<p>DBS Foundation dan UKM Center FEB UI meluncurkan buku bertajuk “Profit untuk Misi Sosial.” (Sumber: Bank DBS Indonesia)</p>
Gaya Hidup

&#8220;Profit untuk Misi Sosial&#8221;: Memahami Lebih Jauh Kewirausahaan Sosial

  • JAKARTA – Perkembangan wirausaha sosial atau (social enterprise) merupakan sebuah peluang baru yang mulai disadari berbagai kalangan. Meski belum ada data pasti mengenai total jumlah wirausaha sosial di seluruh dunia, beberapa negara merilis jumlah wirausaha sosial di negaranya. Berdasarkan data terakhir dari hasil estimasi studi British Council (2018), Indonesia memiliki sekitar 342.000 wirausaha sosial yang […]

Gaya Hidup
Gloria Natalia Dolorosa

Gloria Natalia Dolorosa

Author

JAKARTA – Perkembangan wirausaha sosial atau (social enterprise) merupakan sebuah peluang baru yang mulai disadari berbagai kalangan.

Meski belum ada data pasti mengenai total jumlah wirausaha sosial di seluruh dunia, beberapa negara merilis jumlah wirausaha sosial di negaranya.

Berdasarkan data terakhir dari hasil estimasi studi British Council (2018), Indonesia memiliki sekitar 342.000 wirausaha sosial yang terdaftar.

Agustus 2020, Bank DBS Indonesia melalui DBS Foundation kembali menggandeng UKM Center FEB UI untuk menyusun seri buku kedua, yaitu “Profit untuk Misi Sosial.” Buku tersebut dapat diunduh secara cuma-cuma di sini.

Kali ini para pembaca diajak untuk memahami lebih jauh tentang bagaimana berkembangnya informasi, tren, dan jenis kewirausahaan sosial yang mampu menghasilkan profit sambil mengusung misi sosial.

Berikut sejumlah intisari yang dimuat buku “Profit untuk Misi Sosial

Kenali inisiatif bisnis untuk dunia yang lebih baik

Untuk memberikan dampak sosial, terdapat beragam praktik bisnis yang perlu diketahui, terutama bagi para calon wirausaha sosial sebagai bekal untuk memulai bisnis.

Saat ini, terdapat berbagai pilihan bentuk praktik bisnis yang bisa dipilih dan dijalankan di Indonesia. Di antaranya koperasi, SE (Social Enterprise), CSR (corporate social responsibility); program kepedulian sosial untuk mendukung kegiatan sosial tertentu yang berlangsung secara berkelanjutan, serta CSV (Corporate Shared Value).

CSV adalah perusahaan yang mengedukasi segmen masyarakat tertentu untuk bisa mengerjakan suatu aktivitas sesuai standar perusahaan agar dapat memperkuat rantai nilai perusahaan dan akhirnya memberikan hasil positif bagi profitabilitas perusahaan.

Selain itu, ada Social Business, yaitu perusahaan zero-deviden yang memberikan pelayanan atau menjual produk untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat kalangan bottom of pyramid atau segmen masyarakat dengan tingkat kesejahteraan 40% terbawah di suatu wilayah perekonomian tertentu.

Ada pula Inclusive Business atau jenis perusahaan yang aktivitas bisnisnya membuka kesempatan partisipasi bagi masyarakat dari kalangan bottom of pyramid dalam rantai nilainya, baik sebagai pemasok maupun konsumen.

Pilih model wirausaha sosial yang tepat

Setelah mengetahui bentuk bisnis apa yang bisa dijalankan, maka selanjutnya wirausaha sosial perlu memahami dan memilih jenis, kriteria dasar, tipe, dan model bisnis yang dipilih, agar dapat lebih tepat sasaran.

Misal, jenis Social Enterprise. Berdasarkan struktur kepemilikannya adalah SE-nirlaba yang dimiliki oleh masyarakat, bukan individu atau investor. Atau Community Based SE yang struktur kepemilikannya kolektif atau Usaha Bersama seperti kooperasi.

Ada juga Profit for Benefit Social Enterprise yang struktur kepemilikannya bersifat privat, namun memiliki komitmen untuk menginvestasikan kembali laba untuk mendukung misi sosial dengan proporsi yang lebih besar daripada dividen yang akan diambil untuk para pemiliknya.

Hal yang perlu diingat adalah menentukan pilihan yang sesuai dengan perencanaan matang.

Pahami ekosistem wirausaha sosial

Tidak ada salahnya memiliki impian yang tinggi, namun untuk mencapainya, konsistensi baik internal maupun eksternal amat diperlukan. Misal, dengan memperhatikan berbagai aspek seperti finansial, dukungan pemerintah, ketersediaan tenaga kerja, hingga penerimaan dari masyarakat perlu diperhatikan.

Karena itu, diperlukan pemahaman atas ekosistem pendukung kewirausahaan sosial, termasuk pola tantangan yang umumnya dihadapi social enterprise, strategi cerdik untuk scaling-up, serta strategi bijak untuk transformasi menjadi social enterprise.

Temukan sumber daya yang tepat

Dalam memulai sebuah bisnis, sumber daya yang diperlukan bukan hanya manusia sebagai tenaga kerja, tetapi juga ada sumber daya lain seperti keuangan, bahan, keahlian, dan lainnya.

Sumber daya menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena hal tersebut yang akan menentukan kelangsungan suatu bisnis.

Dampak yang ingin diciptakan

Tatkala memulai usaha sosial, tentu selain profit, wirausaha sosial juga memikirkan dampak yang berhasil diciptakan di tengah masyarakat.

Karena itu, wirausaha sosial dapat mengukur dampak sosial menggunakan indikator dampak yang dimonitor secara berkelanjutan untuk melihat tingkat keselarasan dengan premise of change.

Hal ini akan membantu wirausaha sosial dalam mengukur besar usaha dan jangkauan bahkan jumlah sumber daya yang dibutuhkan dengan analisis yang jelas.