Profil 8 Hakim Konstitusi yang Bakal Putuskan Sengketa Pilpres 2024
- Berikut adalah 8 profil sekaligus rekam jejak 8 hakim yang terlibat dalam pengambilan keputusan sengketa pilpres 2024.
Nasional
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2024 hari ini, pada Rabu, 27 Maret 2024. Sebelumnya, MK telah menerima dua laporan PHPU yang diajukan oleh kubu Anies - Muhaimin dan Ganjar - Mahfud.
Juru bicara MK, Fajar Laksono, mengatakan, pemeriksaan dua perkara itu akan dilakukan secara terpisah. “Ada dua perkara, pagi dulu jam 08.00 WIB itu perkara 01 kemudian siang jam 13.00 WIB sampai selesai itu perkara,” kata Fajar di Gedung MK RI, Jakarta Pusat, pada Selasa, 26 Maret 2024.
Sidang gugatan ini akan melibatkan 8 hakim konstitusi. Anwar Usman, yang merupakan paman dari salah satu peserta pilpres, Gibran Rakabuming Raka, tidak akan ikut bersidang. Dengan demikian, hanya akan ada 8 hakim yang terlibat dalam pengambilan keputusan sengketa pilpres.
- Saham POLU hingga IDPR Top Gainers Kala IHSG Dibuka Turun
- KAI Sediakan 480 Tiket Gratis untuk Pemudik Jakarta-Semarang, Pendaftaran Dibuka Hari Ini
- Pendapatan Lippo Karawaci (LPKR) Kerek Laba Bersih Ratusan Persen
Berikut adalah 8 profil sekaligus rekam jejak 8 hakim yang terlibat dalam pengambilan keputusan sengketa pilpres 2024.
Suhartoyo
Pada 17 Januari 2015, Suhartoyo, sebelumnya menjabat sebagai Hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar, lalu terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang masa jabatannya berakhir pada 7 Januari 2015.
Suhartoyo memulai karirnya sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung pada 1986. Setelah itu, ia menjabat sebagai hakim di beberapa Pengadilan Negeri hingga tahun 2011, termasuk Hakim di PN Curup (1989), PN Metro (1995), PN Tangerang (2001), dan PN Bekasi (2006). Kemudian, ia menjabat sebagai Hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar.
Selain itu, Suhartoyo juga telah mengemban berbagai jabatan di berbagai Pengadilan Negeri, seperti Wakil Ketua PN Kotabumi pada 1999, Ketua PN Praya pada 2004, Wakil Ketua PN Pontianak pada tahun 2009, Ketua PN Pontianak pada 2010, Wakil Ketua PN Jakarta Timur pada tahun 2011, dan Ketua PN Jakarta Selatan pada tahun 2011.
Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Islam Indonesia pada tahun 1983. Selanjutnya, ia memperoleh gelar master dari Universitas Taruma Negara pada tahun 2003, dan gelar doktor dari Universitas Jayabaya pada tahun 2014.
Saldi Isra
Saldi Isra merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Andalas, yang diangkat sebagai hakim konstitusi oleh Presiden Joko Widodo pada 11 April 2017. Ia dilantik menggantikan Patrialis Akbar, yang menjabat sebagai hakim konstitusi dari tahun 2017 - 2022. Saldi Isra lahir pada 20 Agustus 1968.
Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas pada tahun 1995, kemudian melanjutkan studi S2 di Institute of Postgraduate Studies and Research University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2001. Gelar doktornya diraih dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 2009.
Saat menempuh pendidikan S1, Saldi mendapat predikat Summa Cum Laude. Setelah menyelesaikan pendidikan S1, ia menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum pindah ke Universitas Andalas, Padang. Selama hampir 22 tahun, Saldi telah mengabdi sebagai dosen di Universitas Andalas sambil menyelesaikan pendidikan pascasarjana.
Pada tahun 2001, ia memperoleh gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia. Lalu, pada tahun 2009, ia menyelesaikan pendidikan doktornya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dengan predikat lulus Cum Laude. Sebuah tahun kemudian, ia diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Andalas.
