Ilustrasi bank konvensional.
Perbankan

Prospek Perbankan 2025 di Tengah Ketidakpastian Global

  • Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan berbagai faktor eksternal, seperti arah kebijakan ekonomi dan perdagangan dari pemerintahan baru Amerika Serikat (AS), akan memengaruhi stabilitas global.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan prospek perbankan pada 2025 akan tetap positif, meskipun masih dihadapkan pada tantangan ketidakpastian ekonomi global. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan berbagai faktor eksternal, seperti arah kebijakan ekonomi dan perdagangan dari pemerintahan baru Amerika Serikat (AS), akan memengaruhi stabilitas global.

“Selain itu, tensi geopolitik yang tinggi, baik di kawasan Timur Tengah maupun konflik Rusia-Ukraina, masih menjadi perhatian utama,” ungkap Dian dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) akhir pekan lalu.

Ia menjelaskan, dalam situasi ini, pelonggaran kebijakan ekonomi, terutama di sektor moneter, akan memberikan peluang bagi perbankan untuk terus mencatatkan kinerja yang solid pada tahun mendatang.

Proyeksi Pertumbuhan Kredit: Didorong Penurunan Suku Bunga

Dian optimistis pertumbuhan kredit perbankan di 2025 akan tetap positif. Hal ini ditopang oleh ekspektasi adanya penurunan suku bunga, baik di tingkat global maupun domestik. Ia menekankan bahwa pemangkasan suku bunga dapat menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi dunia usaha, yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan kredit dari masyarakat.

“Penurunan suku bunga diharapkan tidak hanya mendorong peningkatan permintaan kredit, tetapi juga memperkuat daya saing perbankan dalam menyalurkan pembiayaan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa ketersediaan likuiditas akan tetap terjaga jika penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) menunjukkan tren positif. Dengan demikian, perbankan akan memiliki ruang lebih luas untuk memperkuat fungsi intermediasi.

Baca Juga: Problematika Perlindungan Data Pribadi: Tantangan dan Upaya Perbankan

Penghimpunan Dana dan Penurunan Biaya Dana

Di sisi lain, ekspektasi terhadap pertumbuhan penghimpunan DPK menjadi sorotan utama. Dian menyebut bahwa peningkatan DPK berperan besar dalam menjaga kestabilan likuiditas perbankan. 

Selain itu, pertumbuhan DPK yang sehat akan menurunkan biaya dana (cost of fund), sehingga efisiensi operasional perbankan dapat terjaga. “Jika likuiditas tetap kuat, perbankan dapat lebih leluasa dalam menyalurkan kredit ke berbagai sektor perekonomian,” jelasnya.

Dian juga menyoroti bahwa pemangkasan suku bunga global memberikan peluang strategis bagi perbankan nasional untuk terus meningkatkan performa. Ia berharap tren ini dapat membantu menciptakan ekosistem keuangan yang lebih stabil dan produktif di Indonesia.

Kinerja Perbankan Indonesia per-Oktober 2024

Di tengah tantangan ekonomi global, perbankan nasional tetap menunjukkan kinerja stabil dengan pertumbuhan kredit double digit sebesar 10,92% yoy pada Oktober 2024, meningkat dari 10,85% yoy pada bulan sebelumnya. Total kredit yang disalurkan mencapai Rp7.656,90 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 13,63%, diikuti Kredit Konsumsi 11,01%, dan Kredit Modal Kerja 9,25%. Dari sisi kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan 12,64% yoy.

Dana Pihak Ketiga dan Likuiditas Perbankan Tetap Positif

Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh 6,74% yoy, mencapai Rp8.751,16 triliun pada Oktober 2024. Pertumbuhan ini sedikit melambat dibandingkan September 2024 yang mencapai 7,04% yoy. Komponen giro, tabungan, dan deposito masing-masing mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,72%, 7,43%, dan 6,18% yoy.

Likuiditas perbankan juga tetap memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) naik menjadi 113,64%, sementara rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 25,58%. Indikator lain seperti Liquidity Coverage Ratio (LCR) tercatat sebesar 222,70% dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) sebesar 129,50%, menunjukkan ketahanan likuiditas perbankan.

Kualitas Kredit dan Profitabilitas Tetap Terjaga

Kualitas kredit perbankan tetap terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,20%, membaik dari 2,21% pada September 2024. Sementara itu, rasio NPL net turun menjadi 0,77% dari 0,78%. Loan at Risk (LaR) juga menurun ke level 9,94%, mendekati kondisi sebelum pandemi pada Desember 2019.

Dari sisi profitabilitas, Return on Assets (ROA) tetap stabil di angka 2,73%. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) meningkat menjadi 27,07% dari 26,84% pada bulan sebelumnya, menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah ketidakpastian global.

Potensi Kredit Buy Now Pay Later (BNPL)

Kredit Buy Now Pay Later (BNPL) mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 47,92% yoy pada Oktober 2024, dengan baki debet mencapai Rp21,25 triliun dan total rekening mencapai 23,27 juta. Meskipun porsinya kecil, yaitu 0,28% dari total kredit perbankan, tren pertumbuhan ini menunjukkan potensi besar untuk masa depan.