Proyek PSN Food Estate, Potret Konflik Ketahanan Pangan dan Hak Adat
- Masyarakat adat menuding proyek ini dilakukan tanpa kajian sosial dan lingkungan yang memadai. Hingga kini, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tidak pernah dipublikasikan, dan masyarakat setempat tidak diajak berkonsultasi.
Nasional
JAKARTA - Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate di Merauke, Papua Selatan, memicu protes keras dari masyarakat adat setempat. Masyarakat adat Malind, Makleuw, Yei, dan Khimaima yang tergabung dalam Solidaritas Merauke menolak proyek ini.
Program tersebut dianggap akan merusak lingkungan, melanggar hak asasi manusia (HAM), dan mengancam keberlanjutan kehidupan mereka.
"(Proyek) Menimbulkan pelanggaran HAM serius, hak hidup orang asli Papua dan kerusakan lingkungan hidup,” tegas juru bicara Solidaritas Merauke, Teddy Wakum, dalam surat yang dilayangkan kepada DPD RI, dikutip Selasa, 3 Desember 2024.
Menurut Solidaritas Merauke, proyek tersebut mengabaikan keberlanjutan lingkungan dan melanggar hak-hak masyarakat adat yang dijamin oleh UUD 1945, peraturan terkait HAM, dan perlindungan masyarakat adat.
Lokasi proyek adalah sumber pangan, mata pencaharian, dan tempat sakral bagi masyarakat adat. Pembukaan lahan ini mengancam kehidupan msyarakat adat.
Masyarakat adat menuding proyek ini dilakukan tanpa kajian sosial dan lingkungan yang memadai. Hingga kini, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tidak pernah dipublikasikan, dan masyarakat setempat tidak diajak berkonsultasi.
“Hingga saat ini, kami belum mendapatkan dan memperoleh bahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan dokumen lingkungan hidup lainnya,” tambah Teddy.
Menurut Solidaritas Merauke, pemerintah dan perusahaan terlibat dalam pengabaian sistematis terhadap kewajiban untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat adat, seperti yang diatur dalam aturan nasional dan internasional terkait hak-hak masyarakat adat.
Keberadaan pasukan TNI, termasuk Yonif TP 801/NAY, yang diresmikan oleh Panglima TNI Agus Subiyanto pada Oktober 2024, juga menuai kritik. Masyarakat mengaku merasa terancam dengan kehadiran pasukan tersebut, yang diklaim untuk mengamankan proyek.
Pada bulan Oktober 2024, masyarakat adat Merauke menggelar unjuk rasa di Kementerian Pertahanan, menuntut penghentian proyek yang mereka sebut “brutal” dan tidak manusiawi. Solidaritas Merauke juga meminta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan proyek tersebut.
- Saham BBCA di Bawah Rp10.000 Meski Raup Laba Rp46,23 T, Waktunya Serok?
- Prabowo Tolak Gabung Blok Pertahanan, Pilih Blok Ekonomi Ini
- DPRD: Rp10 Ribu Tak Cukup untuk Makan Bergizi di Jakarta
Korporasi Besar di Belakang Proyek Merauke
Proyek yang digagas pemerintah tersebut mencakup pembukaan lahan hingga 10 ribu hektare untuk tahap awal dan direncanakan meluas hingga 2 juta hektare, termasuk untuk cetak sawah, perkebunan tebu, dan bioetanol.
Proyek ambisius ini berdampak langsung pada kehidupan sekitar 50.000 penduduk adat yang tersebar di 40 kampung. Lokasi proyek tersebut merupakan sumber mata pencaharian dan bagian dari kearifan lokal masyarakat adat yang kini menghadapi ancaman kehilangan lahan dan budaya mereka.
Di balik proyek ini, terdapat sejumlah korporasi besar yang turut terlibat, seperti Jhonlin Group, yang didukung oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian.
Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke secara resmi masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak November 2023, dengan tujuan meningkatkan ketahanan pangan dan energi nasional. Namun, proyek ini menuai kritik karena kurangnya keterlibatan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan.
Beberapa perusahaan besar lain seperti First Resources Group, FAP Agri Group, dan KPN Corp Group juga terlibat dalam pengelolaan lahan yang telah mendapatkan izin resmi seluas 541.094 hektare pada 2023–2024.
- Saham BBCA di Bawah Rp10.000 Meski Raup Laba Rp46,23 T, Waktunya Serok?
- Prabowo Tolak Gabung Blok Pertahanan, Pilih Blok Ekonomi Ini
- DPRD: Rp10 Ribu Tak Cukup untuk Makan Bergizi di Jakarta
Jhonlin Group Dekat Pemerintahan
Haji Isam, pemilik Jhonlin Group, menunjukkan pengaruhnya di pemerintahan melalui kehadiran sejumlah orang dekatnya yang menduduki posisi strategis di kabinet Prabowo-Gibran. Salah satu nama yang mencuat adalah Andi Amran Sulaiman, sepupu Haji Isam, yang ditunjuk sebagai Menteri Pertanian.
Amran sebelumnya pernah menjabat posisi yang sama di Kabinet Kerja era Presiden Joko Widodo (2014–2019), menegaskan pengalaman dan kedekatannya dengan lingkaran kekuasaan. Selain Amran, Dudy Purwagandhi, yang dikenal sebagai CEO Jhonlin Air Transport (JAT), maskapai milik Haji Isam, dipercaya mengisi jabatan Menteri Perhubungan.
Dudy juga diketahui memiliki afiliasi bisnis yang erat dengan Jhonlin Group melalui kepemilikan saham di PT Jhonlin Agro Raya Tbk. (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk. (PGUN), dua perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan sawit. Penunjukannya mencerminkan pengaruh bisnis Haji Isam dalam pengambilan kebijakan di sektor transportasi.
Kedekatan Haji Isam dengan pemerintah juga terlihat dari kehadiran Sulaiman Umar sebagai Wakil Menteri Kehutanan. Sulaiman, yang merupakan menantu Haji Isam, menikah dengan Nor Andi Arina Wati Arsyad, adik dari Haji Isam. Penempatan keluarga dekat Haji Isam di posisi strategis ini mempertegas hubungan erat antara dirinya dengan Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo, sekaligus menunjukkan bagaimana kekuatan ekonomi dan politik saling terkait dalam struktur pemerintahan.