Pedagang beraktivitas di kios hasil tangkapan laut nelayan Pasar Ikan Modern Muara Baru, Jakarta Utara, Selasa, 12 Oktober 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Prospek Menjanjikan, Bagaimana Implementasi dan Tantangan Ekonomi Biru?

  • Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo mengatakan populasi dunia diperkirakan akan tumbuh lebih dari sepertiga hingga 2050
Nasional
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo mengatakan populasi dunia diperkirakan akan tumbuh lebih dari sepertiga hingga 2050. FAO memprediksi kebutuhan protein dunia akan meningkat hingga 7%.

Untuk itu, pemerintah dinilai bisa menjadikan ekonomi biru sebagai pemulihan ekonomi dalam negeri setelah dihantam pandemi COVID-19. Ekonomi biru disebut memiliki potensi dan tantangan ke depannya.

“Sumber daya kelautan dalam hal ini adalah perikanan sebagai sumber ekonomi dan sumber protein, kemudian bagaimana kita bisa menguasai hal tersebut,” katanya dalam webinar Senin, 26 September 2022.

Ia menuturkan, permintaan ikan global akan berlipat ganda antara 2020 dan 2050. Permintaan tersebut akan lebih banyak dipenuhi dari produksi perikanan budidaya.

“Untuk itu, dalam pemenuhan kebutuhan protein, ikan budidaya memiliki peluang yang cukup besar. Makanan laut hasil budidaya disebut memiliki edible yield yang cukup besar, yaitu 68 persen dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya” ungkap dia.

Ketua Tim Kolaborasi Riset LAB 45, IPB dan Undip, Denny Nugroho Sugianto menambahkan, hasil riset menunjukkan setidaknya ada beberapa tantangan ekonomi biru di masa depan. Di antaranya, pola pengelolaan sumber daya; regulasi dan desain kelembagaan yang belum sesuai; dan efek berkepanjangan dari disrupsi pandemi COVID-19.

Fokus kajian berada di sektor apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam mengoptimalkan potensi ekonomi biru, termasuk investasi swasta sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Tiga sektor yang secara konsisten memberikan kontribusi paling besar, yaitu perikanan, ESDM, dan wisata bahari. Sementara sektor dengan potensi tinggi seperti budidaya perairan; pertambangan; dan energi dan industri jasa maritim,” tutur Denny.

Di sisi desain kelembagaan, hasil kajian menunjukkan satu sektor bisa diurus oleh beberapa kementerian/lembaga (K/L). Di sektor energi terbarukan ada 6 KL yang mengurusi; konservasi laut 7 KL, pengelolaan pulau kecil dan pesisir kota 16 KL, dan perikanan dan budidaya 13 KL.

“Ini membuktikan bahwa pengelolaan pulau kecil, perikanan budidaya, maupun konservasi laut ini menjadi salah satu data yang menarik untuk kita analisis bersama,” ucap Denny.

Sementara itu, Guru Besar Universitas Indonesia Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengatakan tantangan utama pembangunan ekonomi biru yaitu menyeimbangkan pembangunan kawasan Indonesia barat dan kawasan Indonesia timur.

Sebab, ia menyebut saat ini 56,10% penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Untuk itu, persebaran penduduk yang merata ke berbagai pulau penting untuk dilakukan.

“Tugas kita adalah dengan memperhatikan gambaran persebaran penduduk menurut pulau, bagaimana kita membangun kawasan timur Indonesia, bagaimana kita bergerak ke arah pembangunan yang mengutamakan ekonomi biru dari segala jenis sektor di maritim kita,” ucapnya.

Proyeksi sektor prioritas ekonomi biru 2022-2045 menetapkan implementasi dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, jangka pendek pada 2022-2024. Kedua, jangka menengah pada 2024-2029. Ketiga, jangka panjang pada 2029-2045.