Profil Adrian Gunadi, Mantan CEO Investree yang Diduga Terlibat Fraud
- Dugaan fraud itu pun turut menyeret nama Adrian Gunadi, Co-Founder dari Investree sekaligus mantan Chief Executive Officer (CEO) sebelum akhirnya ia mengundurkan diri beberapa waktu lalu.
Fintech
JAKARTA – Penyelenggara layanan Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending PT Investree Radhika Jaya tengah menjadi sorotan karena adanya dugaan fraud terkait dengan gagal bayar kepada para lender.
Dugaan fraud itu pun turut menyeret nama Adrian Gunadi, Co-Founder dari Investree sekaligus mantan Chief Executive Officer (CEO) sebelum akhirnya ia mengundurkan diri beberapa waktu lalu.
Pengunduran diri ini pun lantas menarik perhatian publik karena Investree sendiri tengah dirundung oleh permasalahan kredit macet yang berujung kepada dugaan fraud.
Dalam istilah ekonomi, fraud adalah kecurangan dalam laporan keuangan dengan sengaja untuk menipu pemilik hak dari laporan keuangan tersebut.
Contoh fraud adalah penipuan pajak, penipuan kartu kredit, penipuan sekuritas, dan penipuan-penipuan keuangan yang lain. Fraud sendiri dapat dilakukan oleh satu individu, kelompok maupun perusahaan secara utuh.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian dari apa itu fraud adalah serangkaian ketidakberesan (irregularities) dan perbuatan melawan hukum (illegal act) yang dilakukan oleh suatu pihak guna mendapatkan keuntungan pribadi.
Baca Juga: Wanprestasi, Investree Digugat Lagi 11 Lender
Investree dan Kontroversi Kredit Macet
Pengunduran diri Adrian Gunadi pada akhir Januari 2024 menjadi sorotan setelah data resmi dari Investree menunjukkan rasio tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) mencapai angka yang mencemaskan, yakni 16,44% per 30 Januari 2023.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ambang batas TWP90 seharusnya tidak lebih dari 5%. Situasi ini menunjukkan tingginya tingkat kelalaian penyelesaian kewajiban kepada pemberi pinjaman (lender) di platform Investree.
Dalam beberapa hari terakhir, perusahaan juga terlibat dalam sidang gugatan oleh sejumlah pemberi pinjaman terkait dengan wanprestasi.
Profil Adrian Gunadi: Dari Perbankan ke Dunia Fintech
Adrian Gunadi, sebelum terjun ke dunia Fintech P2P Lending, memiliki pengalaman yang panjang di sektor keuangan. Ia memulai kariernya pada tahun 1998 hingga 2022 di Citi Bank, di mana ia menjabat sebagai manajer produk kas dan perdagangan.
Lulusan S1 Universitas Indonesia jurusan akuntansi angkatan 1995 ini kemudian meraih gelar Master of Business Administration (MBA) dari Rotterdam School of Management, Erasmus University, pada tahun 2002–2003.
Pada tahun 2005, Adrian kembali ke dunia perbankan dengan mengemban peran sebagai ahli struktur produk di Standard Chartered Bank, Dubai, Uni Emirat Arab (UAE), hingga tahun 2007.
Setelah itu, ia memegang posisi sebagai kepala perbankan syariah di Permata Bank di Indonesia dari tahun 2007 hingga 2009.
Tak berhenti di situ, Adrian Gunadi terus melanjutkan karier dengan mengepalai divisi retail banking di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dari Juni 2009 hingga September 2015.
Pada Oktober 2015, Adrian bersama timnya mendirikan Investree, di mana ia menjabat sebagai Co-Founder dan CEO hingga pengunduran dirinya baru-baru ini.
Isu Investree Akan Ditutup
Mundurnya Adrian Gunadi berdekatan dengan menyeruaknya isu mengenai penutupan operasional Investree seiring dengan indikasi gagal bayar kepada para lender.
Dalam kaitannya dengan hal ini, OJK memberikan tanggapannya terkait beberapa pertanyaan krusial yang mencakup pengembalian izin, sanksi Cabut Izin Usaha (CIU), polemik gagal bayar lender, dan rasio kredit macet Investree.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, menyatakan bahwa hingga saat ini, OJK belum menerima pengembalian izin dari pihak Investree.
