<p>Lippo Mall Puri. / Dok. Perseroan</p>
Korporasi

Proyek Meikarta Terhenti, Bisnis Apartemen Lippo pada 2022 Mengecil

  • Segmen pengembangan real estate LPKR, tahun lalu porsi pendapatan dari apartemen terkoreksi sedalam 63,05%
Korporasi
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Tahun 2022 tampaknya bukan tahun yang menyenangkan bagi konglomerasi Grup Lippo. Induk bisnis properti milik konglomerat Mochtar Riady, PT Lippo Karawaci Tbk kembali menelan kerugian sebanyak Rp2,32 triliun, bengkak dari tahun 2021 sebesar Rp1,62 triliun. 

Tak mengherankan, sebab perusahaan berkode saham LPKR ini kehilangan sejumlah pendapatan tahun lalu. Hingga akhir 2022, pendapatan Lippo Karawaci dibukukan senilai Rp14,80 triliun, berkurang dari tahun sebelumnya Rp16,52 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan 2022, emiten yang saat ini digawangi oleh generasi ketiga keluarga Riady, yakni John Riady, memiliki tiga keran segmen pendapatan yaitu real estate, sektor kesehatan, dan lifestyle.

Dari situ terlihat bahwa sumber utama pendapatan LPKR berasal dari segmen healthcare yang tahun lalu menyumbang Rp9,51 triliun, tumbuh dari tahun sebelumnya Rp9,38 triliun. Sektor kesehatan juga menjadi satu-satunya segmen pendapatan LPKR yang mengalami pertumbuhan pendapatan.

Selebihnya, segmen pengembangan real estate tercatat mengalami penyusutan dari semula Rp5,12 triliun pada 2021 menjadi Rp4,13 triliun pada 2022. Serupa, pendapatan segmen lifestyle juga terpangkas jadi Rp1,15 triliun pada 2022 dari perolehan tahun 2021 Rp2,02 triliun. 

Ada yang menarik jika mencermati segmen pengembangan real estate LPKR, tahun lalu porsi pendapatan dari bisnis apartemen terkoreksi sedalam 63,05%. Jika pada 2021 pendapatan dari apartemen masih bisa menyumbang sebanyak Rp2,74 triliun, tahun ini bisnis hunian vertikal ini hanya menghasilkan Rp1,01 triliun.

Padahal pada 2021, pemasukan dari apartemen memimpin keran yang paling cuan di perusahaan ini. Selama empat tahun terakhir sejak 2019-2022, bisa dikatakan tahun lalu merupakan angka terkecil yang dihasilkan oleh bisnis apartemen.

Sebab, bisnis ini menghasilkan pendapatan sebanyak Rp1,25 triliun pada 2019. Lalu pada 2020, nilainya meningkat menjadi Rp1,83 triliun. 

Efek Meikarta

Sebagai induk bisnis dari pengembang megaproyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), LPKR tentunya terimbas dari mangkraknya proyek tersebut. Di awal tahun, Colliers Indonesia menyatakan, kasus mangkraknya proyek Meikarta bahkan turut berdampak pada turunnya kepercayaan konsumen terhadap penjualan apartemen nasional.

Akibatnya, saat ini tren pembelian apartemen second lebih meningkat dibandingkan apartemen yang masih dalam proses pembangunan. Dalam risetnya, Senior Associate Director Colliers Indonesia, Ferry Salanto menyebut, pembeli cenderung beralih pada apartemen yang sudah siap huni pada kuartal IV-2022. 

"Konsekuensi ambil awal launching emang harganya belum tinggi, tapi ini jadi pilihan pembeli. Tapi mereka yang punya uang, dari kasus Meikarta jadi lebih hati-hati," kata Ferry dalam media briefing, Rabu 4 Januari 2023. 

Selain itu, reputasi developer tak lagi menjamin 100% kepercayaan investor akan proyek yang tengah digarap. Dalam kasus Meikarta, pengembang yang terlibat adalah developer kelas kakap yakni Lippo. 

"Meikarta jadi pelajaran berharga buat calon pembeli, kita sering bilang reputasi developer penting yang biasanya punya nama besar, tapi nggak jadi jaminan dalam kasus ini yang cukup memprihatinkan," lanjut dia.