logo
Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menggelar aksi unjuk rasa nasional di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Selasa, 10 Oktober 2024. 

Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Produksi Rokok Menyusut, Penerimaan Cukai Makin Ciut

  • Penurunan produksi rokok pada akhir tahun 2024 berdampak signifikan terhadap penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada awal tahun 2025.

Nasional

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Kementerian Keuangan merilis laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Januari 2025, yang mencatat penerimaan cukai hingga Februari 2025 sebesar Rp39,6 triliun. Angka ini mengalami penurunan 2,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Salah satu penyebab utama penurunan ini adalah turunnya produksi rokok pada akhir tahun 2024. Dampaknya terlihat jelas pada penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di awal 2025, yang tercatat sebesar Rp38,4 triliun atau turun 2,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan produksi rokok pada November dan Desember 2024 sebesar 5,2% menjadi faktor utama, karena produksi pada periode tersebut menjadi basis perhitungan penerimaan CHT untuk Januari dan Februari 2025.

Selain itu, penerimaan cukai dari minuman mengandung etil alkohol (MMEA) juga mengalami penurunan. Hingga Februari 2025, penerimaan MMEA tercatat sebesar Rp1,1 triliun, turun 7,6% (yoy), seiring dengan turunnya produksi MMEA sebesar 11,5%.

Data produksi rokok dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pola fluktuatif. Menurut catatan TrenAsia, pada tahun 2005, total produksi rokok tercatat sekitar 235 miliar batang. Angka ini terus meningkat hingga mencapai 279,4 miliar batang pada 2011 dan memuncak di angka 323,9 miliar batang pada 2022. Namun, sejak 2013 hingga 2021, produksi rokok menunjukkan tren penurunan rata-rata sebesar 3,56 miliar batang per tahun. Pada 2019, produksi sempat mencapai 357 miliar batang, namun turun menjadi 318 miliar batang pada 2023.

Penurunan ini tidak lepas dari berbagai faktor, salah satunya kenaikan tarif cukai tembakau. Pemerintah menaikkan tarif cukai tembakau sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024, yang diperkirakan turut mendorong penurunan produksi industri hasil tembakau sekitar 10%. Selain kenaikan cukai, kebijakan regulasi yang semakin ketat terhadap penjualan rokok juga turut mempengaruhi tren produksi dalam beberapa tahun terakhir.

Kinerja Bea Cukai

Secara keseluruhan, hingga akhir Februari 2025, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai tercatat sebesar Rp52,6 triliun atau setara 17,5% dari target APBN 2025. Dari total tersebut, penerimaan bea keluar mencatatkan pertumbuhan signifikan, mencapai Rp5,4 triliun atau naik 92,9% (yoy).

Peningkatan penerimaan bea keluar terutama didorong oleh lonjakan bea keluar produk sawit. Hingga Februari 2025, penerimaan dari produk sawit tercatat Rp5,3 triliun, melonjak 852,9% (yoy). Kenaikan ini sejalan dengan meningkatnya harga crude palm oil (CPO) yang mencapai USD955 per metrik ton (MT) pada Februari 2025, jauh lebih tinggi dibandingkan harga pada tahun 2024 sebesar USD806/MT.

Namun demikian, dua komponen penerimaan lainnya, yakni bea masuk dan cukai, menunjukkan tren penurunan. Hingga Februari 2025, penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp7,6 triliun atau turun 4,6% (yoy). Penurunan ini salah satunya dipengaruhi oleh tidak adanya impor beras sejak awal tahun 2025, sehingga penerimaan bea masuk dari komoditas tersebut tidak tercatat.

Berikut adalah data penerimaan cukai secara total dalam lima tahun terakhir:

TahunTotal Penerimaan Cukai (Rp Triliun)
2020176,3
2021188,8
2022198,9
2023210,0
2024225,7

Sementara itu, penerimaan cukai hasil tembakau tetap menjadi andalan utama dalam struktur penerimaan cukai nasional. Berikut rinciannya:

TahunPenerimaan Cukai Hasil Tembakau (Rp Triliun)
2020164,9
2021172,9
2022180,5
2023190,2
2024204,3