Perdana Menteri Indonesia pertama, Sutan Syahrir (Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Nasional

Profil Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Muda RI yang Dibandingkan dengan Gibran

  • Airlangga menilai Gibran yang kini berusia 36 tahun dapat mengikuti kiprah seorang Sutan Sjahrir. Saat ini Gibran menjabat Wali Kota Solo, tugas yang diembannya sejak tahun 2021. “Sama-sama muda,” ujar Airlangga.

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Nama tokoh kemerdekaan sekaligus perdana menteri pertama RI, Sutan Sjahrir belakangan kembali mencuat. Hal itu setelah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyebutnya sebagai sosok pemimpin muda yang patut diteladani karena menjadi perdana menteri saat berusia 36 tahun. 

Airlangga menceritakan sejarah itu saat mengusulkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto. Pengumuman itu disampaikan saat rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Sabtu, 21 Oktober 2023.

"Kenapa Partai Golkar berpikir anak muda? Kita punya sejarah, contohnya Sutan Sjahrir menjadi PM pertama sejak Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Umur Sutan Sjahrir 36 tahun, dia adalah Kepala Eksekutif atau kepala pemerintahan," kata Airlangga.

Airlangga menilai Gibran yang kini berusia 36 tahun dapat mengikuti kiprah seorang Sutan Sjahrir. Saat ini Gibran menjabat Wali Kota Solo, tugas yang diembannya sejak tahun 2021. “Sama-sama muda,” ujar Airlangga. 

Lalu, siapa sebenarnya Sutan Sjahrir? Bagaimana sepak terjangnya untuk Nusantara? Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang pada 4 Maret 1909. Sjahrir memegang peran penting selama masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tahun 1945 hingga 1950. 

Dirinya menjadi wakil Indonesia dalam perjanjian dengan Belanda yang salah satunya ialah Perjanjian Linggarjati. Ia juga ikut dalam diplomasi tahun 1949 menjelang pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Wilayah Indonesia menjadi lebih sempit dari sebelumnya. 

Kala pendudukan kolonial Belanda, Sjahrir dan Hatta yang berasal dari satu daerah sama-sama pernah menempuh pendidikan di Negeri Kincir Angin. Sekembalinya di Indonesia, ia mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru). 

Namun organisasi ini dibubarkan pemerintah kolonial dan pengurusnya ditangkap serta diasingkan. Sjahrir diasingkan oleh kolonial ke Boven Digoel hingga berlanjut ke Banda Naira sampai 1942. 

Pada masa pendudukan Jepang, Sjahrir menjadi salah satu tokoh yang memiliki perbedaan pendapat dengan Soekarno, khususnya soal metode perjuangan. Dirinya merupakan orang yang keras dan mengecam siapa saja yang bekerja sama dengan Jepang saat itu. Sjahrir menjadi pimpinan organisasi bawah tanah untuk melawan Jepang.

Meski demikian, pendiriannya itu ternyata memberikan manfaat. Soekarno menggandeng sosok Sjahrir, termasuk menjadikannya perdana menteri kala itu. Hal ini sebagai cara untuk meyakinkan negara barat bahwasannya Indonesia bukanlah negara buatan Jepang.

Pilihan jatuh pada Sjahrir karena ia merupakan orang yang tidak dicap sebagai antek Jepang. Pada masa kemerdekaan di era Pemerintahan Soekarno, Sutan Sjahrir menjadi salah satu tokoh yang berseberangan politik dengan Soekarno. 

Pemimpin Partai Sosialis Indonesia (PSI) itu dianggap berbahaya oleh Soekarno dengan gerakan bawah tanah serta nyalinya yang tinggi. Ia kemudian dipenjarakan di Jakarta dan sempat dipindahkan ke Madiun. Syahrir meninggal pada 9 April 1966 di Zurich, Swiss saat menjalani pengobatan penyakit stroke yang dideritanya sejak ia dipenjara. 

Di hari kematiannya itu pula, Presiden Soekarno menganugerahinya sebagai pahlawan nasional melalui SK Presiden RI No. 76/Tahun 1966. Ia menjadi sosok yang sering hidup dalam pengasingan termasuk saat dirinya menghembuskan nafas terakhirnya yang jauh dari asalnya.