Arief Hidayat
Arief Hidayat diangkat oleh Presiden ke-6 Republik Indonesia yaitu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai salah satu dari sembilan hakim konstitusi pada 1 April 2013, menggantikan Mahfud MD. Saat itu, Arief mengambil alih posisi yang sebelumnya dijabat Mahfud sejak tahun 2008.
Ketika menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI, Arief, yang merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, menyajikan makalah bertajuk ‘Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945.’
Konsistensi dalam presentasinya membuatnya dianggap pantas menjadi hakim konstitusi, dengan meraih dukungan 42 suara dari total 48 anggota Komisi III DPR.
Setelah dua tahun menjabat sebagai hakim konstitusi, ia terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2014-2017, menggantikan Hamdan Zoelva yang masa jabatannya berakhir pada 7 Januari 2015. Sebelum menjabat sebagai hakim MK, dia memulai karirnya sebagai staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Selain itu, ia juga menjadi Dosen Luar Biasa di beberapa program S2 dan S3 di berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia. Pada tahun 2008, Arief meraih gelar Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Enny Nurbaningsih
Wanita kelahiran 27 Juni 1962 ini rela merantau dari Pangkal Pinang ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Enny meraih gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1981, dan memperoleh gelar doktor pada tahun 2005 di universitas yang sama.
Tak hanya menjadi seorang pengajar, ia juga terlibat aktif dalam organisasi terkait dengan ilmu hukum yang digelutinya, yaitu ilmu hukum tata negara. Parliament Watch yang ia bentuk bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 - 2013 Mahfud MD pada 1998 silam. Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator.
Enny Nurbaningsih terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh
Ia lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 15 Desember 1964, Daniel merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara, yang lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes. Saat ia menamatkan Sekolah Dasar (SD) GMIT 2 di Kabupaten Kefamenanu, ia mendapat nilai pas-pasan.
Idealisme sang ayah yang mengharuskan setiap anaknya memperoleh nilai yang bagus, membuat Daniel mengulang kembali kelas VI SD Inpres Oetete II Kupang. Hal ini menyebabkan ia mengulang kembali kelas VI SD bersama dengan adiknya. Karena itulah, Daniel memiliki dua ijazah SD.
Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Kupang, ia mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada 1985, pilihan pertama di Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang, dan ia resmi menjadi mahasiswa di fakultas tersebut.
Daniel dipilih oleh Presiden Joko Widodo untuk menggantikan I Dewa Gede Palguna yang pensiun pada 7 Januari 2020. Ia menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.
Sebelum diangkat menjadi Hakim Konstitusi, ia pernah menjadi dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia dan dosen tetap di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya dengan jabatan fungsional sebagai Asisten Ahli. Selama menjadi dosen di Unika Atma Jaya, ia pernah dipercaya sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum.
Guntur Hamzah
Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 8 Januari 1965, ia menyelesaikan pendidikan sarjana hukum (S1) di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, pada tahun 1988. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan magister hukum (S2) di Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung, pada tahun 1995.
Selanjutnya, ia meraih gelar doktor (S3) di Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, pada tahun 2002, dengan predikat kelulusan cumlaude.
Sejak Februari 2006, Guntur Hamzah menjabat sebagai Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, ia memiliki pangkat Pembina Utama dan golongan IV/e.
Pada tahun 2007, ia diberi tugas untuk menjajaki kerja sama akademik antara Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin dengan Fakultas Hukum, Ekonomi, dan Tata Pemerintahan Universitas Utrecht di Belanda.
Pada tahun 2009, ia mengikuti short course program student centred learning di Universitas Maastricht dan Universitas Utrecht, Belanda. Selanjutnya, dari tahun 2010 hingga 2011, ia mengikuti Program Academic Recharging (PAR-B) di Fakultas Hukum, Ekonomi, dan Tata Pemerintahan, Universitas Utrecht, Belanda.
Di Universitas Hasanuddin, Guntur Hamzah menjabat dalam berbagai peran akademik, termasuk sebagai Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Unhas, Sekretaris Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas, Ketua Program Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas, dan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unhas.
Di samping perannya sebagai Hakim Konstitusi, ia juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) periode 2021-2025, berdasarkan hasil Musyawarah Nasional VI yang diadakan di Samarinda pada 3-4 Februari 2021.