Terkait sanksi, OJK menjelaskan bahwa selama belum ada pemenuhan, pihaknya akan menerapkan sanksi lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Secara berbarengan dengan pendalaman yang dilakukan, OJK saat ini juga intens melakukan koordinasi dengan Investree terkait informasi yang beredar di masyarakat,” ujar Agusman melalui jawaban tertulis beberapa waktu lalu.
Dalam upaya penanganan isu ini, OJK telah intens melakukan koordinasi dengan Investree untuk memperoleh informasi yang akurat.
Agusman menyampaikan bahwa OJK telah mengadakan beberapa kali pertemuan dengan perusahaan tersebut sebagai bentuk pengawasan offsite.
Saat ini, Investree sudah dikenakan sanksi administratif karena melanggar ketentuan yang berlaku. OJK terus melakukan pemantauan dan memastikan pemenuhan, dan apabila ditemukan pelanggaran lebih lanjut, sanksi administratif akan diberlakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
OJK juga tengah melakukan pendalaman atas kasus Investree, khususnya terkait rasio kredit macet yang mencapai 12,8%. Agusman menjelaskan bahwa kredit macet disebabkan oleh pengaruh pandemi COVID-19 terhadap bisnis borrower existing yang belum pulih.
OJK memberikan imbauan kepada Investree untuk mengatasi situasi ini dengan serius. Investree diminta untuk merumuskan strategi yang efektif dalam menangani kredit macet, memberikan dukungan kepada borrower yang terdampak, dan memastikan pemulihan ekonomi secara bertahap.
Baca Juga: Investree Diisukan Akan Menutup Operasional, Begini Kata OJK
Gugatan Masih Datang dari Para Lender
Investree menambah lagi daftar permasalahan wanprestasi setelah datang gugatan dari 11 peminjam atau lender.
Pada Senin, 26 Februari 2024, para Penggugat mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) dengan nomor perkara 210/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Penggugat Investree terbagi menjadi dua, yakni individu dan institusi.
Penggugat individu dalam hal ini yaitu Andreas Kartawidjaja, Bernadette Marini, Vincentia Septi Smaratika, Purnama Putra, Louis Herlinda, Rut Ria Widiawati, Wesli Tambunan, Diana Ross, Supardi, dan Adam Arisprayoga. Sementara itu, Penggugat institusi adalah PT Inovasi Niaga Indonesia.
Sebanyak 11 penggugat didampingi oleh kuasa hukum Grace Bintang Hidayanti Sihotang, dan perkara ini memiliki nilai sengketa sebesar Rp10 juta.
Menurut informasi yang tersedia, sidang pertama akan jatuh pada hari Rabu, 13 Maret 2024. Namun demikian, jajaran majelis hakim belum bisa dipublikasikan.
Hingga berita ini ditulis, belum ada petitum atas gugatan yang dilayangkan kepada Investree. Akan tetapi, apabila merujuk kepada jejak Investree dalam beberapa waktu ke belakang dan mengingat gugatan ini tercatat sebagai gugatan wanprestasi, maka dapat diasumsikan bahwa gugatan ini berhubungan dengan kasus gagal bayar kepada para lender.
Ditambah lagi, kuasa hukum yang andil dalam persoalan ini adalah kuasa hukum yang sebelumnya mendampingi juga kasus gugatan yang dilayangkan oleh para lender dengan gugatan wanprestasi.
Sebelum gugatan yang didaftarkan 26 Februari 2024, ada juga gugatan yang diajukan oleh sembilan lender dengan dasar perkara wanprestasi atau gagal bayar, dan telah terdaftar pada 31 Januari 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 123/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL.
Dalam gugatan tersebut, nilai klaim yang diajukan mencapai Rp2,25 miliar. Ini merupakan gugatan ketiga yang diarahkan kepada Investree, menyusul dua perkara sebelumnya.
Perkara pertama, dengan nomor 43/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL, terdaftar pada 11 Januari, sementara perkara kedua dengan nomor 1177/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL, terdaftar pada 5 Desember 2023.
Ketiga perkara ini melibatkan Grace Sihotang sebagai kuasa hukum yang ditunjuk oleh para pemberi pinjaman Investree.