<p>Pemilik toko yang juga Anggota APVI, Rhomedal (kanan) memasang stiker himbauan di toko Vapepackers, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Kegiatan ini merupakan sosialisasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba pada produk tembakau alternatif atau rokok elektrik melalui gerakan sosial bertajuk “Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK)” yang juga telah dilakukan di Denpasar, Bali, dan Bandung, Jawa Barat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Produk Tembakau Alternatif Bisa Menjadi Solusi Tekan Angka Perokok

  • JAKARTA – Jumlah perokok Indonesia menempati urutan tertinggi di Asia Tenggara. Sementara jika dibandingkan di seluruh dunia, urutan prevalensi merokok ini ada di angka tiga, setelah Tiongkok dan India. Konsep pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif pun dinilai dapat menjadi solusi bagi pengurangan jumlah perokok. Hal ini dilakukan lewat produk alternatif, seperti tembakau […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Jumlah perokok Indonesia menempati urutan tertinggi di Asia Tenggara. Sementara jika dibandingkan di seluruh dunia, urutan prevalensi merokok ini ada di angka tiga, setelah Tiongkok dan India.

Konsep pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif pun dinilai dapat menjadi solusi bagi pengurangan jumlah perokok. Hal ini dilakukan lewat produk alternatif, seperti tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, snus, dan kantung nikotin.

Akademisi dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran (UNPAD) Ardini Raksanagara mengatakan, salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi angka perokok, yakni dengan mendorong penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Meskipun demikian, ia mengakui cara tersebut belum efektif dalam implementasinya.

“Di negara maju, dari tahun ke tahun jumlah prevalensi perokok menurun. Sementara di Indonesia malah meningkat,” ujar Ardini saat dihubungi via sambungan telepon, beberapa waktu lalu.

Konsep Pengurangan Bahaya Tembakau

Maka, solusi lain untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia dapat diterapkan dengan konsep pengurangan bahaya tembakau. Diketahui, solusi ini sudah teruji keberhasilannya di sejumlah negara.

Selain pada tembakau, konsep ini sudah terlebih dahulu diterapkan pada produk yang memiliki risiko tinggi lainnya, seperti gula dan garam.

“Intinya konsep ini adalah mengurangi bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh zat yang digunakan,” kata Ardini.

Melalui konsep pengurangan bahaya tembakau, perokok dewasa disarankan untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang memiliki risiko jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok.

“Konsep ini diterapkan agar para pengguna masih bisa menikmati nikotin yang dibutuhkan, tetapi tidak melalui proses pembakaran seperti rokok sehingga risikonya jauh menurun,” katanya.

Saat seseorang merokok, lanjutnya, mereka tidak hanya memperoleh nikotin, melainkan juga menghirup asap yang mengandung TAR.

Seperti diketahui, zat ini merupakan penyebab utama dari timbulnya berbagai penyakit berbahaya. Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker. Dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR.

“Banyak dampak yang dihasilkan oleh TAR, yang paling membahayakan adalah timbulnya kanker, mulai dari kanker rongga mulut, kanker di laring, sampai kanker paru-paru,” ujarnya.

Sementara itu, berbeda dengan rokok, produk tembakau alternatif tidak melalui proses pembakaran saat digunakan. Pada rokok elektrik, misalnya, produk ini memanaskan cairan nikotin atau tembakau pada suhu terkontrol sehingga mengurangi kandungan zat berbahaya di dalamnya.

“Selain itu, ada juga produk tembakau alternatif yang pemakaiannya dengan cara dikunyah dan ditempel,” kata Ardini.

Oleh karena itu, jika perokok dewasa beralih ke produk tembakau alternatif, mereka masih bisa memperoleh nikotin dengan risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok.

“Nikotin dapat melepaskan hormon dopamin dan hormon endorfin yang dapat membuat seseorang menjadi lebih tenang dan gembira. Namun, dampak negatifnya dapat membuat orang ketergantungan,” tutupnya. (RCS)