Protes Buang Susu Boyolali Membesar, Asosiasi Balik Tuduh Peternak
- Susu lokal dinilai masih banyak dicampur air, gula, dan bahan lainnya yang mengurangi kemurnian dan kualitas gizi susu.
Nasional
BOYOLALI - Genangan susu segar terbuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Winong di Boyolali. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes peternak sapi perah atas kebijakan pembatasan kuota oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
Kebijakan ini menjadi pukulan bagi peternak, yang terpaksa membuang puluhan ribu liter susu akibat penurunan daya serap pabrik, meski jumlah produksi meningkat. Aksi ini bukan tanpa alasan, sejak akhir September 2024, pabrik-pabrik yang selama ini menjadi mitra peternak, mulai membatasi penerimaan susu lokal.
Padahal, sebelumnya sudah ada kontrak panjang yang menjamin penerimaan susu hingga 10 tahun. Pihak pabrik berdalih pembatasan ini disebabkan oleh perbaikan mesin atau penurunan permintaan pasar.
"Kami mewakili peternak yang jumlahnya puluhan ribu di wilayah Boyolali yang saat ini sedang menjerit karena kondisi perindustrian susu di Indonesia yang membatasi jumlah kuota masuk produk lokal kita," terang Koordinator aksi protes peternak susu Boyolali, Sriyono Bonggol, di Boyolali, dikutip, Senin, 11 November 2024.
Pembatasan kuota impor susu menjadi isu sensitif, terutama karena banyak peternak yang merasakan dampaknya secara langsung. Tingginya tingkat impor susu dipandang sebagai faktor utama, 80% kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi dari impor.
- Bos Garuda Indonesia (GIAA): Saya Bisa Jual Tiket Pesawat Rp500 Ribu
- 34 Saham Loyo, LQ45 Hari Ini 11 November 2024 Ditutup di 879,11
- Tren Terus Menurun, IHSG Hari Ini 11 November 2024 Kembali Melemah 21 Poin
Sementara hanya 20% berasal dari produksi lokal. Kondisi ini ironis bagi para peternak mengingat Boyolali merupakan salah satu penghasil susu terbesar di Jawa. "Harusnya meskipun pasar sesepi apa pun produksi lokal kita terserap semua. Seandainya pemerintah maupun industri itu memang mementingkan produksi dari susu lokal kita," tambah Sriyono.
Para peternak di Boyolali melakukan protes dengan membuang sekitar 50.000 liter susu segar dibuang ke TPA Winong dalam beberapa hari terakhir. Protes ini sebagai bentuk simbolis kekecewaan mendalam atas kebijakan industri yang tidak mendukung peternak lokal.
"Hari ini kami membuang 50.000 liter susu. Ini sudah terjadi beberapa hari yang lalu. Memang per hari di Boyolali itu ada sisa kuota 30 ton per hari," ujar Sriyono. Hingga bulan November 2024, dari rata-rata produksi susu mencapai 140.000 liter per hari, hanya sekitar 110.000 liter yang diserap pabrik. Akibatnya, 30.000 liter sisanya tidak terpakai dan harus dibuang setiap hari.
Di sisi lain daya tahan susu segar hanya sekitar 48 jam. Peternak juga tidak sanggup bila diminta mendistribusi kan susu gratis ke masyarakat, tenaga yang dikeluarkan dinilai terlalu besar, apalagi dengan jumlah mencapai puluhan ribu liter.
Kepala Dinas Peternakan Boyolali menyayangkan tindakan pembuangan susu tersebut. Menurutnya, tindakan ini bisa menimbulkan pencemaran lingkungan dan menyarankan agar para peternak mencari solusi alternatif.
Pemerintah berjanji akan mencari solusi, termasuk berupaya melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pangan untuk membantu menyerap produksi susu yang berlebih.
- Bos Garuda Indonesia (GIAA): Saya Bisa Jual Tiket Pesawat Rp500 Ribu
- 34 Saham Loyo, LQ45 Hari Ini 11 November 2024 Ditutup di 879,11
- Tren Terus Menurun, IHSG Hari Ini 11 November 2024 Kembali Melemah 21 Poin
Belum Sesuai Standar
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Sonny Effendhi, mengklaim susu hasil produksi peternak lokal belum memenuhi standar industri. Susu lokal dinilai masih banyak dicampur air, gula, dan bahan lainnya yang mengurangi kemurnian dan kualitas gizi susu.
Menurut Sonny permasalahan kualitas susu lokal bukan hanya soal kandungan bahan tambahan, tetapi juga mencakup aspek ketidakmerataan kualitas yang dihasilkan oleh peternak.
"Jadi jangan ditambahin air, minyak goreng, sugar syrup, karbonat, hidrogen peroksida. Kami menangkap itu, kalau itu diloloskan yang menjadi korban kan masyarakat," ujar Sony.
Tantangan di tingkat produksi menyebabkan industri pengolahan susu di Indonesia masih memprioritaskan impor terutama dari Amerika Serikat dan Selandia Baru untuk memenuhi standar yang diinginkan.
Meskipun demikian, Sonny membantah anggapan industri lebih memilih susu impor karena alasan harga, mengingat harga susu lokal dan impor sebenarnya hampir sama. "Kami wajib menjaga karena standarnya BPOM enggak boleh ada ingredient ini dalam susu," tambah Sony.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berupaya memberikan pelatihan kepada peternak, mulai dari praktik perawatan sapi perah, manajemen pakan, hingga proses pemerahan yang lebih higienis. Kolaborasi ini diharapkan mampu memperbaiki kualitas serta meningkatkan volume susu lokal yang diserap oleh industri.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, turut menyoroti masalah ini dan menegaskan bahwa pemerintah akan memberlakukan pembatasan kuota impor sebagai bentuk dukungan bagi peternak lokal.
Saat ini, kebutuhan susu nasional Indonesia sebagian besar masih bergantung pada impor, mencakup sekitar 80% dari total konsumsi. Namun, dengan adanya upaya kolaboratif dan kebijakan pembatasan impor ini, pemerintah optimis dapat menurunkan angka ketergantungan impor hingga 40% dalam beberapa tahun mendatang.
Target ini akan tercapai jika kualitas susu lokal terus diperbaiki dan volume produksi dapat memenuhi kebutuhan industri.