Selain itu, pada awal Oktober 2022, dia ditunjuk sebagai Ketua Ikatan Alumni Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (IKA SPS Unair) Surabaya untuk periode 2022-2025.
Ridwan Mansyur
Ridwan Mansyur lahir di Lahat, Sumatera Selatan, pada 1959. Ia menyelesaikan Pendidikan dasarnya di SD Negeri 12 Lahat, Sumatera Selatan, pada 1972. Lalu, melanjutkan pendidikan menengah di tempat kelahirannya pada 1975, dan setelah lulus dari SMP, ia melanjutkan studi tingkat atas di SMA Xaverius 1 Palembang, yang berhasil diselesaikannya pada tahun 1979.
Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, meraih gelar sarjana pada tahun 1984. Pasca lulus dari program magister hukum, ia melanjutkan program doktoralnya di Universitas Padjadjaran Bandung, dan berhasil meraih gelar doktor pada tahun 2010.
Ridwan Mansyur memulai karirnya sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bekasi pada 1986. Kemudian menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Muara Enim pada tahun 1989. Pada tahun 1992, setelah dua setengah tahun, ia pindah tugas menjadi hakim di Pengadilan Negeri Arga Makmur Bengkulu Utara.
Tahun 1998, ia dipindahkan sebagai hakim di Pengadilan Negeri Cibinong. Setelah mengikuti short course di UTS Sidney dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), ia mendapatkan mutasi sebagai hakim di Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat pada pertengahan tahun 2006.
Pada tahun 2006, ia diangkat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Purwakarta. Setahun berikutnya, ia kembali dipercayakan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batam. Pada tahun 2008, ia naik jabatan menjadi Ketua Pengadilan Negeri Batam.
Di tahun 2010, dia dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Palembang Klas IA Khusus. Selanjutnya, ia dinaikkan pangkat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Jakarta dan kemudian ditunjuk sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) selama lima tahun (2012 - 2017).
Pertengahan 2017, dia ditugaskan menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung hingga akhir tahun 2018. Kemudian, pada akhir tahun 2018, ia dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang sebagai Wakil Ketua.
Setelah dua tahun di sana, pada tahun 2020, ia naik jabatan menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Semarang. Namun, belum genap setahun dalam jabatan itu, tepatnya pada 3 Februari 2021, Ridwan Mansyur dipercaya sebagai Panitera Mahkamah Agung. Pada tanggal 3 Oktober 2023, ia terpilih sebagai hakim konstitusi dari unsur yudikatif (Mahkamah Agung) dan dilantik pada 9 Desember 2023.
Arsul Sani
Arsul Sani adalah seorang politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mewakili Daerah Pemilihan Jawa Tengah X. Lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, ia menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1982-1987.
Arsul melanjutkan studi dalam Ilmu Komunikasi di STIKOM, The London School of Public Relations pada tahun 2005-2007. Pada tahun 2011, ia mengambil pendidikan di bidang Justice & Policy di Glasgow Caledonian University, Inggris.
Selama periode 2014-2019, Arsul telah menjabat sebagai anggota DPR RI. Pada Pemilu 2019, ia kembali terpilih sebagai Anggota DPR dan menjabat di Komisi III. Saat ini, Arsul menjabat sebagai Wakil Ketua MPR.
Arsul Sani menjadi hakim konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams yang pensiun sejak 17 Januari 2024. Pengesahan dan pelantikannya sebagai hakim MK diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta pada Kamis, 18 Januari 2024, dengan Presiden Joko Widodo sebagai saksi.
Pengangkatannya dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor 102P Tahun 2023 yang ditetapkan pada 24 Oktober 2023. Sebelum menjadi hakim MK, Arsul Sani adalah seorang politikus dari Partai Persatuan Pembangunan, yang aktif di Senayan dan kerap menyoroti kebijakan pembentukan undang-undang serta koordinasi antar lembaga.
Penetapan Arsul Sani sebagai Hakim MK telah disetujui dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada 3 Oktober 2023, melalui musyawarah mufakat dari sembilan fraksi di DPR.