Profil Franz Magnis Suseno, Filsuf yang Sebut Jokowi Pakai Kekuatan Mirip Organisasi Mafia
- Guru Besar filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno, menyamakan presiden dengan kepala organisasi mafia di siding sengketa Pilpres yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa, 2 April 2024.
Nasional
JAKARTA - Guru Besar filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno, menyamakan presiden dengan kepala organisasi mafia di siding sengketa Pilpres yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa, 2 April 2024.
Hal tersebut dia sampaikan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum untuk pemilihan presiden (PHPU Pilpres), di mana Franz Magnis Suseno menjadi ahli oleh kubu Ganjar-Mahfud.
Franz Magnis menyatakan pandangan bahwa presiden memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan keluarganya adalah hal yang fatal.
“Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia,” ujar Romo Magnis di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa, 2 April 2024.
- Profil PT Timah, Perusahaan yang Diguncang Megakorupsi Rp271 Triliun
- Saham BBNI hingga BBRI Top Losers LQ45 Ketika IHSG Amblas Lagi
- Ditinggal Arsjad Rasjid Kampanye 8 Bulan, Laba Indika Energy Rontok 73,56 Persen
Menurutnya, presiden harus menjadi milik semua pihak. Tidak hanya menjadi presiden dari pemilihnya.
Keberpihakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan miss used of power atau penyalahgunaan kekuasaan mendapat sorotan dari Franz. Menurutnya, Jokowi boleh saja memberi tahu harapan kemenangan pada salah satu calon.
“Tapi begitu dia memakai kekuasaannya untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain guna mendukung salah satu paslon, serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan dalam rangka memberikan dukungan kepada paslon, itu ia melanggar tuntutan etika, bahwa ia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara, termasuk semua poltisi,” pungkas Franz.
Profil Franz Magnis Suseno
Franz Magnis Suseno atau lebih dikenal dengan nama Romo Magnis adalah seorang ahli filsafat, pastor Katolik, cendekiawan, guru besar, dan penulis. Ia lahir di Jerman pada 26 Mei 1936, artinya ia berusia 87 tahun.
Ia merupakan lulusan Kolese Yesuit di St. Blasien pada tahun 1955. Setelahnya, Romo Magnis bergabung dengan Ordo Yesuit dan mendedikasikan dirinya sebagai rohaniawan muda Katolik.
Selama dua tahun pertamanya di Ordo Yesuit, Romo Magnis lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mendalami kerohanian di Neuhauseun. Selain itu, ia juga menekuni studi filsafat di Philosophische Hochschule di dekat München hingga tahun 1960.
Setahun sebelum menyelesaikan studinya, Romo Magnis telah memperoleh gelar akademik Bakalaureat dalam bidang filsafat. Setelah lulus dari Philosophische Hochschule, ia meraih gelar Lizentiat.
Pada tahun 1961, saat usianya 25 tahun, Romo Magnis pindah ke Indonesia untuk memulai tugasnya sebagai misionaris Ordo Yesuit.
Di Indonesia, belajar filsafat dan teologi. Selama enam tahun di Indonesia, ia menjadi pastor yang kemudian ditugaskan untuk melanjutkan studi di Jerman guna meraih gelar doktor dalam bidang filsafat.
Pada tahun 1969, Romo Magnis bersama beberapa rekannya dan Ordo Fransiskan mendirikan sebuah perguruan tinggi filsafat.
Dilansir dari repository.unwira.ac.id, mendirikan perguruan tinggi filsafat merupakan inisiatif Romo Magnis dan rekannya untuk meneruskan warisan almarhum ahli filsafat, Nicolaus Driyarkara SJ. Setelahnya, perguruan tinggi tersebut diberi nama Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara.
Selain menjadi Guru Besar Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, dan pernah menjabat sebagai Dekan dan Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Franz menghasilkan berbagai karya tulis baik dalam bahasa Indonesia maupun Jerman.
Beberapa karyanya yang terkenal di antaranya adalah Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (1991), Manusia Seutuhnya: Sebuah Refleksi Filsafat tentang Manusia (1977), Filsafat Pancasila: Dari Realitas Menuju Cita-cita (1987), Kebudayaan dan Politik: Etika Pembangunan di Indonesia (1992), dan Membangun Demokrasi: Etika Politik di Indonesia Masa Kini (2001).
Di tahun 1977, Romo Magnis secara resmi memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan memilih untuk berprofesi sebagai pengajar. Dedikasinya dalam bidang pendidikan membawanya menjadi dosen di beberapa universitas terkemuka di Indonesia.
Pada 1 April 1996, Romo Magnis ditunjuk sebagai Guru Besar filsafat di STF Driyarkara. Tahun 2015, ia diberi penghargaan Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden RI, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2015 tanggal 7 Agustus 2015, seperti yang dilaporkan oleh Setneg.
- Tegas Takkan Tambah Impor, Bulog Janji Serap Beras Petani
- Garis Pertahanan Rapuh, Ukraina Kritis
- Pengiriman Paling Sedikit Sejak 2022, Tesla Disebut Hadapi Bencana
Sosoknya menarik perhatian publik saat memberikan kesaksian sebagai ahli dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) pada 26 Desember 2022. Ia hadir sebagai saksi ahli dari pihak Bhatrada Richard Elizer (Bharada E).
Hingga saat ini, Romo Magnis tetap aktif sebagai dosen dan pakar ilmu filsafat.