Proyeksi Industri Asuransi 2025: Menjawab Target Ambisius Pemerintah
- Terdapat enam isu utama yang menjadi perhatian regulator dan pelaku industri, termasuk permodalan dan tata kelola perusahaan.
IKNB
JAKARTA - Industri asuransi Indonesia menghadapi berbagai tantangan strategis menjelang 2025, terutama terkait implementasi program pemerintah berskala besar.
Menurut Direktur Pengawasan Asuransi Umum dan Reasuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Munawar, kehadiran industri asuransi di program pemerintah menjadi sangat krusial.
Hal ini disampaikan dalam diskusi bertajuk Insurance Outlook: Bagaimana Kondisi Perasuransian Nasional 2025 dan Era Pemerintahan Baru? yang digelar oleh Kupasi pada pekan lalu.
- Negara yang Tukar Utang dengan Proyek Iklim
- 8 Rekomendasi Drama Korea Populer yang Dibintangi Chae Soo Bin
- Selain Wicked, Berikut 9 Film dan Serial yang Dibintangi Ariana Grande
Sorotan Utama: Modal dan Tata Kelola Perusahaan
Munawar menjelaskan bahwa terdapat enam isu utama yang menjadi perhatian regulator dan pelaku industri, termasuk permodalan dan tata kelola perusahaan.
Sesuai Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023, perusahaan asuransi wajib memenuhi peningkatan ekuitas secara bertahap. Hingga 2026, ekuitas minimum yang harus dimiliki adalah Rp250 miliar, sedangkan pada 2028 angka ini naik menjadi Rp500 miliar.
Khusus untuk asuransi kredit, POJK No. 20 Tahun 2023 mengatur bahwa perusahaan yang memasarkan asuransi kredit dan suretyship harus memiliki ekuitas minimum Rp250 miliar sebelum 13 Desember 2025.
Selain itu, perusahaan wajib menjaga rasio ekuitas sebesar 150 %. Langkah ini dirancang untuk melindungi konsumen sekaligus memastikan stabilitas sektor asuransi.
Tekanan Inflasi Medis di Segmen Asuransi Kesehatan
Di sisi lain, asuransi kesehatan menghadapi tekanan besar akibat inflasi medis yang mencapai 14 %, berdasarkan riset Mercer. Kondisi ini memaksa perusahaan menaikkan premi untuk menghindari kerugian.
Namun, Munawar mengingatkan agar pelaku industri tidak terjebak dalam perang harga yang justru dapat menimbulkan risiko keberlanjutan bisnis. Manajemen risiko yang kuat menjadi kunci dalam menjaga stabilitas di sektor ini.
Penerapan PSAK 117 dan Pentingnya Digitalisasi
Implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 atau IFRS 17 juga menjadi perhatian utama. Aturan ini menekankan transparansi dan akuntabilitas dalam laporan keuangan perusahaan asuransi.
OJK telah mempersiapkan implementasi PSAK 117 selama dua tahun terakhir. Oleh karena itu, perusahaan diminta segera menyesuaikan diri untuk menghindari risiko ketidakpatuhan.
Selain itu, OJK juga terus mendorong digitalisasi dalam sektor asuransi. Teknologi berbasis host-to-host direncanakan untuk meningkatkan efisiensi layanan pelanggan, proses underwriting, reasuransi, hingga pengelolaan data pemegang polis. Munawar optimistis bahwa langkah ini akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Baca Juga: Rasio Klaim Asuransi Kredit Capai 85 Persen, DAI Ungkap Solusinya
Standar Etika dan Tata Kelola Industri
Munawar menyoroti pentingnya penerapan standar etika dan tata kelola yang lebih baik di industri asuransi. Ia menilai bahwa asosiasi terkait belum cukup tegas dalam memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan.
Sebagai perbandingan, fintech dengan modal lebih kecil mampu menunjukkan tata kelola yang lebih baik. Ia mendorong asosiasi untuk memainkan peran aktif dalam mengawasi anggotanya demi menjaga integritas industri.
Mitigasi Risiko Kebencanaan dan Tantangan Eksternal
Indonesia yang rentan terhadap bencana alam juga menjadi perhatian khusus. Munawar mengingatkan bahwa perubahan iklim meningkatkan potensi kerugian akibat bencana, seperti yang terlihat dari siklon tropis pada 2021.
Oleh karena itu, langkah mitigasi yang lebih baik perlu diambil untuk menghadapi risiko kebencanaan di masa depan.
Faktor eksternal juga tidak kalah penting. Ketidakpastian geopolitik global, perang dagang, serta konflik di Timur Tengah dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan industri asuransi.
Meskipun ekonomi global diproyeksikan stagnan di angka 3,2 %, Indonesia diperkirakan mampu tumbuh hingga 5,2 %. Namun, pemerintah memiliki target ambisius untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 % melalui berbagai program strategis.
- Pasar Otomotif Tertekan, Bagaimana Target Saham Astra (ASII)?
- Broker Ini Serok Saham Alamtri (ADRO), Akumulasi Capai Rp932 Miliar
- Honda Beat Edisi One Piece Siap Gebrak Pasar RI
Peluang dari Program Pemerintah
Program pemerintah seperti penyediaan tiga juta rumah, makan gratis, asuransi wajib, dan implementasi PPN sebesar 12 % membuka peluang besar bagi industri asuransi.
Sektor-sektor seperti asuransi marine cargo dan asuransi pertanian diprediksi akan mendapatkan manfaat signifikan dari program ini.
Munawar menekankan pentingnya kesiapan industri asuransi untuk mendukung target pemerintah tersebut. “Industri asuransi harus hadir dan berkontribusi dalam mewujudkan target pemerintah,” ujarnya.