<p>Pesawat Airbus A330-300 milik maskapai penerbangan BUMN PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. / Airbus.com</p>
Korporasi

Proyeksi Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak Berkat Skema Ijarah Baru

  • Implementasi skema ijarah dapat memberikan tambahan pendapatan senilai US$150 juta dari satu lessor tertentu.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) saat ini tengah giat merestrukturisasi skema penyewaan pesawat dari model konvensional menjadi ijarah. Langkah ini telah sukses menekan biaya penyewaan pesawat, di mana setidaknya 10% dari total pesawat yang disewa perseroan kini menggunakan skema baru ijarah tersebut.

Perubahan skema penyewaan dari standar akuntansi IFRS (International Financial Reporting Standards) menjadi ijarah diperkirakan akan memberikan dampak positif yang signifikan pada neraca keuangan GIAA, khususnya pada kuartal akhir tahun ini dan beberapa tahun mendatang.

"Perseroan menargetkan hingga 50% dari pesawat yang disewa untuk dialihkan ke skema ijarah, yang akan memberikan keuntungan besar bagi GIAA ke depannya," kata Isfhan Helmy, analis Sinarmas Sekuritas, dalam riset yang dirilis di Jakarta baru-baru ini.

Menurut Sinarmas Sekuritas, implementasi skema ijarah dapat memberikan tambahan pendapatan senilai US$150 juta dari satu lessor tertentu. Selain itu, manajemen mengungkapkan bahwa transisi skema ijarah dengan beberapa lessor lainnya berjalan lancar dan memiliki potensi untuk menghasilkan tambahan pendapatan yang luar biasa selama dua bulan terakhir tahun 2024.

“Berdasarkan perhitungan kami, sekitar 15 pesawat akan beralih ke skema sewa ijarah pada tahun ini, yang diproyeksikan dapat memberikan pendapatan luar biasa sebesar US$225 juta. Pada tahun 2025 dan 2026, pendapatan luar biasa ini diperkirakan akan meningkat masing-masing hingga sekitar US$375 juta dan US$300 juta, dengan asumsi bahwa 50% armada dialihkan ke skema ijarah,” ungkapnya.

Dengan penerapan skema ini, perseroan diharapkan dapat mencatatkan pendapatan luar biasa dalam jumlah yang besar dan membuka peluang untuk mempercepat pembayaran obligasi. Saat ini, perseroan memiliki obligasi global senilai US$675 juta yang jatuh tempo pada tahun 2031.

Kas perusahaan diproyeksikan mencapai US$725 juta pada tahun 2025, yang memungkinkan pelunasan obligasi lebih awal pada 2026, dengan sisa kas sekitar US$100 juta.

“Kami memperkirakan Garuda akan membukukan ekuitas positif pada tahun 2028, dengan laba ditahan negatif yang berkurang secara signifikan, dari US$3,4 miliar pada tahun 2023 menjadi sekitar US$2 miliar pada tahun 2028, dan diproyeksikan turun mendekati US$1 miliar pada tahun 2030,” tambahnya.