<p>Prospek ekonomi Indonesia 2021. Ilustrasi Grafis: Azka Yusra/TrenAsia</p>

Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 (Serial 5): Transformasi Bisnis Daring, Biar Makin Cling!

  • Laporan terakhir dari serial Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 pada sisi ekonomi digital.

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Jurnalis kawakan The New York Times Thomas Loren Friedman dalam salah satu bukunya menyebut bahwa kemampuan adaptasi manusia terhadap teknologi sangat mengagumkan.

Ia memberikan gambaran bagaimana masyarakat dunia pada beberapa generasi beradaptasi dengan penemuan teknologi. Menurutnya, manusia memiliki kemampuan cepat dalam menyesuaikan diri dengan teknologi yang ada pada saat itu.

Sebagai contoh pada era revolusi industri di abad 19, masyarakat pada saat itu hanya membutuhkan waktu dua hingga tiga dekade saja untuk beradaptasi dengan kemunculan mobil. Padahal, diperkirakan butuh waktu beberapa generasi agar manusia dapat “menerima” teknologi baru seperti itu.

Hal itu juga berlaku pada masa revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini. Lagi-lagi, mayoritas masyarakat dunia merasa tak canggung dalam menerima pesatnya perkembangan teknologi berbasis digital.

Fenomena tersebut tampaknya juga terjadi di Tanah Air tercinta, Indonesia. Negara kepulauan terbesar dunia ini mengalami peningkatan pesat dalam pemanfaatan teknologi digital, termasuk pada lini ekonomi.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan, total pengguna internet Indonesia sepanjang 2020 mencapai 196,7 juta dengan penetrasi 73,3% dari total populasi Indonesia sekitar 266,9 juta.

Sejalan dengan hal tersebut, laporan e-Conomy SEA 2020 dari Google, Temasek, dan Bain & Company mengungkapkan ekonomi digital Indonesia pada 2020 merupakan yang terbesar di kawasan ASEAN.

Ilustrasi pungutan pajak layanan digital hingga e-commerce / Shutterstock
Prospek Ekonomi Digital 2021

Pesatnya perkembangan ekonomi digital Indonesia akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan. Bahkan, Indonesia diprediksi masih memimpin pasar di Asia Tenggara hingga tahun 2025, jauh meninggalkan posisi negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memprediksi nilai ekonomi digital sepanjang tahun 2021 mencapai Rp337 triliun. Angka tersebut tumbuh 33% dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar Rp253 triliun berdasarkan hasil riset Bank Indonesia (BI).

Berkaca dari 2020, pada tahun ini seharusnya menjadi momentum besar bagi ekonomi digital dalam negeri mengambil peran dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

Bagaimana tidak, dari hasil riset Google, Temasek, dan Bain & Company November lalu disebutkan 37% dari layanan digital merupakan konsumen baru. Sedangkan, 93% akan terus menggunakan digital services setelah pandemi.

Hal ini tak terlepas dari lima sektor utama ekonomi digital, yakni e-commerce, ride-hailing serta pesan-antar makanan/minuman, media digital, online travel, dan jasa keuangan berbasis teknologi. Sektor ini menjadi penyumbang transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) terbesar di Indonesia.

Warga mengakses salah satu platform e-commerce untuk berbelanja secara daring melalui gawai dalam rangka Hari Belanja Online Nasional atau ‘Harbolnas 11.11’ di Tangerang, Banten, Rabu, 11 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
E-Commerce Omnichannel

Untuk sektor e-commerce saja, pertumbuhan pendapatan di dalam negeri melompat hingga 54% pada tahun 2020 menjadi US$32 miliar atau Rp448 triliun. Sementara, pada tahun 2019, sektor e-commerce Indonesia mengantongi pendapatan sebesar US$21 miliar atau setara Rp294 triliun.

Hal ini pun didorong pesatnya pemanfaatan platform e-commerce oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian dalam negeri. Apalagi, pemerintah telah mencanangkan program 13% UMKM Go Online sejak beberapa waktu lalu.

Jika pembatasan sosial masih tetap berlangsung, maka dipastikan sektor e-commerce akan terus mengalami peningkatan sepanjang tahun ‘Kerbau Logam’. Seperti perubahan masif tren konsumen yang terjadi di awal masa pandemi, belanja daring akan tetap menjadi primadona di tahun ini.

