Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Jumat, 2 Februari 2024
Energi

Proyek Nikel RI Ditinggal Investor Raksasa, Ini Kata Menteri ESDM

  • Dua perusahaan besar di Eropa, yakni BASF asal Jerman dan Eramet dari Prancis, menunda rencana investasi pada proyek Sonic Bay di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara dengan proyek senilai US$2,6 miliar.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Dua perusahaan besar di Eropa, yakni BASF asal Jerman dan Eramet dari Prancis, menunda rencana investasi pada proyek Sonic Bay di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara dengan proyek senilai US$2,6 miliar.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, khusus BASF kemungkinan alasan tidak melanjutkan investasinya di proyek Sonic Bay karena sudah mengamankan pasokan bahan baku dari tempat lain.

"BASF yang mau menggunakan produk akhirnya dan memutuskan tidak masuk Indonesia. Dia mungkin sudah mendapatkan pengamanan supply ya," katanya di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Jakarta Selatan pada Jumat, 28 Juni 2024.

Menteri ESDM ini menegaskan, pihaknya akan mencarikan mitra lainnya untuk meneruskan proyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) itu. Pemerintah tengah mengkaji pasar global yang dikatakan terdapat pelarangan impor dari Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Kanada menyebabkan demand atau permintaan dari kendaraan listrik menurun.

Adapun Sonic Bay sendiri merupakan pabrik pemurnian atau smelter nikel/kobalt berbasis high pressure acid leach (HPAL) yang pada awalnya dirancang untuk memproses sebagian bijih dari tambang Weda Bay Nickel.

Targetnya adalah menghasilkan produk antara nikel dan kobalt, yakni sekitar 60.000 ton nikel dan 6.000 ton kobalt yang terkandung dalam endapan campuran hidroksida yang dikenal sebagai mixed hydroxide precipitates (MHP), sebagai bahan baku baterai electric vehicle (EV). Smelter nikel-kobalt untuk bahan baku baterai EV pada awalnya ditargetkan untuk berproduksi pada 2026.

Sebelumnya, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menampik hengkangnya Eramet dan BASF dari proyek nikel-kobalt di Indonesia.

Bahlil beralasan, saat ini pasar mobil listrik di Eropa sedang mengalami penurunan termasuk di Amerika yang menerapkan pajak impor untuk mobil listrik sebesar 100% khususnya pajak mobil impor dari China.

“Akibat pasar lagi turun mereka mengerem. Jadi bukan batal, bukan batal, menunda sementara sampai kondisi pasar global sudah bagus. Begitu mereka sudah investasi dan produksi,” ujar Bahlil dalam keterangannya di Gresik, Jawa Timur, dikutip Jumat 28 Juni 2024.

Profil BASF

Badische Anilin und Sodafabrik (BASF) merupakan perusahaan yang bermarkas di Ludwigshafen ini merupakan produsen bahan kimia terbesar di dunia. Menurut situs resminya BASF memiliki 6 segmentasi antaranya bahan kimia, material, surface technology, solusi industri, perawatan dan pertanian. Perusahaan ini berdiri pada 1865 yang mulanya berawal dari bisnis pewarna. Pada 1960-an, BASF mulai memperluas penjualannya ke pasar internasional. Raksasa produsen bahan kimia itu membangun pabrik di Argentina, Australia, Belgium, Brasil, Prancis, India, Italia, Jepang, Meksiko, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Di Indonesia, BASF mulai beroperasi sejak 1976 dan mulai melakukan kegiatan produksi komersial sejak 1977.

Terdapat dua perusahaan yang dikuasai penuh oleh BASF, yaitu PT BASF Indonesia dan PT BASF Distribution Indonesia. Selain itu, BASF juga memiliki perusahaan patungan PT BASF Care Chemicals Indonesia.

BASF telah mengoperasikan tiga pabrik, yaitu di Jakarta Barat yang berdiri pada 1977, di Cilegon, Banten, yang berdiri pada 1993, dan di Cimanggis, Jawa Barat, yang berdiri pada 1976.

Profil Eramet

Eramet SA perusahaan pertambangan dan metalurgi multinasional Prancis, terdaftar di bursa Paris Euronext dengan simbol ERA. Perusahaan ini didirikan dengan dana dari keluarga Rothschild pada tahun 1880. 

Atas kebijaksanaannya sendiri, keluarga mengambil kendali penuh atas perusahaan pada tahun 1890.
Eramet SA (Eramet) adalah perusahaan pertambangan dan metalurgi yang melakukan produksi bahan baku yang mengandung nikel, zirkon, titanium, mangan, dan paduan.  

Perusahaan juga memproduksi logam non-besi, turunan kimia, paduan, dan suku cadang berperforma tinggi untuk industri.  Eramet memproduksi paduan super dan baja khusus yang tahan terhadap panas tinggi dan korosi.  

Produk bajanya meliputi suku cadang die-forged dan mesin untuk industri dirgantara, listrik, medis, dan otomotif.  Ia juga menawarkan produk mangan untuk memproduksi baterai, balok, lembaran logam, tabung pipa, dan pupuk serta pakan ternak.  Perusahaan melaksanakan proyek pengembangan dalam aktivitas baru seperti pasir mineral, litium, dan daur ulang. Perusahaan ini beroperasi di Amerika, Eropa, Asia, dan Afrika.

Adapun Sonic Bay sendiri merupakan pabrik pemurnian atau smelter nikel/kobalt berbasis high pressure acid leach (HPAL) yang pada awalnya dirancang untuk memproses sebagian bijih dari tambang Weda Bay Nickel.

Targetnya adalah menghasilkan produk antara nikel dan kobalt, yakni sekitar 60.000 ton nikel dan 6.000 ton kobalt yang terkandung dalam endapan campuran hidroksida yang dikenal sebagai mixed hydroxide precipitates (MHP), sebagai bahan baku baterai electric vehicle (EV).

Smelter nikel-kobalt untuk bahan baku baterai EV pada awalnya ditargetkan untuk berproduksi pada 2026.