logo
Ilustrasi pengadilan (Freepik/Racool_studio)
Nasional

Profil Agam Syarif Baharuddin, Hakim Penerima Suap Kasus Korupsi CPO

  • Agam merupakan satu dari tiga hakim yang diduga terlibat dalam skandal hukum tersebut. Vonis lepas yang dijatuhkan terhadap tiga perusahaan besar itu menimbulkan kejanggalan karena bertolak belakang dengan tuntutan jaksa yang nilainya mencapai triliunan rupiah.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Nama Agam Syarif Baharuddin mendadak menjadi sorotan publik setelah ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). 

Agam merupakan satu dari tiga hakim yang diduga terlibat dalam skandal hukum tersebut. Vonis lepas yang dijatuhkan terhadap tiga perusahaan besar itu menimbulkan kejanggalan karena bertolak belakang dengan tuntutan jaksa yang nilainya mencapai triliunan rupiah.

Namun, siapa sebenarnya Agam Syarif Baharuddin? Bagaimana perjalanan kariernya di dunia peradilan? Dan seperti apa laporan harta kekayaannya?

Latar Belakang dan Pendidikan

Agam Syarif Baharuddin lahir di Bogor pada 24 Maret 1969. Ia merupakan seorang hakim karier yang telah lama berkecimpung dalam dunia peradilan. Pendidikan tingginya ditempuh di Universitas Syiah Kuala, tempat ia meraih gelar sarjana hukum. 

Tak berhenti di situ, ia kemudian melanjutkan studi pascasarjana dan berhasil memperoleh gelar Magister Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Latar belakang pendidikannya yang kuat menjadi bekal Agam dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum. Selama kariernya, ia telah ditempatkan di berbagai wilayah di Indonesia dan mengemban berbagai jabatan penting di lingkungan peradilan.

Karier di Dunia Peradilan

Agam Syarif Baharuddin tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (PN) Demak. Ia juga pernah bertugas di sejumlah pengadilan di wilayah Jawa Tengah sebelum akhirnya ditempatkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Salah satu perkara penting yang pernah ia tangani adalah kasus kerumunan di Megamendung yang melibatkan Habib Rizieq Shihab. Dalam kasus tersebut, Agam bertugas sebagai salah satu hakim di PN Jakarta Timur.

Nama Agam kemudian mencuat ke permukaan setelah terlibat dalam putusan kontroversial di PN Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025. Saat itu, ia menjadi bagian dari majelis hakim yang memutus vonis lepas terhadap tiga terdakwa korporasi dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Vonis Lepas dan Dugaan Suap

Keputusan untuk membebaskan ketiga korporasi besar tersebut dari tuntutan jaksa memicu polemik luas. Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut ganti rugi dalam jumlah fantastis: Rp937 miliar kepada Permata Hijau Group, Rp11,8 triliun kepada Wilmar Group, dan Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group. Namun, majelis hakim yang dipimpin oleh Agam justru menjatuhkan vonis lepas, yang kemudian diduga sebagai hasil dari praktik suap.

Dalam proses penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, terungkap bahwa vonis tersebut tidak lepas dari intervensi dan skenario yang telah dirancang oleh sejumlah pihak. 

Baca Juga: Tiga BPD Tersandung Masalah Serius: Korupsi, Kredit Fiktif, dan Gangguan Layanan

Selain Agam, dua hakim lain yang ikut menetapkan vonis lepas adalah Ali Muhtaro dan Djuyamto. Ketiganya diduga bersekongkol dengan beberapa pihak lain, termasuk Ketua PN Jakarta Selatan saat itu, Muhammad Arif Nuryanta; pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto; serta Wahyu Gunawan yang menjabat sebagai panitera muda di PN Jakarta Utara.

Marcella dan Ariyanto diketahui merupakan kuasa hukum dari ketiga korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus minyak goreng tersebut. Melalui koneksi dan pengaruh mereka, keputusan pengadilan diduga telah direkayasa agar ketiga perusahaan tersebut dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

Temuan Barang Bukti dan Dugaan Gratifikasi

Skandal ini akhirnya terbongkar setelah penyidik Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan terhadap Muhammad Arif Nuryanta. Dalam tas Arif, ditemukan dua amplop yang masing-masing berisi 65 lembar uang pecahan SG$1.000 dan 72 lembar pecahan US$100. 

Selain itu, dompet milik Arif juga berisi ratusan lembar uang dalam berbagai mata uang asing, termasuk Dolar Amerika, Dolar Singapura, dan Ringgit Malaysia, serta uang tunai dalam bentuk rupiah.

Dari hasil penyelidikan, Arif Nuryanta diduga menerima uang suap hingga mencapai Rp60 miliar untuk mengatur putusan vonis lepas kepada ketiga perusahaan tersebut. Agam Syarif Baharuddin bersama dua hakim lainnya diduga kuat menerima bagian dari gratifikasi tersebut.

Harta Kekayaan Agam Syarif Baharuddin

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses melalui Kompas.com, Agam Syarif Baharuddin terakhir kali melaporkan kekayaannya dengan total mencapai Rp2.304.985.969. Kekayaan tersebut terdiri dari berbagai aset seperti properti, kendaraan, kas, dan harta bergerak lainnya.

Berikut rincian harta kekayaan Agam Syarif:

  1. Tanah dan Bangunan senilai Rp1.625.000.000:
    • Tanah dan bangunan di Sukabumi seluas 192 m²/400 m² dengan nilai Rp1.250.000.000.
    • Tanah dan bangunan lainnya di lokasi yang sama seluas 192 m²/120 m² senilai Rp375.000.000.
  2. Alat Transportasi dan Mesin dengan total nilai Rp312.000.000:
    • Motor Honda Solo tahun 2017 senilai Rp8.000.000.
    • Mobil Toyota Yaris Minibus tahun 2020 senilai Rp250.000.000 (disebut sebagai hadiah).
    • Motor Honda Solo tahun 2023 senilai Rp17.000.000.
    • Motor Yamaha Solo tahun 2023 senilai Rp37.000.000 (juga disebut sebagai hadiah).
  3. Harta Bergerak Lainnya sebesar Rp121.350.000.
  4. Kas dan Setara Kas sejumlah Rp246.635.969.