Meskipun ada harapan pandemi usai, pemanfaatan e-commerce tidak akan sepenuhnya ditinggalkan oleh masyarakat. Sektor marketplace yang menggunakan pendekatan omnichannel akan mengambil keuntungan ketika pembatasan sosial dilonggarkan, bahkan setelah pandemi usai.

Salah satunya adalah Sirclo, marketplace satu ini menyadari metode berbelanja offline akan kembali menggeliat seusai pandemi. Mengingat, banyak konsumen yang merindukan pengalaman fisik saat berbelanja.

Dengan omnichannel-nya, memungkinkan konsumen mendapatkan pengalaman mengambil pesanan di toko fisik terdekat. Sehingga, tidak hanya memperpendek rantai distribusi, konsumen juga dapat merasakan berbelanja secara langsung.

Hal ini sekaligus menjadi tantangan baru bagi para pelaku usaha untuk mulai memanfaatkan platform yang menawarkan metode belanja serupa. Selain Sirclo, saat ini mulai bermunculan start up karya anak bangsa yang mengembangkan sistem omnichannel, seperti Aturtoko, Master Online, Talkabot, Jubelio, dan Clodeo.

Warga bertransaksi dengan uang elektronik berbasis kartu di Jakarta, Rabu, 2 Desember 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Potensi Uang Elektronik

Melesatnya transaksi e-commerce tak dapat dipisahkan dari peran uang elektronik (e-money). Sebab, dipastikan semua platform perdagangan elektronik saat ini memanfaatkan transaksi pembayaran dengan uang digital.

Pandemi COVID-19 menjadi salah satu sebab penting masifnya perubahan perilaku masyarakat dalam menerapkan sistem cashless. Hal ini yang mendorong masyarakat mau tidak mau mulai meninggalkan sistem pembayaran konvensional.

Berdasarkan data BI, transaksi penggunaan uang elektronik di 2017 masih berada di kisaran Rp12,4 triliun. Pertumbuhannya terus meningkat seiring waktu, pada 2018, transaksi uang elektronik mencapai Rp47,5 triliun.

Pada 2019, jumlah transaksi uang elektronik terus melesat menjadi Rp145,2 triliun. Di tahun pandemi 2020, angkanya terus meroket hingga mencapai Rp201 triliun. Bahkan, BI memprediksi di 2021 jumlah transaksi tak akan mengendur, dan terus meningkat menjadi Rp266 triliun.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pihaknya telah lebih dulu bergerak cepat dalam mengintegrasikan sistem pembayaran digital. Walhasil, digitalisasi sistem pembayaran dan keuangan semakin terakselerasi saat terjadinya pandemi, terutama penggunaan pada kalangan milenial.

Hal tersebut tercermin pada penerapan Quick Response Indonesia Standard (QRIS). Pada akhir 2020 lalu, BI mencatat sebanyak 4,5 juta merchant lebih telah menggunakan QRIS.

Bahkan, Perry memproyeksikan angka tersebut bakal meningkat dua kali lipat pada tahun 2021. Meskipun begitu, target tersebut tak lepas dari intergrasi yang kuat dalam ekosistem keuangan digital bersama dengan industri, baik perbankan maupun fintech.

“Saya kira merchant ini bisa meningkat dua kali lipat pada tahun depan dan tahun berikutnya, terutama pada ritel dan UMKM,” imbuhnya dalam sebuah webinar pada September 2020 silam.

Ilustrasi skor kredit di pinjaman online fintech P2P Lending / Shutterstock
Industri Kredit Online Makin Moncer

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali menargetkan penyaluran pinjaman sebesar Rp86 triliun pada tahun 2021. Sementara, sepanjang tahun 2020, industri fintech peer-to-peer (P2P) lending sukses menyalurkan kredit sekitar Rp65 triliun.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi industri kredit online masih akan tumbuh di 2021. Kendati demikian, pertumbuhannya tidak setinggi periode 2017 hingga 2019.

Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK, Munawar Kasan menyebut, perkembangan industri jasa layanan keuangan satu ini akan banyak dipengaruhi oleh perubahan Peraturan OJK (POJK) yang baru, selain kondisi ekonomi serta perkembangan ekosistem.

“Kami melihat pertumbuhan industri ini masih akan terus tinggi dibandingkan dengan industri yang lain, tapi tentu saja pertumbuhannya tidak sebesar periode 2017 sampai 2019,” ujarnya dalam webinar bertajuk ‘Menatap Masa Depan Fintech dan UMKM 2021’ di Jakarta, pertengahan Desember 2020.

