Protelindo Raih Tambahan Kredit BCA Hingga Rp2 Triliun
Baik Sarana Menara maupun BCA, sama-sama memiliki penerima manfaat akhir adalah dua konglomerat terkaya di Indonesia. Keduanya adalah pemilik perusahaan rokok Grup Djarum, Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono.
Industri
Emiten infrastruktur telekomunikasi PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) melalui anak perusahaannya yakni PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) mendapatkan tambahan fasilitas pinjaman dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi Rp2 triliun.
Sekretaris Perusahaan Sarana Menara Irfan Ghazali mengatakan fasilitas pinjaman yang ditandatangani pada 21 Desember 2016 tersebut awalnya bernilai Rp500 miliar.
“Tujuan penggunaannya untuk keperluan umum perusahaan, namun tidak terbatas pada akuisisi yang diperbolehkan, pengeluaran kegiatan operasional, dan talangan arus kas Protelindo,” kata Irfan dalam surat kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat, 17 April 2020.
Pinjaman yang disebut fasilitas D tersebut berjangka waktu hingga 72 bulan sejak tanggal penarikan pertama.
Perusahaan Grup Djarum ini menyebutkan bahwa pinjaman dari Bank BCA ini telah mengalami lima kali perubahan. Perubahan pertama dilakukan pada 6 September 2017, lalu 19 September 2018, kemudian diubah lagi pada 21 Mei 2019, dan 8 November 2019.
Pada perubahan kedua perusahaan tersebut menaikkan jumlah pinjaman menjadi Rp750 miliar atau bertambah 50% dari perjanjian kredit perusahaan pada 21 Desember 2016 yang sebesar Rp500 miliar.
Melalui perjanjian kelima tersebut, kedua pihak sepakat untuk mengubah beberapa ketentuan antara lain penambahan komitmen pinjaman dan perpanjangan jangka waktu fasilitas pinjaman. Adapun, perubahan jangka waktu untuk fasilitas pinjaman B menjadi 21 Mei 2023.
Baik Sarana Menara maupun BCA, sama-sama memiliki penerima manfaat akhir adalah dua konglomerat terkaya di Indonesia. Keduanya adalah pemilik perusahaan rokok Grup Djarum, Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono.
Per 29 Februari 2020, saham BCA dimiliki oleh PT Dwimuria Investama Andalan sebesar 54,94% dan masyarakat 45,06%. Pemegang Saham PT Dwimuria Investama Andalan adalah Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono.
Adapun, saham TOWR digenggam oleh PT Sapta Adhikari Investama sebesar 50,04% dan masyarakat 47,64%. Sapta Adhikari ini merupakan perusahaan investasi milik keluarga Hartono.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Kinerja Moncer
Dari sisi kinerja konsolidasi, emiten tower telekomunikasi tersebut mencatat pendapatan Rp6,45 triliun pada akhir 2019 atau naik 9,99% dari tahun sebelumnya Rp5,86 triliun.
Pendapatan ini utamanya berasal dari segmen bisnis sewa menara yakni sebesar Rp5,58 triliun. Sedangkan sisanya, senilai Rp871,54 miliar berasal dari segmen jasa lain seperti MWIFO dan VSAT.
Kendati demikian, beban pendapatan juga terpantau naik dari sebelumnya Rp508,5 miliar menjadi Rp610,7 miliar atau mengalami kenaikan 20,1%.
Meskipun demikian, perseroan tetap membukukan laba. Tercatat, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk per akhir 2019 adalah sebesar Rp2,34 triliun, naik 6,45% dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp2,20 triliun.
Dengan demikian laba per saham perseroan juga naik, dari Rp43 per saham pada akhir 2018, menjadi Rp46 per saham pada akhir 2019. EBITDA perseroan juga tercatat naik 9,20% dari yang semula Rp4,93 triliun menjadi Rp5,38 triliun.
Kemudian dari pos aset, total aset TOWR melejit 20,50%, dari yang semula Rp22,95 triliun menjadi Rp27,66 triliun. Total aset tersebut terdiri atas aset lancar Rp2,45 triliun dan aset tidak lancar Rp25,19 triliun.
Perseroan menjelaskan kenaikan aset sebesar Rp4,7 triliun atau 20,50% tersebut dikarenakan banyaknya akuisisi yang dilakukan perusahaan sepanjang 2019. Seperti akuisisi 1.000 menara PT Indosat Tbk. (ISAT), konsorsium Iforte HTS dan Istana Kohinor selain pertumbuhan organik.
Perseroan juga menyebut banyaknya akuisisi tersebut sebagai salah satu alasan membengkaknya pos liabilitas perseroan sebesar Rp3,97 triliun atau 26,66%.
Per akhir 2019, pos kewajiban TOWR tercatat sebesar Rp18,90 triliun, sedangkan tahun sebelumnya hanya Rp14,92 triliun. Adapun, total liabilitas pada 2019 terdiri atas liabilitas jangka pendek sebesar Rp4,56 triliun dan liabilitas jangka panjang serta utang obligasi sebesar Rp15,16 triliun.
Pada perdagangan akhir pekan, Jumat, 17 April 2020, saham TOWR ditutup melonjak 8,64% sebesar 70 poin ke level Rp880 per lembar. Kapitalisasi pasar saham TOWR mencapai Rp44,89 triliun dengan imbal hasil 26,15% dalam setahun terakhir. (SKO)