Proyek Jambaran-Tiung Biru Molor, Negara Kehilangan Potensi Pendapatan Rp90 Miliar
- Badan Pemeriksa Keuangn (BPK) menyebut ada temuan jika dalam pembangunan Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) ada potensi pendapatan negara yang hilang sebesar US$5,84 juta atau setara Rp90,4 miliar (kurs Rp15.483 dolar AS).
Energi
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangn (BPK) menyebut keterlambatan proyek pembangunan Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) menghilangkan potensi pendapatan negara sebesar US$5,84 juta atau setara Rp90,4 miliar (kurs Rp15.483 dolar AS).
Sebab, penjualan gas menjadi macet akibat molornya pembangunan proyek JTB. Pernyataan ini dilansir dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023.
Lebih jauh BPK menyebut, hal ini merupakan hasil pemeriksaan atas proyek JTB tahun 2017 hingga semester I 2022 pada SKK Migas, PT Pertamina EP Cepu (PT PEPC), dan instansi terkait di DKI Jakarta dan Jawa Timur.
- Ini Strategi Pemprov Sumut Tingkatkan Daya Saing Koperasi dan UMKM
- Ekonomi Dunia Lesu, Analis Prediksi Pertumbuhan Kredit Single Digit
- Bank Mandiri Salurkan Kredit Rp66 Miliar untuk Bangun Dua Kapal TNI AL
"Negara kehilangan potensi pendapatan dari gas yang tidak dapat dijual untuk periode 20 September - 18 November 2022 karena belum selesainya seluruh GPF minimal sebesar US$5,84 juta," tulis laporan tersebut dilansir pada Rabu, 6 Desember 2023.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan bahwa pengembangan Lapangan Gas Unitisasi JTB tahun 2017-semester I-2022 telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan.
Permasalahan signifikan yang ditemukan yaitu hasil pekerjaan proyek Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) Gas Processing Facility (GPF) yang dilaksanakan oleh Konsorsium RJJ belum sepenuhnya sesuai dengan lingkup pekerjaan pada kontrak dan perubahannya.
Pertama seperti terdapat pengurangan lingkup pekerjaan dan deviasi spesifikasi teknis hasil pekerjaan yang belum ditetapkan sebagai contract change order (CCO) pengurang nilai kontrak EPCC GPF sebesar US$6,99 juta.
Kedua ada pada volume item pekerjaan terpasang yang kurang dari dokumen pendukung pembayaran sebesar US$2,53 juta. Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengembangan Lapangan Gas Unitisasi JTB, BPK mengungkapkan 4 temuan yang memuat 7 permasalahan.
BPK merekomendasikan Kepala SKK Migas agar memerintahkan, Kepala Unit Percepatan Proyek (UPP) JTB SKK Migas berkoordinasi dengan Direktur Utama PT PEPC untuk menetapkan CCO EPCC GPF minimal sebesar US$6,99 juta.
Lalu memperhitungkannya sebagai pengurang nilai amendemen kontrak, mengenakan denda keterlambatan kepada Konsorsium RJJ sebesar US$82,79 juta, dan segera menyelesaikan pekerjaan EPCC GPF.
Serta Kepala Divisi Pemeriksaan Perhitungan Bagian Negara SKK Migas untuk tidak memperhitungkan biaya item pekerjaan yang kurang terpasang dalam close out Authorization for Expenditure (AFE) GPF minimal sebesar US$2,53 juta, dan memperhitungkan denda keterlambatan sebagai pengurang nilai proyek pada proses close out AFE GPF.