secara berkala setiap 3-6 bulan untuk para penyintas, dan pemeriksaan bagi pendonor plasma konvalesen akan dilakukan sebelumnya.

Direktur Utama Prodia Dewi Muliaty menjelaskan, fungsi dari pemeriksaan ini untuk mengevaluasi respons imun individu terhadap virus SARS-CoV-2.

“Jadi, dokter bisa menilai perubahan relatif respons imun dari waktu ke waktu dalam bentuk numerik,” mengutip keterangan tertulis, Sabtu, 30 Januari 2021.

Pemeriksaan ini, kata dia, menggunakan titer antibodi terhadap protein khusus dari virus, yaitu bernama spike-RBD. Menurutnya, pembentukan antibodi tidak hanya oleh vaksinasi, tetapi juga bisa dari infeksi alami.

Adapun perbedaan dengan pemeriksaan Anti SARS-CoV-2 kualitatif terletak pada target protein yang digunakan, yakni Nucleocapsid (N) dan Spike-RBD. Pada receptor binding domain (RBD), protein yang kedua digunakan oleh virus untuk masuk ke dalam sel manusia melalui ikatan dengan reseptor ACE-2.

Apabila antibodi terhadap protein S-RBD pada seseorang telah terbentuk, maka ia akan melakukan blocking terhadap virus yang masuk sehingga tidak dapat bereplikasi. Ke depan, diharapkan antibodi dapat bertahan selama satu tahun. Meskipun demikian, lama bertahannya antibodi terhadap SARS-CoV-2 dalam tubuh berbeda-beda setiap orang. (SKO)