PT Menara Nusantara raih suntikan dana afiliasi Senilai Rp1 triliun dari BCA lewat Perjanjian Perubahan Kesepuluh / Mitratel.co.id
Korporasi

Profil Mitratel (MTEL), Anggota Baru Indeks Perusahaan Berkapitalisasi Rp11.019 Triliun

  • Emiten telekomunikasi PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel sukses terdaftar dalam Global Property Research (GPR Pure Infrastructure Index).

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Emiten telekomunikasi PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel sukses terdaftar dalam Global Property Research (GPR Pure Infrastructure Index). Indeks ini terdiri dari 90 perusahaan yang mencerminkan kapitalisasi pasar senilai US$700 miliar atau sekitar Rp11.019 triliun. (Kurs Rp15.742 per satu Dolar).

Melansir data Bloomberg, Rabu 6 Maret 2024, GPR sebuah lembaga finansial yang berbasis di Belanda ini rutin menyaring perusahaan dengan pendapatan lebih dari 50% dari sektor barang, energi, dan informasi serta memiliki atau mengoperasikan aset nyata. 

Adapun kriterian perusahaan yang berhak dimasukan ke dalam indeks ini yakni mampu memenuhi kapitalisasi pasar free float di atas US$100 juta. Seri indeks mencakup berbagai sektor di 1.346 negara, termasuk logistik, energi, transportasi, dan komunikasi.

Terhitung per 18 Maret 2024, Mitratel akan bersaing dengan perusahaan seperti American Tower Corp yang memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$94 miliar, Crown Castle Inc. dengan kapitalisasi pasar US$48 miliar, dan National Grid plc dengan kapitalisasi pasar US$38,5 miliar.

Dari total 90 perusahaan yang terdaftar dalam indeks, mayoritas berasal dari Amerika (68,9%), diikuti oleh Eropa (21,8%), Oceania (6,5%), dan Asia (2,7%). Sebagai informasi, Global Property Research (GPR) adalah lembaga yang menyediakan layanan untuk lembaga keuangan terkemuka seperti BNP Paribas atau UniCredit Bank AG.

Baca Juga: Akuisisi Serat Fiber Optik Milik Power Telecom, Mitratel (MTEL) Rogoh Kocek Rp85 Miliar

Masuk Indeks LQ45

Keberhasilan Mitratel menembus GPR Pure Infrastructure Index sekaligus melengkapi prestasi perseroan di awal tahun ini yang berhasil masuk ke dalam Indeks LQ45. Indeks ini terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu oleh Bursa Efek Indonesia yaitu termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir.

Direktur Investasi Mitratel Hendra Purnama mengatakan keberhasilan Mitratel masuk ke Indeks LQ45 ini mencerminkan kapitalisasi pasar yang besar dengan likuiditas saham yang cukup tinggi, serta fundamental MTEL yang kuat. 

"Harapan kami tentunya saham Mitratel akan semakin menarik lagi bagi para investor ke depannya, dan dapat memberikan value yang terbaik bagi seluruh stakeholders," kata Hendra beberapa waktu lalu dikutip pada Rabu, 6 Maret 2024. 

Baca Juga: Bos Mitratel Borong 4,47 Juta Saham MTEL Senilai Rp2,84 Miliar

Valuasi Murah

Analis Mirae Asset Sekuritas, Christopher Rusli cukup optimistis dengan kinerja perusahaan menara itu dalam mengarungi tahun ini di Indeks LQ45. Pasalnya, saham MTEL juga dijual dengan valuasi cukup murah dibandingkan para pesaingya. "MTEL juga secara aktif mengakuisisi menara ya dan bisa dibilang paling agresif dibandingkan dengan TOWR dan TBIG," jelasnya belum lama ini.

Sentimen positif perusahaan menara akan datang dari sisi pertumbuhan digital yang dapat dilihat dari penetrasi internet di Indonesia di tahun 2023 mencapai 77%. Hal ini diekspektasikan akan terus meningkat dengan adanya pertumbuhan pengguna internet di kota-kota tier 2 dan seterusnya. 

Dengan adanya peningkatan ini, lanjut Christopher, kebutuhan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan tersebut dibutuhkan oleh operator seluler seperti TLKM, EXCL, dan ISAT yang membutuhkan jangkauan area lebih luas.  

"Jadi secara otomatis, permintaan untuk menara juga bisa diekspektasikan akan meningkat. Nah menurut kami yang akan diuntungkan adalah perusahaan menara yang secara aktif bertumbuh seperti MTEL," ucapnya.

Baca Juga: Ekspansi ke Luar Jawa, Mitratel (MTEL) Akuisisi 803 Menara Senilai Rp1,75 Triliun

Pemegang Saham MTEL 

Berdasarkan data IDX Mobile pada perdagangan Rabu, 6 Maret 2024, pukul 15:08 WIB, saham MTEL masih bergerak stagnan dari harga pembukaanya sebesar Rp630 per saham. Dari sisi variasi harga, saham ini bergerak di kisaran Rp620-635 per saham. 

Mengacu data perdagangan satu minggu terakhir, saham MTEL telah melemah sebesar 5,97%. Meski begitu, kapitalisasi pasar perusahaan yang bergerak di bidang menara ini masih cukup likuid, yakni berada di level Rp52,64 triliun. 

Data BEI per hari ini menunjukkan bahwa mayoritas saham MTEL dikuasai oleh emiten telekomunikasi plat merah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang menggempit 60.021.928.043 lembar saham atau setara 71,837% kepemilikan saham. 

MTEL didirikan dengan nama PT Dayamitra Malindo pada tahun 1995. Diakuisisi oleh Telkom pada tahun 2004, dan telah beroperasi di bidang ini sejak tahun 2008. Perseron telah mengelola lebih dari 28.500 menara telekomunikasi di seluruh Indonesia, dengan semua operator seluler sebagai penyewa.

MTEL memiliki dua lini bisnis utama: penyewaan menara dan layanan terkait menara lainnya, termasuk solusi proyek, layanan terkelola, bisnis digital, fiberisasi menara, dan solusi infrastruktur tepi.

Kinerja MTEL

Berdasarkan laporan keuangan per kuartal III-2023, laba bersih Mitratel meningkat 16,6% menjadi Rp1,43 triliun, didorong oleh kenaikan pendapatan sebesar 11,9% dari Rp 5,6 triliun (semilan bulan pertama 2022) menjadi Rp 6,3 triliun (semilan bulan pertama 2023). 

Pertumbuhan kepemilikan menara Mitratel diimbangi dengan peningkatan jumlah penyewa sebesar 10,5% menjadi 55.704 tenant (YoY). Sementara itu, jumlah kolokasi meningkat tajam sebesar 21,3% menjadi 18.613 dari 15.339 kolokasi sebelumnya (YoY). 

Hingga September 2023, Mitratel berhasil menambah 481 menara baru dan 1.192 melalui akuisisi, mencapai total 37.091 menara dan menjadikannya perusahaan TowerCo dengan menara terbanyak di Asia Tenggara. 

Dari jumlah tersebut, 58% tower Mitratel berada di luar Jawa. Presentase tersebut memicu pertumbuhan penambahan tenant di luar Jawa sebesar 11%, melebihi pertumbuhan di Jawa yang hanya mencapai 10%.