Prospek Saham BRI di Tengah Impitan Suku Bunga dengan Meninjau Tren Historis
- Teguh menjelaskan bahwa setiap kali sebelum saham BRI mulai turun, saham tersebut telah naik secara signifikan hingga mencapai level harga yang mencerminkan Price to Earnings Ratio (PER) 12 kali atau lebih tinggi, berdasarkan angka laba bersihnya pada tahun tersebut.
Perbankan
JAKARTA - Pengamat pasar modal, Teguh Hidayat, telah melakukan riset terkait dengan kinerja saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI/BBRI) yang tercatat sebagai saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di dalam negeri.
Teguh mengungkapkan bahwa BRI telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Sahamnya konsisten naik dalam jangka panjang, mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang kuat. Bahkan saat situasi krisis atau resesi terjadi, BRI masih mampu mempertahankan kinerja yang baik.
Dikatakan olehnya, pada pertengahan 2020, harga saham BRI hampir mencapai dua kali lipat dari nilai sebelumnya, dan bahkan sempat mencapai puncaknya pada Rp6.000.
- Siap-siap! Drawing Closer Tayang di Netflix Tanggal 27 Juni
- 5 Keuntungan Menabung Saham Setiap Bulan
- Dukung Akses Pendidikan, Solve Education! Foundation Inisiasi Kompetisi Seni Rupa
Jika melihat lebih jauh, kinerja saham Bank BRI telah konsisten bertumbuh dalam kurun waktu 10 hingga 15 tahun terakhir. Bahkan dari tahun 2010, saat harga sahamnya sekitar Rp800 setelah disesuaikan dengan stock split, hingga saat ini, harga sahamnya telah melonjak signifikan.
Investor yang memegang saham BRI sejak waktu itu sudah memperoleh keuntungan yang besar, belum termasuk dividen yang cukup besar yang diberikan oleh Perseroan.
Namun demikian, seperti saham-saham lainnya, saham BRI juga tidak selalu naik terus. Tercatat beberapa periode di mana sahamnya mengalami penurunan yang cukup dalam.
Misalnya, pada Januari hingga Juli 2021, saham Bank BRI turun dari Rp4.450 menjadi Rp3.350, dan pada Januari hingga Maret 2020, sahamnya turun dari Rp4.300 menjadi Rp1.900.
Penurunan pada tahun 2020 terutama terjadi karena situasi market crash yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Namun, penurunan pada tahun 2021 terjadi secara mandiri, tidak dipengaruhi oleh kondisi pasar secara umum.
Teguh menjelaskan bahwa setiap kali sebelum saham BRI mulai turun, saham tersebut telah naik secara signifikan hingga mencapai level harga yang mencerminkan Price to Earnings Ratio (PER) 12 kali atau lebih tinggi, berdasarkan angka laba bersihnya pada tahun tersebut.
Baca Juga: Viral Video Uang Hilang untuk Serangan Bansos, BRI: Hoax!
“Atau dengan kata lain valuasinya sudah mahal, atau minimal tidak bisa disebut murah lagi, dan ketika BBRI kemudian turun sampai PER-nya tinggal 10 kali atau lebih rendah lagi maka barulah penurunannya akan berhenti, dan beberapa waktu kemudian dia lanjut naik lagi,” ujar Teguh dikutip dari risetnya, Selasa, 30 April 2024.
Koreksi harga saham Bank BRI pada tahun 2024 juga mengikuti pola yang sama. Sebelum sahamnya mulai turun pada bulan Maret, saham Bank BRI telah naik secara signifikan dari Rp4.830 pada bulan November 2023 menjadi Rp6.400 pada bulan Maret, mencerminkan PER 15,3 kali berdasarkan Laporan Keuangan (LK) kuartal pertama 2024.
Teguh menyarankan agar investor tidak masuk ke pasar saat valuasi sudah terlalu tinggi. Meskipun kinerja BRI tetap bagus, namun valuasi yang tinggi bisa menjadi indikasi bahwa harga saham sudah tidak murah lagi.
Bagi investor jangka panjang, memegang saham saat valuasinya tinggi masih bisa dipertimbangkan, tetapi untuk investor yang masih memiliki uang tunai, sebaiknya menunggu harga saham turun lagi sebelum membeli.
Terkait dengan kenaikan BI Rate, Teguh Hidayat mencatat bahwa meskipun BI Rate naik dari 3,50% pada tahun 2022 menjadi 6,00% pada Maret 2024, kinerja perbankan, termasuk BRI, tetap tumbuh positif.
Kenaikan BI Rate tersebut seharusnya tidak akan berdampak negatif secara signifikan karena BI Rate bertujuan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar Rupiah, bukan untuk "membunuh" sektor perbankan. Dengan asumsi kinerja makroekonomi yang tetap baik, prospek Bank BRI tetap cerah untuk jangka panjang.
- Saham NCKL, DOID dan MTEL Menarik Disimak Saat IHSG Diramal Menguat
- Hari Ini RUPS, Cek Historis Dividen Sampoerna (HMSP)
- Saham MBMA, BBCA dan PGAS Top Gainers LQ45 Kala IHSG Sesi I Melompat
“Pascapandemi sampai dengan awal tahun 2024 ini, maka kinerja makro ekonomi kita relatif cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi 5.05% di tahun 2023, inflasi 3.05%, dan kurs Rp16.200-an per-dolar. Untuk kurs ini sebenarnya melemah, tapi itu masih lebih baik dibanding pelemahan banyak mata uang negara lain sehingga dengan asumsi kinerja makro tersebut akan tetap bagus ke depannya, maka otomatis prospek BBRI juga tetap cerah untuk jangka panjang,” pungkas Teguh.
Dari riset yang dilakukan oleh Teguh Hidayat, dapat disimpulkan bahwa meskipun saham Bank BRI memiliki kinerja yang bagus dalam jangka panjang, investor perlu memperhatikan valuasi saham saat akan melakukan investasi.
Valuasi yang tinggi bisa menjadi indikasi bahwa harga saham sudah mahal, dan penurunan harga saham bisa terjadi untuk mencerminkan koreksi valuasi tersebut.
Selain itu, faktor eksternal seperti kenaikan BI Rate juga perlu diperhatikan, namun kenaikan tersebut tidak selalu berdampak negatif secara signifikan terhadap kinerja saham BRI.