Sikap optimistis di 2021 ini turut dikemukakan oleh tiga pelaku fintech pendanaan yang beroperasi di Indonesia. Mereka adalah PT Lunaria Annua Teknologi (KoinWorks), PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku), dan PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran).

KoinWorks menargetkan pertumbuhan penyaluran pinjaman kepada UKM merchant e-commerce hingga tiga kali lipat di tahun ini. Perusahaan juga melihat pertumbuhan pengguna yang masif dan sehatnya performa pelaku UKM yang berada di ekosistemnya.

“Pergerakan performa positif pada portofolio KoinWorks di masa pandemi dan peningkatan akselerasi teknologi oleh UKM memberikan optimisme akan potensi yang lebih besar dari pertumbuhan industri fintech pembiayaan di 2021,” kata COO KoinWorks Bernard Arifin dalam keterangan resmi, Selasa 22 Desember 2020.

Bahkan, Modalku yakin penyaluran pinjaman di 2021 lebih baik dari tahun lalu. Kenaikan penyaluran kredit diproyeksi dobel dibandingkan dengan tahun 2020.

Sementara, akumulasi pinjaman Modalku sejak berdiri hingga 2020 menembus Rp20 triliun lebih dengan total transaksi pinjaman sebanyak 3,45 juta kali dan didukung oleh sekitar 100.000 peminjam alias lender.

Tak berbeda dengan dua kompetitornya, Akseleran juga optimistis dapat menyalurkan pinjaman sepanjang 2021 hingga Rp2 triliun. Jumlah itu tumbuh 100% lebih dari tahun 2020, sebesar Rp960 miliar.

Di tahun ini, Akseleran turut melihat prospek sektor baru dengan menawarkan layanan pinjaman terkait COVID-19. Sebagai contoh, pengadaan bantuan sosial termasuk pengadaan vaksin, rapid test, serta alat pelindung diri (APD).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat melakukan rapat secara daring. / Facebook @smindrawati
Peran Pemerintah

Faktanya, kemajuan sektor ekonomi digital akan selalu dibarengi oleh dukungan pemerintah. Berbagai kebijakan yang apik akan menjadi pendorong majunya perekomian bangsa, khususnya ekonomi digital.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya proses transformasi perekonomian menjadi ekonomi digital. Ia pun mendukung sepenuhnya perkembangan ekonomi digital yang tengah terjadi saat ini.

Namun demikian, menurutnya proses transormasi digital tersebut tidak akan terjadi bila kondisi infrastruktur tidak memadai. Oleh karena itu, katanya, pemerintah akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur digital Indonesia, khususnya pada tahun ini.

Ia meyakini bahwa digitalisasi ekonomi bisa menjadi salah satu faktor pendorong pengentasan kemiskinan dan pemerataan. “Namun tidak otomatis, dibutuhkan infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai,” tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dalam ‘Indonesia Digital Conference 2020’ di Jakarta, 16 Desember 2020.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jhonny G Plate mengungkapkan, peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh komitmen pemerintah dalam meningkatkan transformasi digital di sektor infrastruktur.

“Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan akselerasi transformasi digital, di antaranya melalui peningkatan infrastruktur digital,” jelasnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis 24 Desember 2020.

Johnny menuturkan, saat ini upaya mengakselerasi transformasi digital akan lebih terkonsentrasi pada pengembangan sarana dan prasarana telekomunikasi dan internet hingga pelosok daerah. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk terus mendorong pengembangan ekonomi digital yang pada 2021.

Terkait hal tersebut, Staf Khusus Menteri Kominfo Bidang Digital dan SDM, Dedy Permadi menyampaikan, yang dilakukan pemerintah adalah mempercepat pembangunan infrastruktur jaringan 4G di 12.548 desa/kelurahan sampai akhir tahun 2022. (SKO)

Artikel ini merupakan sambungan terakhir dari serial Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 sebelumnya:

  1. Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 (Serial 1): Kilau Investasi RI di Tahun Kerbau Logam
  2. Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 (Serial 2): Panen Cuan di Pasar Modal, Tren Bullish Bikin IHSG Diramal Tembus 7.250
  3. Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 (Serial 3): Neo Bank hingga NPL Jadi Tantangan Perbankan
  4. Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 (Serial 4): Properti Rumah Murah dan Kawasan Industri Bakal Bangkit